Cinta Terhalang

Rasa lahirnya impianku
Bila terpandang wajahmu
Lirik senyuman kilauan mata
Memikat memukau jiwa ini
Inginlah aku menyapa
Mahu ku kenali hatimu
kini Ku sedari ini bukan biasa

Tak dapat aku lindungi perasaan
Engkau impian yang aku idamkan
Kau yang ku puja, kau yang ku sanjung
Kau yang aku perlukan
Kau yang ku sayang, kau yang ku cinta
Kaulah satu cinta terhalang

Engkau lafazkan perasaan
Setulus hati jiwamu
Penuh kepuasan, penuh bermakna
Memikat hati dan naluriku

Walau ku sadari
Kau tetapkan perasaanmu
Kau berikan cinta yang
Terpendam

Walau ku tahu kita
Tak mungkin bersama
Tetap ku sanjung cintamu yang suci…walau terhalang

Kiss Me

Kiss me out of the bearded barley
Nightly, beside the green, green grass
Swing, swing, swing the spinning step
You wear those shoes and I will wear that dress.

[Chorus:]
Oh, kiss me beneath the milky twilight
Lead me out on the moonlit floor
Lift your open hand
Strike up the band and make the fireflies dance
Silver moon's sparkling
So kiss me

Kiss me down by the broken tree house
Swing me upon its hanging tire
Bring, bring, bring your flowered hat
We'll take the trail marked on your father's map

Hello

Hello
dapatkah kau mendengarnya

Hello ( 2x )

Gelombang suara yang bergetar
Terjermahan luahan rasaku
bagiku kau dan aku berasing dunia
cinta menyatukan cinta
juga bukannya segala

Korus
Dulunya kita bagai Rumi dan Juli
janji setia aaa....
bezanya kita bagai Zurah dan Marikh
mengertilah hello hello

Hello (2x)

Hello
gaya matangmu mempesona (Hello 2x)
sikap keanakan mencelakan
kumual kusesal kusesal
kau sering menyalahkan aku dan segalanya
tak pernah kau terlihat seksismu yang tercabar

Korus
Dulunya kita bagai Rumi dan Juli
janji setia aaa....
bezanya kita bagai Zurah dan Marikh
terpatrinya cinta

Cerminkan dirimu
era retak beribu
jarang pada kita begitu ketara
helah dan caramu
sering buatku kaku
sememangnya kita berbeza
berbeza

Bagiku kau dan aku berasing dunia
cinta menyatukan cinta
juga bukannya segala

Korus
Dulu kita bagai Rumi dan Juli
janji setia aaa....
kaburnya mata beza manikam jauhari
terpatrinya cinta
bezanya kita bagai Zurah dan Marikh
perang dunia aaa...
panas bagai sahara antartik
mengertilah

Hello..hello

Shoulder To Cry

Life is full of lots of up and downs,
And the distance feels further when you're headed for the ground,
And there is nothing more painful than to let you're feelings take
you down,
It's so hard to know the way you feel inside,
When there's many thoughts and feelings that you hide,
But you might feel better if you let me walk with you
by your side,

And when you need a shoulder to cry on,
When you need a friend to rely on,
When the whole world is gone,
You won't be alone, cause I'll be there,
I'll be your shoulder to cry on,
I'll be there,
I'll be a friend to rely on,
When the whole world is gone,
you won't be alone, cause I'll be there.

All of the times when everything is wrong
And you're feeling like
There's no use going on
You can't give it up
I hope you work it out and carry on
Side by side,
With you till the end
I'll always be the one to firmly hold your hand
no matter what is said or done
our love will always continue on

Everyone needs a shoulder to cry on
everyone needs a friend to rely on
When the whole world is gone
you won't be alone cause I'll be there
I'll be your shoulder to cry on
I'll be there
I'll be the one you rely on
when the whole world's gone
you won't be alone
cause I'll be there!

And when the whole world is gone
You'll always have my shoulder to cry on....

Careless Whisper

I feel so unsure as I take your hand an lead you to the dance floor.
As the music dies something in your eyes
Calls to mind a silver screen and you're its sad goodbye.
I'm never gonna dance again
guilty feet have got no rhythm

Though it's easy to pretend
I know you're not a fool.
I should have known better than to cheat a friend

And waste a chance that I've been given.
So I'm never gonna dance again
the way I danced with you.
Time can never mend the careless whispers of a good friend.
To the heart and mind ignorance is kind.
There's no comfort in the truth
pain is all you'll find.
I'm never gonna dance again
guilty feet have got no rhythm
. . .
Never without your love.
Tonight the music seems so loud
I wish that we could lose this crowd.
Maybe it's better this way

We'd hurt each other with the things we want to say.
We could have been so good together

We could have lived this dance forever

But now who's gonna dance with me? - Please stay.
And I'm never gonna dance again
guilty feet have got no rhythm
. . .
No dance
no dance
no dance
you're gone - no dance
you're gone.
This matter is so wrong
so wrong
that you had lo leave me alone.

Sumpah Takkan Cari Yg Lain

36-27-32..Turutan nombor pilihanku
Sekenyit matanya cukup menggoda
Untuk kucar-kacirkan hidup

Tak penah aku sebegini
Mengelamun tanpa henti
Tak pernah ku rasa dirasuk
Oh! Kelam-kabut dan tak mungkin disembuh

Benar ku akui kaulah gadis dalam fantasi
Jika kau serahkan hati
Sumpah takkan cari yang lain
Sumpah takkan cari yang lain

Jika ada rancangan realiti
Pencarian gadis paling jelita
Kau tak dibenarkan untuk bertanding
Kasihanlah pada peserta lain!

Tak susah untuk kau mencari
jejaka idaman hati
Petik jari..ramai yang menanti
Ada peluang tak si jejaka di sini?

Benar ku akui kaulah gadis dalam fantasi
Jika kau serahkan hati
Sumpah takkan cari yang lain

Benarkan aku menyakinkan dirimu
Akulah lelaki yang dinanti-nanti
Tak perlulah menepis lagi
Mari ke sini.. Hei! kau!

Benar ku akui kaulah gadis dalam fantasi
Jika kau serahkan hati
Sumpah..sumpah..sumpah takkan cari yang lain

Benar ku akui kaulah gadis dalam fantasi
Jika kau serahkan hati
Sumpah takkan cari yang lain
Sumpah takkan cari yang lain
Sumpah takkan cari yang lain

Wake Up Call

You don't buy me flowers
You don't buy me drinks
You don't drive me anywhere
but totally insane
We used to talk for hours
until the night was through
but recently your ego
is going through the roof

Maybe you need a wake up call
Cos' you're too comfortable
You think because you bag me
You don't have to work at all

It seems like I gotta do wrong
to get your attention
but maybe when i call this man up
you'll finally start to wake up

I think i'm gonna have to cheat
to keep your eyes on me
but maybe if i make you jealous
you'll finally start to wake up

This is your wake up call
this is your wake up call
so wake up
wake up
you better wake up

You're underestimating
the kinda chick i am
cos' I don't have a problem
finding someone else
I'll put my little black dress on
and go out to the clubs
And you wont know whats goin on
till tomorrow when your boys tell you
I was dancing with someone

Maybe you need a wake up call
you're way too comfortable
You think because you bag me you
don't have to work at all

It seems like I gotta do wrong
to get your attention
but maybe when i call this man up
you'll finally start to wake up

I think i'm gonna have to cheat
to keep your eyes on me
but maybe if i make you jealous
you'll finally start to wake up

This is your wake up call
this is your wake up call
so wake up
wake up
you better wake up

You're taking me for granted
Boy you're really slacking
If I see somebody I like I'ma have to grab 'em
Time is running out but
you need to do me right so
I'ma get mine back
You better wake up

It seems like I gotta do wrong
to get your attention
but maybe when i call this man up
you'll finally start to wake up

I think i'm gonna have to cheat
to keep your eyes on me
but maybe if i make you jealous
you'll finally start to wake up

This is your wake up call
this is your wake up call
so wake up (seems like i got it all wrong)
wake up
you better wake up

This is your wake up call
this is your wake up call
so wake up
wake up
you better wake up

Thankz sbb sudi bca kisah di bawah..k laa....itu sja sisipan tuk semua...

" Ili tak makan sekali?" tanya Sham sambil menyapu mentega ke roti bakar. Aku cuma membuat scrambled eggs dan memanaskan baki macaroni semalam. Tak banyak benda dalam peti ais untuk aku masak. Nak keluar beli nasi lemak pun aku tak ada kereta. Tapi ada ke gerai jual nasi lemak? Aku cuma nampak Coffee Bean saja masa dalam perjalanan ke sini semalam.

" I dah makan." Jawab ku pendek sambil menyusun pinggan mangkuk yang di gunakan semalam ke dalam kabinet dapur. Selepas Subuh aku dah menyapu dan mop lantai. Bukan kotor sangat, cuma ada kesan minuman ditumpahkan oleh budak budak. Apartment ni bukanlah besar sangat , dalam 1,400 kaki persegi dan perabot pun tak banyak, jadi tak lah penat aku mengemas.

Sham memakai kemeja lengan pendek dan seluar khaki. Cuti ke dia hari ni? Malas aku nak tanya. Aku mengelak dari berbual dengannya sejak semalam lagi. Aku tertidur sebaik saja kepala ku diletak ke bantal. Sampai tak sempat nak tukar baju.Tapi tidur ku nyenyak , tak macam malam malam sebelumnya. Takkan sebab rindu ku dah terubat kot.....hisshhh!

" How was Singapore? Banyak shopping?" tanya Sham. Aku menggeleng kepala.

" Banyak kerja. Tak sempat beli apa apa untuk you." Jawapan ku sepatah sepatah macam robot. Kalau aku ada banyak masa pun aku tak ingin nak beli buah tangan untuk Sham. Sorry... tak mendatangkan faedah.

" I tak nak apa apa pun. You sudi balik sini pun dah cukup" sayu suara Sham. Ini yang aku tak tahan. Aku membuka paip sinki supaya suara nya di tenggelami bunyi air, padahal bukan ada benda yang aku nak basuh.

" You suka tinggal di sini? Kalau tak suka, kita boleh balik rumah Mama" pelawa Sham. Nak ambil hati aku lah konon.

" I tak kisah. Sebab I nak balik kampung hari ni. I dah janji dengan nenek. " kata ku sambil terus ke bilik. Beg pakaian aku sudah di kemas. Aku akan melaram dengan pakaian baru yang di beli di Singapore. Biar hati luka, asal bergaya.

" Ili nak pergi dengan siapa?" jelas nampak kekecewaan di wajah Sham bila aku keluar membawa beg pakaian. Sebenarnya nenek menyangka aku akan pulang dengan Sham. Dia sering mengajak Sham ke Taiping sebab saudara mara Sham masih ada di sana.

" Dengan my cousin Diya. You boleh phone nenek kalau tak percaya. Tapi kalau you tak percaya pun I tak kisah." Sengaja aku menokok tambah. Biar dia terasa.

" Sudahlah tu, Ili. I dah cakap I'm sorry. Apa lagi you nak I buat, sayang? When will you forgive me?" serak bunyi suara Sham. Dia menghulurkan tangannya untuk mencapai tangan ku. Aku terpaksa menyua tangan ku tapi aku salam dengan hujung jari saja.... ala bini VIP tak ikhlas bersalaman dengan penduduk kampung gitu.

" Bye. I pergi dulu " kata ku tanpa memandang wajahnya.
..........................................................................................................................

Diya menjemput ku di taxi stand berdekatan dengan kereta Naza Kia nya. Aku meletakkan beg aku di seat belakang dan mengenakan talipinggang keledar.

" Cantik area rumah kau ni. Bila kau pindah sini?" tanya Diya

"Baru semalam. Aku pun tak sangka. Ni rumah bapak mertua aku tapi dulu dia sewakan. Tapi terror jugak kau cari tempat ni. " puji aku.

" Dulu aku main hoki di Stadium Hoki Jalan Duta tu. Masa aku represent Perak dulu. Aku dah pernah lah sampai area Jalan Duta ni. Pastu aku ikut sign yang tulis Mont Kiara. Eh.. apasal hubby kau tak ikut?" tanya Diya sambil memutar tombol radio keretanya. Sepupu aku ni peminat K& K Radio Era rupanya. Keretanya meluru ke arah NKVE.

" Sham busy sekarang. Kalau tak, dia nak ikut. " aku membuat helah. Tak payahlah aku ceritakan telenovela hidup aku.

Aku leka mendengar Diya kecoh bercerita pasal majlis perkahwinan kawan nya di Kampung Kerinchi kelmarin. Kawannya berkahwin dengan saudara Rosyam Noor. Sempatlah Diya bergambar dengan aktor pujaannya.

" Mesti cik abang you jeles nanti. Sudahlah bini dia datang sorang ke KL, pastu dating dengan Rosyam Noor pula" aku mengusik. Terkekeh Diya ketawa. Diya sudah beranak dua tapi masih slim dan menawan. Dengan tudung biru,kemeja denim dan seluar putih, Diya kelihatan macam peregawati busana muslimah. Suami dia yang aku panggil Abang Shah memang kuat cemburu orangnya. Sebaik saja kahwin, Diya di suruh berhenti kerja. Kini Diya mengambil upah menjahit untuk memenuhi masa lapang. Abang Shah bekerja sebagai pegawai pinjaman di Maybank.

" Ili, kau ingat tak Abang Jo? Yang duduk belakang rumah aku. Dia suka usik kau masa kecik dulu" Diya mengubah topik.

Dahi aku berkerut kerut cuba mengingatkan kembali geng zaman kanak kanak aku. Aku dan adik beradik lain sering balik kampung masa cuti sekolah. Terutama nya jika mama di hantar berkursus. Kenangan bercuti di kampung memang indah. Tapi aku tak ingat siapa gerangan Abang Jo.

" Alaa... takkan kau tak ingat. Dia cute, tinggi, kulit hitam manis. Kalau main kahwin kawin, kita berebut nak jadi pengantin perempuan kalau dia jadi pengantin lelaki....ha! ha! Tapi dia selalu pilih engkau. Menci aku " tambah Diya sambil memuncungkan mulut. Aku tergelak besar mengenangkan gelagat kami masa kecil.

" Oohhh...okay,baru aku ingat. Tapi family dia pindah ke Kedah masa dia di Form 4 kan? Lepas itu, kita dah tak jumpa dia. Kenapa tiba tiba kau tanya pasal dia?" Wajah Abang Jo terimbas kembali. Dia sebaya dengan Kak Ngah, iaitu 4 tahun tua dari aku. Kalau tak silap ,nama penuh nya Arif Johari bin Ariffin.

" Tiga bulan lepas family dia pindah balik ke rumah lamanya. Uncle Ariffin dah bersara. Abang Jo dan adiknya Juliana kerja di KL tapi selalu balik jenguk parents dia orang. Uncle Ariffin tu tak berapa sihat, ada penyakit jantung katanya."

Aku kusyuk mendengar cerita Diya. Terbayang wajah Abang Jo dan adiknya yang aku panggil Juli. Juli yang muda setahun dari aku cembeng sikit masa itu. Selalu dia kena pulau dengan kami.

" Abang Jo tu ingat lagi tak kat kita? Dia dah kahwin ke?" tanya ku.

" He...he... mestilah dia ingat. Especially kau. Jumpa saja dengan aku terus tanya kau dah kahwin ke belum? Dia ada hati dengan kau aku rasa. Aku dah nak call kau ajak jumpa dengan dia tapi masa tu kau di Amsterdam. Kemudian kau pun kawin, jadi melepaslah Abang Jo. Eh.. kenapa kau gelak?"

Aku tergelak sinis bila memikirkan masaalah yang bakal timbul kalau aku berjumpa dengan Abang Jo di kampung nanti. Mesti Sham ingat aku balik kampung sebab dah buat temujanji dengannya. Macam macam kata nista akan di lemparkan pada ku nanti. Padahal kalau aku bertembung dengan Abang Jo di tengah jalan pun kami mungkin tak mengenali satu sama lain.... dah berzaman kami tak berjumpa.

" Dia dah 29 tapi belum kahwin lagi. Aku pun hairan. Bawa kereta Nissan Murano, mesti gaji besar. Rupa ada, kerja sebagai arkitek tapi tak kawin lagi. " omel Diya

" Alaa... 29 tu kira muda lagi lah untuk orang lelaki. Kalau dia nak kawin mesti ramai calon yang datang offer diri." aku menyanggah. "Eh.. Diya, pada kau siapa lagi hensem, Abang Jo atau Sham?" Tiba tiba mulut aku gatal pula untuk bertanya.

" Ohh... gatal jugak ya engkau ni? Susah nak cakaplah. Sebab aku tengok laki kau sekali saja masa bersanding. Masa itu dia bertengkolok , bertanjak semua. Abang Jo pula selalu pakai T shirt dengan jeans saja bila balik kampung. Tapi...... aku rasa Sham lagi hensem kot. Kalau kau dah boring pass kat aku pun boleh" kata Diya sambil tersengih. Aku menampar lengan nya.

" Ewahhh! Kata orang gatal, tapi dia lagi teruk" aku mencemuh. Tapi Sham tu muka hensem, perangai macam jin. Tiba tiba aku rasa kesian mengingatkan Sham keseorangan di rumah baru. Kenapa aku tak ajak dia balik kampung sekali. Kejam nya aku. Ili... Ili...nak tunjuk brutal konon, tak nak maafkan Sham. Tapi baru berpisah berapa jam , dah mula sedih. Silap silap malam ni aku tak boleh tidur lagi sebab rindukan dia. Aku mengeluh panjang.

Kami berhenti sebentar di Kawasan Rehat Ipoh Selatan untuk minum dan membeli buah buahan. Nenek memang suka limau bali dan jambu batu. Kemudian aku pula mengambil alih jadi pemandu manakala Diya buka kilang tahi mata. Kuat tidur betul sepupu aku sorang ni. Kami di sambut dengan hujan renyai sebaik saja tiba di Taiping. Cuaca yang redup dan nyaman membuat aku rasa tenang. Meskipun sudah lebih dua tahun aku tak ke sini, tidak banyak yang berubah. Bandar kecil ini sungguh tenteram, lebih lagi di sekitar rumah nenek yang terletak di Kampung Melayu. Aku menghentikan kereta di sebelah pokok rambutan yang lebat berbuah di depan rumah nenek.

" Kau tak nak datang rumah aku dulu Ili? Kalau nenek dah start cerita, sampai kau balik KL pun tak habis lagi" dengus Diya sambil berpindah ke tempat pemandu.

" Kau ni merepeklah. Aku duduk sini 3 hari . Mesti aku sempat pergi rumah kau. Kalau ada masa , kita lepak kat Restoran Bismillah, pekena roti canai dengan teh tarik okay? Kirim salam kat Abang Shah dengan Pak Ngah ya." Diya masih tinggal dengan bapanya, Pak Ngah aku. Mak Ngah meninggal tiga tahun lalu sebab penyakit buah pinggang. Diya lah yang menjaga makan minum bapanya sekarang. Keluarganya juga lah yang sering tengokkan nenek.

" Dengan Abang Jo, kau tak nak kirim salam? Aku rasa besok atau lusa dia mesti balik sini. Nanti aku bawa dia jumpa kau boleh?" tanya Diya dengan senyuman nakal

" Kau ni sengaja nak cari pasal. Tak payah lah bawa dia jumpa aku. Lainlah kalau aku ni bujang, ada juga thrill." Bidas aku sambil menggalas beg dan buah buahan yang di beli tadi. Aku melambai kepada Diya yang memandu perlahan ke rumahnya yang tak sampai 50 metre dari rumah nenek.

Aku bergegas masuk ke laman rumah nenek yang di hiasi dengan pokok orkid dan bunga kertas beranika warna. Tak sabar rasanya nak jumpa nenek. Aku mengetuk pintu depan nenek yang tak di tutup rapat. Pelik juga, biasanya pintu depan mesti berkunci atau di selak dari dalam.

" Assalamualaikum" laung ku sambil menguak pintu dan mengintai ke dalam.

Ya Allah ! Ya Tuhanku ! Alangkah terkejut nya aku......


.......................................................

Lemah lutut ku melihat Sham dengan nenek di ruang tamu. Apahal mamat ni datang? Nak spy aku ker? Apa dia ingat aku melencong ke tempat lain atau balik kampung nak jumpa kekasih gelap?

" Waalaikumsalam" nenek dan Sham menjawab serentak. Aku meletak beg dan buah tangan di meja sebelum memeluk nenek dengan erat. Rindunya aku kat nenek walaupun dua bulan sudah kami berjumpa sewaktu perkahwinan aku. Bau rumah nenek yang separuh batu dan separuh kayu menggamit nostalgia zaman kecil ku. Tambah pula dengan aroma kari masakan nenek. Tiba tiba saja perut ku lapar walaupun baru pukul 12 tengahari dan aku dengan Diya sudah mengalas perut di kawasan rehat Ipoh tadi.

" You tak nak peluk I ker?" usik Sham sambil tersengih.

" Mengada, buat malu aku depan nenek saja " bisik ku dalam hati sambil duduk di sebelah nenek. Soalan yang bermain di benak ku tak mampu ku luahkan bila memandang wajah Sham. Aku cuma menundukkan muka. Rasa bersalah mula menerjah bila aku kenangkan perbuatan ku semalam dan pagi tadi. Payah sangat kah nak memaafkan suami ku sendiri sedangkan dia dah puas berusaha memujuk ku.

" Kenapa Ili tak balik sekali dengan Sham?" tanya nenek. Mungkin ianya satu soalan biasa tapi mungkin juga nenek yang dah lama makan garam dapat mengagak yang perang dingin sedang berlaku di antara kami.

" Ili kesian Diya drive balik sorang sorang. Dia perempuan pula tu. Malang tak berbau, nek" aku menjawab. Memang alasan aku boleh pakai. Lagipun mana aku tahu Sham nak datang.

" Nenek nak Ili tolong kat dapur?" kata ku pantas bila nenek bangun dan menuju ke arah dapur. Rasa janggal bila berduaan bersama Sham.

" Tak payah lah. Nenek memang dah masak awal sebab tahu cucu nenek nak datang. Ili dengan Sham rehatlah dulu." laung nenek dari dapur. Aku jadi tak tentu arah di tinggal berdua. Ruang tamu nenek yang di isi set kerusi rotan berkusyen corak putih dan biru terasa menyesakkan, walaupun rumah nenek tidak lah kecil.

" You nak lagi kopi?" aku memecah kelohongan yang hanya terisi dengan bunyi siaran TV. Tangan aku mencapai teko berisi kopi O yang terletak di tengah meja.
Sham menggeleng tapi tak bersuara. Matanya memandang ku tajam. Aku tahu dia menunggu aku membuka perbualan tapi mulut ku terkunci walaupun hati ni sarat dengan penyesalan. Aku ingin mencapai tangan nya dan meminta maaf, aku ingin meletakkan kepala ku di bahunya dan mengusap rambutnya tapi keegoan aku menggunung.

" I angkat beg ke bilik dulu." kata ku sambil menuju ke bilik tamu. Bilik yang berkatil kayu antik itu memang menjadi rebutan cucu cucu nenek masa kecil sebab seronok dapat tidur dalam kelambu. Seringkali aku kena marah sebab bermain "rumah rumah" atas katil pada waktu siang. Paling nenek tak suka ialah bila aku atau Diya berlakun jadi nenek dan jiran nya . Kelambu di selak sambil aku melaung" Cik Ani... Cik Ani masak apa hari ni?"Sememangnya itu dialog nenek dengan jirannya .... sejak kecil lagi aku dan Diya sudah menunjukkan bakat jadi Kak Nam...he! he!

Hairan pula aku, tak ada pun beg atau pakaian Sham dalam bilik. Takkan nenek biarkan dia tidur berasingan. Baru aku nak berangan betapa romantis nya tidur dalam kelambu dengan Sham...... perasan nya aku. Entah entah dia tak sudi pun nak sentuh aku.

" Nenek, Sham pergi dulu ya. Insyaallah, Sham singgah lagi masa pulang nanti." Aku terdengar suara Sham. Terkejut aku! Dia nak ke mana? Aku terus meluru keluar dari bilik.

" Sham, you nak pergi mana?" tanya ku pada Sham yang sudah berada di muka pintu.

" Eh.... kenapa nak tahu ? Tadi macam tak suka tengok I kat sini. Dah orang tak suka , I pergi lah." Kata Sham sinis. Hati aku rasa betul betul terhiris. Tapi semua ini silap aku jugak. Nenek keluar dari dapur sambil membawa Tupperware berisi pengat durian. Nenek pun tahu Sham memang suka pengat . Tak kisahlah pengat apa; pisang, nangka, durian semua memang kesukaan nya. Bila nenek ada , tak terluah apa yang aku nak ucap.

" Terimakasih Nek. Sedapnya bau. " kata Sham sambil tersenyum lebar.

" Jalan elok elok ya Sham. Jangan bawa kereta laju laju. Bila balik nanti kalau senang singgahlah rumah nenek ya. Duduk lama sikit. Boleh nenek bawa Sham jumpa saudara mara sebelah emak Sham." kata kata nenek membuat aku tertanya tanya. Sham mencium tangan nenek dan nenek mengusap kepala nya. Sayang sungguh nenek pada Sham. Sham pula memang sudah tak ada nenek atau datuk. Nenek aku lah tempat dia menumpang kasih.

Aku mengikut Sham ke luar. " Sham, I am sorry kalau .. kalau I hurt your feelings. Cakaplah, mana you nak pergi?" rayu ku dengan menggelabah. Sham duduk di kerusi kayu stail Bali dan memakai kasut. Dengan perlahan aku duduk di sisi nya. Bibit tangisan mula mencucuk kelopak mata ku.

" I nak ke Penang. Kencana Petroleum buat golf game di Bukit Jambul untuk semua oil & gas companies. Datuk Shukri suruh I dengan Khairil join sekali. Since I dah lama tak jumpa nenek, I singgah lah sekejap. Khairil pun nak pergi jumpa uncle dia yang duduk di Kamunting. Kenapa? You ingat I terhegeh hegeh datang sini sebab nak ikut you? Or you think I am spying on you?" kata kata Sham membuat aku terkejut. Sham pandai membaca fikiran ku. Muka aku merona ... malunya aku. Pantas jari aku menyeka airmata yang mula gugur.

" Sorrrryyyy, I salah sangka. Berapa hari you kat sana? Nanti kalau you balik KL, I tumpang boleh?" tanya ku. Dengan teragak agak aku meletakkan tangan ku di atas tangannya, takut nya aku kalau kena tepis. Leganya hati ku bila Sham menggenggam jari ku.

" Budak baik saja boleh tumpang I. Siapa yang degil dan tak sayang I, tak boleh. Jalan kaki balik sendiri" acah Sham. Namun bibit bibit senyuman nakal nya membuat aku lega. Aku memuncungkan mulut.

" Kalau degil, tapi sayang you, macam mana? Tumpang separuh jalan boleh?" aku melawak. Sham menarik hidung ku.

" Itupun kena duduk dalam boot kereta. Ili....Ili hati batu jugak wife I ni rupanya." kata Sham perlahan sambil merenung ku.

" I 'm sorry . Sorry sangat sangat. I minta maaf dari hujung rambut ke hujung kaki. I miss you so much, sayang." Kata ku sambil mengesat airmata yang mula mengalir kembali. Sham mengusap rambut ku perlahan. Rindunya aku pada belaian nya.

"I am sorry too. I know I hurt your feelings. I bersalah sebab tak fikir panjang sebelum I tuduh you. Dalam hati I tahu you tak tergamak nak berlaku curang. Forgive me, ok?" bisikan Sham melenyapkan segala perasaan marah ku padanya.

" Okay... zero -zero " aku tersengih.

" Tak aci. I zero... you negatif satu. Kena kiss I dulu, baru zero zero." Kata Sham sambil tersenyum nakal.

" Issh.. you ni. Malulah. Kalau Makcik Ani kat sebelah tu nampak, habis heboh satu kampung" aku merungut

" Apa pulak? Kita dah kawin lah. Kenapa dia nak heboh? Cepat lah. Nanti kempunan I bila pergi Penang. Main golf pun sure kalah." Sham mengecek. Aku mengucup tangan Sham.

" Ok ..dah. Nanti nenek marah kalau lebih lebih. Sini bukan Hollywood, ni Taiping... he! he!" kata ku sambil ketawa melihat jelingannya. Tiba tiba wajah Sham bertukar menjadi serius.

" Khairil dah sampai. I have to go. Take care of yourself, sayang. Whatever happens, remember that I love you. Always and forever" Kata Sham lembut sambil mengusap pipi ku yang kembali di tumpahi air jernih. Bila mata kami bertentangan , aku tidak mampu mengalihkan pandangan ku. Alangkah indahnya kalau hanya wajah Sham memenuhi ruang mata ku setiap waktu. Rugi nya setiap detik bila berjauhan darinya.

" I love you too. No one else but you" kata ku dalam sebak sambil menggengam erat jarinya.

Sham menaiki kereta Honda CRV kepunyaan syarikat dengan Khairil, salah seorang Senior Engineer di Isfahan. Aku melambai dengan senyuman walaupun hati aku berat melepaskan nya. Entah kenapa perpisahan kali ini terasa aneh.... walaupun Sham akan kembali malam esok. Dia memandang tepat kepada ku sehingga keretanya hilang dari pandangan. Ketika itu , aku terasa kekosongan yang amat memilukan.
........................................................................................................................................

Jantungku bergerak deras melihat nenek terjelepuk di sisi kerusi rotan di ruang tamu. Nafas ku menjadi sesak. Rumah nenek nampak kemas seperti biasa. Tak mungkin ada pencuri atau penceroboh yang masuk dan mengapa apakan nenek. Lagi pun aku ke rumah Diya cuma lima belas minit untuk meminjam buku resepi selepas Asar tadi.

Aku terus menerpa dan memangku kepala nenek. " Nek..nek" seru ku. Pipi nenek ku tepuk dengan lembut. Peluh dingin mula merembes di pelipis ku bila tiada tindakbalas darinya. Aku mencapai tangan nenek. Nadinya masih ada.... Alhamdulillah. Pantas aku mendial nombor rumah Pak Ngah. Bila Diya menjawab , dengan suara tersekat sekat aku menceritakan keadaan nenek.

" Astaghfirullah! Aku datang sekarang" katanya dengan nada separuh menjerit.

Sambil mengusap rambut nenek, aku menelefon Mama.

" Ili, telefon ambulans cepat. Nenek kena di bawa ke hospital. Mama balik secepat mungkin" suara Mama cemas. Lebih lagi hari ini Papa ke Melaka sebab ada urusan di hospital pakar di sana. Kalau tidak mungkin Papa boleh memberi panduan apa yang harus aku lakukan. Tangan ku menggeletar bila mendial nombor kecemasan untuk ambulan.

Sejurus itu, Pak Ngah dan Diya pun tiba . Kedua nya tercungap cungap, mungkin mereka berlari dari rumah. Airmata yang ku tahan dari tadi mula mengalir.

" Sabar Ili. Insyaallah nenek tak apa apa. " Pak Ngah cuba meyakinkan kami tapi aku tetap menangkap kegusaran dalam nada suara nya.

" Jom kita hantar nenek ke hospital. Kalau tunggu ambulan mungkin lambat." Kata ku. Aku bingung, entah berapa lama nenek dah pengsan. Aku takut kalau dia di serang angin ahmar atau koma terus sebab pengaliran darah ke otak terhenti. Papa pernah bercerita yang angin ahmar boleh terjadi dengan tiba tiba, lebih lagi bagi orang yang sudah berumur macam nenek. Setahu aku nenek tidak ada penyakit yang serius, cuma dulu pernah kena kencing manis. Tapi dia rajin makan ubat dan mengawal makanan. Kini umurnya sudah 75 tahun tapi nenek masih lagi kuat dan cergas.

Pak Ngah sudah pulang ke rumah untuk mengambil kereta. Aku berusaha menenangkan Diya yang lebih tertekan walaupun aku sendiri dalam keadaan cemas. Diya lah yang sering menjenguk nenek dan dia menyalahkan dirinya kerana pergi ke KL untuk perkahwinan kawannya. Selama 4 hari dia tak ada disini. Mungkin nenek tidak sihat masa pemergiannya.

Tiba tiba nenek membuka mata. Terkebil kebil dia memandang aku dan Diya.

" Ya Allah.. kenapa dengan kamu berdua ni?" nenek bertanya sambil mengurut dadanya. Nenek cuba bangun sendiri tapi tak berdaya. Aku dan Diya memapahnya ke kerusi. Nafasnya agak semput.

" Syukur Alhamdulillah, nenek dah sedar. Tadi nenek pengsan masa Ili balik dari rumah Diya. Ili dah panggil ambulans. Kita pergi hospital ya, nek"

" Hospital? Tak payah lah . Buat apa pergi hospital? Bukannya nenek sakit teruk. Cuma pening pening saja" nenek membantah. Aku dan Diya saling berpandangan. Kami berdua cuba sedaya upaya memujuk nenek tapi nenek tetap degil. Kalau Sham ada di sini, mesti dia dapat meneka dari siapa aku mewarisi sifat degil aku.

" Kalau nenek tak nak pergi hospital, malam ni jugak Ili nak balik KL." gertak ku. Tak ada cara lain yang lebih efektif. Akhirnya nenek mengalah, walaupun mulut nya tak henti membebel.

Tak sampai 10 minit, ambulan pun tiba. Nasib baiklah Taiping bukan macam KL yang sentiasa sesak dengan trafik. Aku menaiki ambulan bersama nenek sementara Diya dan Pak Ngah menyusur dengan kereta. Sampai di Hospital Besar Taiping, nenek terus di kejarkan ke wad kecemasan.

Aku, Diya dan Pak Ngah menunggu di luar dengan penuh debaran. Aku berdoa semoga nenek tak ada masaalah kesihatan yang serius, tak puas lagi aku bermanja dengan nenek. Tak sangka pula kepulangan aku di sambut dengan kejutan begini. Tiba tiba aku teringatkan Sham. Alangkah baiknya kalau lah dia ada di sisi ku sekarang. Tapi aku tak patut menyusahkannya , aku cuma menghantar mesej memberitahu apa yang terjadi. Memadailah kalau dia berdoa untuk nenek.

" Pakcik Daud, Diya. Buat apa di sini?" Suara lelaki menyapa . Aku mengangkat muka setelah menekan butang "Send" di henfon. Seorang lelaki tinggi lampai berwajah kacak iras M Nasir dan berkaca mata berdiri di depan Pak Ngah bersama seorang wanita sebaya Mama. Siapa pula mereka ni? Yang pasti bukan saudara aku. Aku bangun untuk bersalaman.

" Ini anak Cikgu Ana kan? Nama apa? Auntie dah lupa lah. Lama Auntie tak jumpa. Apa khabar ?" wanita berbaju kurung hijau dan bertudung putih itu menyapa mesra.

" Khabar baik. Saya Ili. Anak nombor tiga" balas ku sambil membetulkan T shirt Polo kuning yang aku pakai. Bukan aku nak perasan tapi dari tadi lelaki itu memandang aku semacam saja. T shirt aku bukannya ketat atau singkat sampai nampak perut. Jeans lusuh yang aku pakai pun tidaklah macam sarung nangka.

" Ili , ingat tak Abang Jo? Wah, Ili dah besar dan makin cantik. Dulu comel tapi macam tomboy. " Sampuk lelaki itu pula sambil mendekati aku. Oohhh... ini ker Abang Jo yang Diya ceritakan dalam kereta tadi? Dari ekor mata, aku melihat Diya mengenyet matanya. Diya..Diya...Dalam pada risau menunggu khabar tentang nenek, ada hati nak buat lawak juga tu.

Aku mengangguk" Ingat lagi. Abang Jo kerja di mana sekarang? Juli apa khabar?". Aku rasa janggal dengan tenungannya. Takkan dia tak tahu aku ni bini orang. Mungkin tidak , aku bukannya kahwin di Taiping. Lain lah kalau aku artis popular, satu Malaysia pun tahu.

" Abang kerja di BEP Arkitek, tapi bulan depan Abang join Putrajaya Holdings. Juli sihat, dia stewardess dengan Air Asia . Keluarga Ili di mana sekarang?" Abang Jo mengambil tempat duduk di sebelah ku. Belum sempat aku menjawab, henfon aku berbunyi. Pantas aku meminta diri untuk menjawab panggilan dari Sham. Aku terus ke sudut yang jauh dari hingar bingar pelawat.

" Ili, macam mana dengan nenek? " terdengar kerisauan dalam nada Sham.

" Tak tahu lagi. Doktor belum beritahu apa apa" jawab ku.

" I baru check in kat Equatorial Hotel. Lepas I rest sekejap, I balik sana."

" Sham... tak payahlah datang. You mesti letih. Takkan you nak ulang alik ke sini. I rasa nenek ok, bila dia sedar tadi dia dapat cakap macam biasa" kata ku cepat. Sebak rasanya bila tanpa di suruh, Sham sudi datang. Sayang betul dia pada nenek.

" I saja cari excuse nak jumpa you. You tak miss me ker? " tanya Sham. Aku tersenyum kecil. Hati ku berbunga bunga bila Sham mula mengusik.

" Of course I miss you, sayang. Tapi malam besok kita jumpalah. Nanti Datuk Shukri marah kalau you punya golf game teruk. Sham, I have to go. Doktor dah datang. Nanti I call you back. "

Melihat doktor mendekati Pak Ngah, aku pun bergegas ke arah mereka. Abang Jo dan ibunya sudah tidak kelihatan. Dr Thevaraj memberitahu yang keadaan nenek tidak membahayakan. Nenek pengsan kerana tekanan darah rendah. Selepas pemeriksaan lanjut dan di beri ubat , dia di benarkan pulang. Alhamdulillah, lega rasanya.
................................................................................................................................................

Mama dan Auntie Wan Amnah rancak berbual sambil menjamu selera dengan cucur udang dan teh o panas yang aku buatkan. Sekali sekala aku dapat tangkap perbualan yang di sulami gelak tawa dari dapur. Walaupun Auntie Wan tidak lama di kampung ini tapi persahabatan yang mereka jalinkan tetap utuh. Ada juga hikmahnya nenek jatuh pengsan semalam, peristiwa itu menemukan Mama dan sahabat lama nya.

" Ili dah kahwin rupanya. Mati mati I ingat dia single lagi. Untung you, anak semua dah lepas" kata Auntie Wan

" Alhamdulilah. Cuma yang bongsu Irfan masih belajar kat UK. Johari dengan Juliana pula macam mana?"

" Hmmmm" Auntie Wan mengeluh panjang. " Juliana tu dah nak bertunang tapi Jo belum ada pilihan lagi. Entah lah, cerewet betul anak bujang I tu. Umur dah makin lanjut. Girlfriend ramai tapi tak ada yang dia nak jadikan isteri. Tunggu bidadari dari langit gamaknya."

Aku tersengih sendirian mendengar luahan hati Auntie Wan. Aku tengah berura ura nak introduce Abang Jo kepada Wani. Wani berumur 27 tahun, Jo 29...ok lah tu. Mana tahu kot kot Wani ada ciri ciri bidadari idamannya.

Sejak semalam, aku dan Mama tak membenarkan nenek membuat apa apa kerja. Segalanya kami lakukan berdua, nenek di layan macam permaisuri. Nenek tak habis habis membebel tapi kami terpaksa pekakkan telinga. Sambil menggosok baju nenek, aku menjeling jam tangan ku. Sudah hampir pukul 3 petang. Kata Sham, dia akan bertolak dari Penang pada pukul 4 petang. Kalau trafik tak banyak, sebelum Maghrib dia akan sampai. Semalam hampir setengah jam aku bergayut di telefon dengan Sham. Tak pernah aku berbual di telefon begitu lama dengannya sejak kahwin, rasa macam zaman mula berkenalan dulu . Macam macam kami bualkan, dari cerita Lisa yang sewel membuat fitnah, cerita aku di Singapore dan keadaan nya semenjak aku tiada. Dari lucu hingga serius dan semestinya kata kata romantik yang mencairkan hati aku. Aku pula tak ubah macam Sabariah berguling guling di atas katil mendengar suara Kassim Selamat dalam cerita Ibu Mertua Ku. Tak sabar rasanya nak jumpa Sham petang ni... gatai nyaaa aku. he! he!

" Ili, Diya dah tunggu kat luar. " kata Mama sambil menjenguk ke dapur. Aku dah janji dengan Diya untuk pergi ke pekan. Diya hendak membeli perkakas menjahit, sambil itu boleh lah singgah di Restoran Bismillah atau makan ais kacang. Aku ke bilik untuk menukar pakaian sebelum bergegas keluar.

" Amboi , glamer nya makcik ni. Tak takut orang mengurat ke?" laser Diya melihat aku berjeans putih dengan top merah berlengan pendek yang aku beli di Singapore.

" Kau ni ada ada jer lah. Eh, mana Aina dan Norman? Kata nak bawa derang sekali?"

" Mak mertua aku datang jemput dia orang balik ke rumahnya. Lega aku. Boleh lepak dengan kau lama sikit. Kalau ada budak budak tu, kejap nak pergi toilet, kejap nak aiskrim, nak dukung, nak tidur.... macam macam kerenah. " kata Diya sambil mencebik. Aku mengangguk tanda faham. Diya surirumah sepenuh masa, adakalanya nak jugak masa untuk diri sendiri.

" Nasib baik Mama ada. Boleh juga dia tengok nenek. Kalau tak, aku tak merasa keluar dengan kau."

" Itulah. Kalau Sham dah sampai nanti, mesti kau nak dating dengan dia pula. Kalau tak pun asyik terperap dalam bilik." Diya mengusik. Aku menampar lengannya walaupun dalam hati memang itulah plan aku... he he!

Selesai ke kedai jahitan, kami berjalan jalan sekeliling pekan Taiping yang saiznya lebih kurang sama dengan kampus Kolej Sunway tempat aku buat matriculation dulu. Bila dah habis kami meneroka, aku dan Diya ke Restoran Bismillah. Sedang kami rancak berbual sambil menunggu pesanan, tiba tiba Diya melambai.

" Abang Jo, joinlah kita" laungnya. Aku menoleh dan ternampak Abang Jo dengan senyuman lebar berjalan ke arah meja kami.

" Hi Diya, Ili. Dah lama korang sampai?" dia bertanya sambil mengambil tempat duduk di sebelah aku.

" Ada lah 15 minit , tapi order pun tak dapat lagi." Jawab Diya dengan selamba sambil menjeling pelayan yang lalu. Tak lama selepas itu teh tarik kami pun sampai.

" Lawanya Ili hari ni." Mamat ni tak habis habis memuji aku. Rimas betul ! Dari semalam lagi. Lepas nenek balik dari hospital, mereka sekeluarga datang ke rumah untuk melihat keadaan nenek. Aku cuma berkain batik dan berbaju Kedah tapi Abang Jo memuji aku seolah aku Kiera Knightley yang bergaun Christian Dior untuk ke majlis Academy Award. Geli aku! Mama sempat bergurau yang kalau aku masih bujang, Abang Jo tu ada hati nak masuk meminang.

" Terimakasih" ucap ku selamba dengan senyuman kecil

" Hubby Ili tak sampai lagi kah? Tak takut ke dia ? Tinggal bini sikit punya cun sorang sorang. Nanti ada orang tackle..." sambungnya lagi.

" Tak de maknanya. Sham tak takut sebab dia tahu I ni sayang gila kat dia. I tak pandang lelaki lain dah." kata ku sambil tersengih. Ha... amek kau! Jelas nampak perubahan di wajah Abang Jo selepas mendengar jawapan ku.

" Sham memang hensem" sampuk Diya " Macam pinang di belah dua dengan Ili" Diya pun nampak tak selesa dengan kelakuan Abang Jo. Macam lah tak ada perempuan lain.

" Abang takkan tak ada girlfriend? Kalau tak ada, I can introduce you to my friend" aku memberi cadangan.

" Boleh juga. Apa salahnya berkenalan? Tapi sebenarnya Abang ada ramai girlfriend, cuma tak ada yang special. Entahlah, yang suka kat kita, kita tak berkenan. Yang kita suka dah kawin"

Nasib baik henfon aku berbunyi, sekaligus menamatkan ayat propa Abang Jo.
" Ili kat mana? Boleh balik sekarang?" suara Mama begitu cemas. Berderau darah aku.

" Ada apa apa jadi kat nenek ke?"

" Tak. Nenek ok. Ili balik cepat ya" Mama segera memutuskan talian.

Aku terpinga pinga. Tiba tiba jantung ku bergetar kencang. Ya Allah...adakah sesuatu berlaku pada Sham? Patutlah dia tidak menjawab panggilan aku atau membalas SMS sejak petang tadi. Melihat muka aku yang tiba tiba pucat, Diya terus bangun dan menuju ke kaunter untuk membayar. Perjalanan pulang ke rumah nenek ku rasa amat jauh. Aku tak henti henti berdoa supaya Sham selamat. Baru saja kami berbaik semula. Pinta ku janganlah ada bencana yang berlaku. Aku tak sanggup menanggung derita sekali lagi.

Sampai saja di rumah , aku meluru masuk dan mencari Mama.

" Mama, apa jadi? Is it Sham?" jerit aku. Airmata yang aku tahan mula bercucuran bila melihat wajah Mama yang sugul.

" Ili ...sabar sayang. Kereta Sham accident, dia di hospital sekarang. Let's go." Kata Mama sambil memaut bahuku. Jantung ku seakan melantun lantun dalam rongga dada. Badan ku jadi lemah namun ku gagahi juga....
................................................................................................................................................
Dalam perjalanan Mama memberitahu yang dia menerima panggilan dari Abah mengatakan kereta yang di naiki Sham bertembung dengan Bas Kilang berdekatan dengan exit ke Taiping. Nasib baik ada dua kereta staf Isfahan yang juga dalam perjalanan pulang dari Penang di belakang dan mereka mengejarkan Sham dan Khairil ke hospital. Mak dan Abah juga dalam perjalanan ke sini.

Aku antara dengar dan tidak cerita Mama. Yang jelas di mata ku cuma bayangan wajah Sham sewaktu kami berpisah semalam. Kata kata terakhir nya pada ku kembali menghantui ku. Kenapa aku di beri ujian yang sungguh hebat ini? Ya Allah...berilah aku kekuatan.

" Shamsul Hazril Shamsudin di bilik mana kak?" tanya ku pada Sister yang bertugas di wad kecemasan. CEPATLAAAAH....! jerit ku dalam hati bila dengan sikap acuh tak acuh dia merujuk ke computer di depannya.Aku rasa masa berlalu begitu lambat sekali.

" Yang accident tadi ke?" dia bertanya. Aku cuma mengangguk, lidah ku terlalu berat untuk berkata. Ketika itu rasa pening, mual, sesak nafas semua bercampur aduk. Janganlah aku pengsan sebelum dapat berjumpa Sham.

" Bilik 112. Pergi terus kemudian belok kiri".

Aku terus berlari mengikut haluan. Setibanya aku di luar bilik 112, kelihatan dua jururawat menolak mesin dan trolley berisi peralatan keluar di susuli seorang doktor. Tanpa menghiraukan mereka, aku merempuh masuk.

Seluruh dunia ku menjadi gelap bila melihat tubuh kaku yang di litupi kain putih. SHAMMM.... jeritan yang keluar dari bibir ku kian lenyap.

6 BULAN KEMUDIAN

" Kak Ili, ada orang nak jumpa" suara Gina ceria melalui telefon. Siapa pula ni? Seingat aku, pagi ini aku tak ada appointment . Kalau client datang pun, takkanlah seawal 9.10 pagi. Aku menghabiskan perkataan yang sedang di taip dan menekan butang Save sebelum ke meja penyambut tetamu.

" Assalamualaikum. Happy Birthday, Ili" jejaka tinggi lampai berkaca mata itu menghulurkan sejambak bunga dan sekeping kad. Aku membalas senyuman nya dengan mesra. Bestnya! Pagi pagi lagi dah ada orang ingat yang hari ini harijadi aku yang ke 25.

" Terima kasih. Susah susah saja datang. Mesti ada udang di sebalik mee maggi. Nak I belanja you lunch kah?" aku mengusik

" Mestilah I nak. Tapi not today. I kena terus ke Putrajaya, ada presentation untuk Chairman. Ili jangan lupa janji kita tau. Jangan nak mengelat, okay" katanya sebelum bersalaman dengan ku.

" Thanks again Abang Jo. Its really sweet of you." aku menunggu hingga dia keluar dan kelibat nya hilang di sebalik pintu lif sebelum kembali ke tempat ku.

Jambangan bunga beranika warna itu aku letak di kerusi depan meja ku. Kad warna pink yang di coret dengan tulisan penuh makna aku baca dengan senyuman dan hati yang girang sebelum memasukkannya semula ke dalam sampul yang berwarna senada.

Aku kembali menumpukan perhatian kepada credit memo di skrin laptop ku. Inilah credit memo yang terakhir aku buatkan untuk ABN Bank. Banyak peristiwa yang telah berlaku yang akan mengubah hidup ku. Dari segi kerjaya dan kehidupan peribadi, bermacam dugaan dan cabaran telah melanda. Namun aku akur dengan segala ketentuan Allah swt. Setiap yang berlaku ada hikmah di sebaliknya dan Alhamdulillah, aku telah menjadi lebih kuat dengan setiap ujian yang ku tempuhi.

ABN Bank telah di ambil alih oleh Royal Bank of Scotland. Operasi cawangan di Malaysia akan di kecilkan. Setelah berfikir panjang, aku membuat keputusan untuk mengambil VSS. Mungkin rezeki aku murah, aku mendapat tawaran kerja dari beberapa tempat lain yang sedang aku pertimbangkan. Namun aku sedih untuk meninggalkan tempat ini dan kawan kawan yang akrab dengan ku, termasuklah bos yang kepala angin. Semuanya akan amat ku rindui. Pekerjaan pertama ku telah memberi seribu satu pengalaman dan banyak mengajar aku. Seperti cinta pertama ku , tempat kerja pertama tak akan aku lupakan sampai bila bila.

Nak tak nak, sekarang aku terpaksa melakukan kerja yang paling aku benci - mengemas meja dan cubicle ku. Selain aku, Shahrul dan Wani juga mengambil VSS. Sedang aku rancak menyimpan barang barang ku dalam kotak, aku terhenti seketika bila melihat gambar aku bersama Hadi dan gambar perkahwinan aku dengan Sham. Segala kenangan suka duka pantas ku tolak ke tepi, aku perlu teruskan tugas. Takut pula kalau kena sergah dengan Encik Reza sebab lambat nak kosongkan tempat ku. Wani antara yang pertama berhenti jadi makin tensionlah Encik Reza sejak ketiadaan nya.

" Ili..kau dah habis pack barang?" laung Shahrul dari tempatnya. Aku akan merindui jeritan Shahrul nanti. Dia antara yang paling beruntung, sudahlah dapat VSS lebih kurang RM60,000 pastu dapat pula offer kerja baru dari Stanchart dengan gaji hampir RM10 ribu. Makin naiklah saham pakcik ni....

" Sikit lagi. Kenapa? Kau nak tolong hantar ke?" sahut ku

" Boleh jugak. Nanti petang aku hantar kau pulang, sekali dengan kotak kotak kau. Esok kau dah tak datang kerja kan?"

" A'ah...hari ni last day aku. Tapi kalau ada apa apa , boleh call henfon aku. Tapi Shahrul, kalau kau jerit dari rumah kau kat Kota Damansara pun aku boleh dengar dari rumah aku kot" jawab ku sambil tergelak. Aku cepat mengelak bila Shahrul membaling gumpalan kertas ke arah ku.
................................................................................................................

" So, apa plan kau lepas ni Ili? Kalau kau nak, aku boleh tolong recommend kalau ada vacancy di Stanchart nanti" tanya Shahrul dalam perjalanan pulang. Dua kotak berisi barang aku di letakkan di tempat duduk belakang. Boot kereta sudah penuh dengan harta karun Shahrul.

" Entahlah ...aku tak buat keputusan lagi. Kau faham faham jerlah keadaan aku macam mana. Aku tak nak terburu buru. Tapi aku mesti nak kerja juga satu hari nanti. Duit VSS yang aku dapat tu bukannya banyak "

" Ili..Ili. Mengada lah kau ni. Duit Dato Shamsudin tu sampai tujuh keturunan pun tak habis tau." Perli Shahrul sambil ketawa

" Duit dia tak ada kena mengena dengan aku lah" jawab ku ringkas. Ada ada saja Shahrul ni, macam lah tak kenal aku. Selagi aku masih terdaya, aku tak mahu bergantung pada orang lain.

" Keluarga kau apa khabar?" pertanyaan Shahrul membuat hati aku sayu. Sejak tiga bulan lalu, Papa di sahkan mengidap barah usus. Pada mulanya aku sendiri susah nak percaya, kerana Papa seorang doktor dan sentiasa menitikberatkan kesihatan. Mujurlah barah nya di Stage kedua, ada peluang untuk sembuh selepas menjalani pembedahan dan kemoterapi. Aku hanya mampu memberi sokongan moral dan membantu Mama menjaga nya bila dia keletihan dan loya setelah rawatan kimoterapi. Itulah salah satu sebab yang membuat aku mengambil VSS. Aku ingin membalas jasa Papa biarpun dia cuma bapa tiri ku. Kak Nadia dan Abang Nabil memang tak dapat balik ke sini selalu.

" Papa aku baru lalui course pertama chemo. Lepas ini ada dua round lagi. Tapi setakat ini nasib baik jugalah, kanser dia tak merebak ke organ lain" jawab ku.

" Kau tak nak singgah Shahrul? " aku mempelawa bila sampai ke lobby kondominium. Sebenarnya aku cuma ajak ajak ayam. Takkanlah aku nak ajak lelaki yang bukan muhrim masuk ke rumah. Lagipun badan aku terasa amat penat sekali. Nasib baik aku tala betul betul masa farewell lunch tengahari tadi. Tak payah nak masak untuk dinner, memadai dengan makan roti saja. Sejak Sham tak ada, memang aku jarang masak. Tertutup selera ku kalau makan seorang diri. Selalunya aku ke rumah Mama untuk dinner.

" Tak payah lah. Nanti ada pegawai pencegah maksiat cekup... buat naya jer. Anyway, aku nak cepat. Keep in touch tau. Kau lah member yang paling aku rindukan nanti" kata kata Shahrul membuat hati aku di landa kesayuan. Walaupun cuma dua tahun aku mengenalinya, kami memang akrab. Bagi aku dia macam Zara, tapi versi lelaki.

Aku menolak trolley berisi kotak ke apartment aku. Setiap kali aku membuka pintu depan, aku pasti teringat kali pertama aku menjejak kaki ke sini. Laungan " SURPRISE" yang menyambut ku masih terngiang ngiang lagi. Airmata ku mula mengenangi kelopak mata. Kini kesepian menjadi sahabat karib ku.

Aku ke ruang dapur mengambil vas untuk jambangan bunga yang aku terima dari Abang Jo dan juga lagi satu jambangan dari kawan sepejabat. Harapan ku dengan dikelilingi bunga bungaan yang indah, akan terubat sedikit kekosongan yang aku rasai. Aku terkilan kerana tak dapat meraikan harijadi bersama dengan Sham. Sepatutnya aku meraikan harijadi ku yang ke 25 bersama dengan orang yang ku cintai, tapi sudah nasib ku... hanya rumah yang sepi menanti ku.

" MAAAKKKKK!" jerit ku bila mata ku dicekup dari belakang. Nasib baik vase yang aku pegang tak terlepas dari tangan.

" Ha ha ha....." gelak tawa memenuhi ruang. Pinggang ku di rangkul erat.

"Bila you balik? You cakap nak balik lusa" aku menatap wajah yang tersayang.

" Alaa... I saja nak surprisekan you. Takkan I nak biarkan you celebrate your birthday seorang diri. Birthday you yang pertama as my wife pula tu. Happy Birthday sayang" Sham mencium pipi ku.

"Thank you. Eh, Boss tak marah ke you balik awal?" tanya ku sambil mengusap lengannya. Rindunya aku pada Sham. Sudah seminggu dia ke Kerteh tapi aku rasa macam setahun.... alahai!

"Lantaklah kalau dia nak marah pun. I tak kisah. I lagi takut kalau boss ni merajuk" katanya sambil mencuit dahu ku.

Aku menangkap dan mengucup jarinya. Aku meletakkan vase yang berisi bunga di meja console sebelum membuat minuman petang untuk Sham. Aku menyanyi perlahan sambil menggoreng karipap. Hilang sudah segala kekosongan dan kehampaan yang aku rasai. Yahoo!... Sham dah balik.

Aku memasang TV dan terus menghempas diri ke sofa panjang. Sebaik saja aku duduk, Sham merebahkan kepalanya di riba ku sambil mengunyah karipap.

"Makin lama, makin manja baby besar ni." Kata ku sambil mengusap rambutnya. Parut luka accident di dahinya masih nampak. Aku cukup malu bila mengingat kembali peristiwa di hospital Taiping itu. Melihat seluruh tubuh Sham di litupi kain putih , aku terus pengsan.

" I tutup muka I dengan selimut sebab lampu di bilik hospital tu terang sangatlah. Susah I nak tidur. I tak sedar pun you masuk. Tiba tiba dengar you menjerit dan pengsan, kesiannya. " Sham menerangkan kisah sebenarnya pada ku sambil cuba menahan tawa. Gerammmnya aku! Dalam kekusutan dan kesedihan yang melanda, manalah aku terfikir untuk menyelak selimut atau memastikan sama ada dia masih bernyawa. Tapi beberapa malam selepas itu, tidur ku sentiasa terganggu. Aku sering terjaga dan setiap kali aku mesti pastikan yang Sham di sisi ku dan masih bernyawa. Padahal kecederaan Sham tidaklah se parah mana, cuma luka agak dalam di dahinya dan tangannya terkena kaca bila dia menghadang mukanya dari serpihan kaca windscreen. Kaki nya dan lutut nya juga terkehel .

Hampir sebulan Sham tidak dapat berjalan dengan betul dan terpaksa menggunakan tongkat. Aku sentiasa berada di sisinya dan memberinya semangat. Masa itu aku menjaga nya betul betul seperti bayi kecil. Tak dapat aku bayangkan bagaimana bersyukurnya aku bila masih dapat bersama Sham, hingga aku sanggup melakukan apa saja. Sham sangat tabah dan semangat nya kuat walaupun aku tahu dia di landa kesakitan. Setelah menjalani fisioterapi , lama kelamaan barulah keadaannya pulih.

" Ili, siapa yang bagi bunga tu?" Sham menerjah lamunanku dengan soalan cepumas.

" Brad Pitt dan Hans Isaac.... eh...tak.. janganlah... he he" jerit ku bila Sham mula menggeletek. " Abang Jo dengan my officemates lah. "

Tiba tiba aku teringat sesuatu. Aku mengambil kad yang di beri Abang Jo dan menghulurkannya pada Sham. Sham tersenyum lebar bila membacanya.

" Kawin juga Abang Jo dengan Wani ya. He..he.. ! Ili, you patut buka agency mencari jodoh. Tak payah susah susah nak cari kerja." Nak di jadikan cerita , Abang Jo berjumpa dengan Sham di rumah nenek selepas kemalangan nya dan barulah mereka dapat tahu yang mereka ada pertalian darah. Mak dengan bapa Abang Jo sepupu rupanya. Sejak itu Abang Jo berasa segan dan menjauhkan diri dari kami tapi aku buat selamba. Selepas Sham sembuh dan kami kembali ke KL, aku kenalkan Abang Jo dengan Wani. Agaknya cinta pandang pertama kot...sebab terus berkenan dan dua minggu lagi dah nak kahwin pun. Syukur Alhamdulilah!

" Ili, you tak nak tahu apa your birthday present?"

" Alaa... tak payah bagi apa apa pun. You dah selalu bagi I hadiah. You balik ni pun dah cukup" Memang aku tersentuh bila Sham sanggup pulang awal untuk ku. Sejak kebelakangan ini perasaan aku cukup sensitif. Mudah saja airmata aku mengalir kalau sedih mahupun gembira.

" I dah book flight dan hotel di Bali. Besok kita pergi honeymoon okay ? Dah lama I janji dengan you. Tapi setiap kali kita nak pergi, ada saja hal yang timbul. "

" Honeymoon? He ..he! Kelakarlah. Mana ada orang dah hampir setahun kahwin baru nak pergi honeymoon , buat malu jer" aku tersengih. Dalam hati aku memang teruja, sudah lama aku tak pergi bercuti.

" Apa pasal pula tak boleh? Ada undang undang ker? Alaa.. . you tu masih macam anak dara, tau tak? Mesti ramai yang ngorat you nanti. You jangan gatal nak pergi belajar surfing pula" Sham memberi amaran. Aku memang teringin nak belajar surfing, dari dulu lagi. Kata kawan kawan ku yang pernah ke Bali, di Kuta Beach ada ramai instructors yang pandai mengajar. Harga pun murah.

" Habis tu , nak buat apa? Takkan nak berkurung dalam bilik jer? Boring lah" aku mencebik.

" Boring? Oh... selama ni boring ya? " Sham terus bangun dan masuk ke bilik.

Alamak, aku tersilap cakap. Sensitif betul Sham ni. Aku terus meluru dari belakang. Janganlah kami bergaduh masa birthday aku. Silap silap tak jadi pergi Bali lagi sekali.

" Sayang, I'm sorry. Bukan nya I cakap you boring...er.. I don't mean dengan you .... er.. I tak pernah boring... ala, takkan you tak faham apa I nak kata" muka aku merona merah bila Sham merenung ku dari birai katil. Aku duduk di lantai berhadapan dengannya dan meletakkan kepala ku di riba nya.

" Sorry lah. Janganlah marah I hari ni, please. I take back my words. Kalau pergi Bali duduk 24 jam dalam bilik dengan you pun I tak kisah. Tak boring langsung" aku memandang wajah nya dengan muka perasan cute lah konon. Tapi Sham sikit pun tak cair. Mukanya tetap tegang. Bibit tangis mula menyentuh tubir mataku.

" Sayang...janganlah macam ni. I dah cakap sorry. Apa lagi you nak I buat? " aku merayu dengan suara yang mula serak.

" Itu pun nak kena tanya?" kata Sham dengan senyuman nakal sambil menarik tubuhku.
..............................................................................................................

" Ili, this is for you. Happy Birthday sayang." Kata Sham sambil mencapai kotak kecil di meja sisi katil. Dahi ku di kucupnya. " I love you"

" Wah! Cantiknya... thank you so much." Aku tergamam melihat loket berbentuk hati yang di kelilingi berlian kecil dengan sebutir mutiara tergantung di tengahnya.

" I pun ada something nak bagi kat you. Kejap ya." Kata ku sambil bangun dari katil dengan T shirt baggy sampai ke lutut yang menjadi pakaian tidur ku

" Apa ni? " tanya Sham dengan musykil bila aku memberinya sekeping kertas bersaiz A4. Mata nya terbeliak dan senyuman terukir di bibirnya sekaligus menampakkan lesung pipit yang menjadi punca ke angauan ku.

" My baby" bisiknya dengan terharu

" OUR baby lah" balas ku lembut sambil menatap gambar scan yang di ambil di klinik tiga hari lalu. Ketika itu aku berasa letih dan hampir pitam di rumah Mama. Kak Ngah yang berada di sana mengajak aku ke klinik. Tak tergambar perasaan ku bila mengetahui aku mengandung 8 minggu. Gembira bercampur terkejut, takut, teruja... macam macam ada.

" Tapi perut Ili leper lagi. Macam tak percaya saja" kata Sham sambil mengusap perut ku. Aku ketawa kegelian sambil menepis tangannya.

" Janganlah.. pening baby ni nanti. Memanglah tak nampak , baru dua bulan. Nanti bila dah 9 bulan, perut ni besar macam ikan paus." Gurau ku.

" Nanti baby ni mesti putih gebu macam Ili" kata Sham

" Mesti senyuman dia manis dengan lesung pipit macam Sham" sambung ku

" Tak sabar rasanya. I akan jadi bapa. Syukur Alhamdulilah. Thanks Ili... I love you, always and forever" lembut suara Sham menyapa telinga ku. Mata Sham yang bergenang dengan airmata membuat aku juga menitiskan airmata di dalam pelukan nya.

" I love you too.... three , four, five.. one thousand...sampai infinity" balas ku sebelum hidung ku di tarik. Ya Allah, aku pohon kepadamu semoga anak ku selamat dilahirkan dan rumahtangga ku bahagia dan berkekalan hingga akhir hayat. Biarlah abadi percintaan kali kedua aku dan Sham. Aminnnnn.......
.................................................................................................................

EPILOG

" Fa subbhana lazi biyadihii malakuutu kulli shai iwailaihi turja'un .
Sodakhollahul 'azim"

" Kenapa Ayah tak pernah kawin lagi? Mesti Ayah betul betul cintakan arwah Ibu kan?" pemuda kacak berusia 21 tahun itu bertanya kepada lelaki separuh abad yang masih segak dan tampan. Setiap kali menziarahi pusara ibunya, pasti itulah soalan wajib yang di lafazkan.

" Seluruh hati ayah milik ibu kamu dan kamu, Iz. Tak ada ruang untuk perempuan lain. Ayah tak pernah sunyi. Setiap hari kenangan bersama ibu mu sentiasa menemani ayah. Dari waktu ayah bangun, hingga dalam mimpi. " Setiap kali jawapan itu jugalah yang pasti di beri. Mata lelaki itu berkaca sejenak, sebelum menjirus air ke atas kubur yang di sekat mamar putih.

" Ibu mesti seorang yang sungguh istimewa kan, Ayah. Iz sedih tak dapat mengenalinya, tak dapat merasai kasih sayang ibu. " Pemuda bernama Shamsul Izani menyeka airmatanya.

" Sudah takdir Tuhan Iz, nyawa ibu kamu di ambil sebaik saja Iz selamat di lahirkan. Iz adalah hadiah yang paling berharga darinya untuk Ayah." Kata Sham sambil tersenyum.

" Ustaz Iz kata perempuan yang meninggal ketika melahirkan anak, di kira mati syahid. Roh nya dapat melihat orang orang yang di sayanginya. Agaknya sebab itu lah , Ayah rasa Ibu masih ada bersama."

" Mungkin...wallahualam. Ayah tak pernah rasa kehilangan atau pun keseorangan selama ini. Kasih sayang Ibu mu Ili Nadirah sentiasa kekal bersama ayah"
Kedua anak beranak itu melemparkan pandangan terakhir ke arah kubur yang di taburi kelopak mawar putih sebelum menuju ke arah kereta yang terpakir di tepi jalan perkuburan Bukit Kiara.

" Ili semoga kau sentiasa bahagia di sana, seperti mana kau sentiasa membahagiakan hari hari aku, dulu, kini dan selamanya. " bisik hati Sham

........................................TAMAT.................................................

Pagi yang cerah dengan langit biru tanpa kepulan awan menyambut kami di Port Dickson. Sebaik saja kereta Estima yang di pandu Abah tiba di banglo setingkat itu, aku dan Mak Dah memunggah barang barang dari kereta. Mak, Abah dan Hajjah Arfah sudah masuk ke dalam rumah untuk beristirehat. Perjalanan yang sepatutnya cuma sejam setengah mengambil masa tiga jam kerana accident dekat Nilai. Mak mula di serang migraine.

" AUNTIE ILIIIIIII....Jom mandi laut!" jerit Fatin dan Fara sambil meluru ke arahku dan memeluk pinggang ku. Nasib baik bekas berisi lauk pauk untuk makanan tengahari tak tertumpah.

" Hello sayang. Kejap ya, auntie nak hantar barang ke dapur. Sshhhh...jangan bising, Nenek pening kepala" kata ku sambil berjalan dengan berhati hati. Rumah banglo setingkat ni berbentuk huruf T. Dari pintu masuk, kena turun empat anak tangga ke living room, ruang makan dan dapur. Ada 4 bilik tidur, dua di kiri dan dua di kanan. Kak Sherry dan Abang Lokman yang mengilhamkankan rekabentuk rumah ini. Cantik... bumbungnya yang tinggi membuatkan suasana cerah dan nyaman. Desiran bayu laut yang lembut dan cahaya suria membolosi tingkap tingkap yang banyak dan luas. Langsir tipis warna putih beralun lembut di tiup angin. Tapi keindahan rumah bak sebuah resort di Bali itu tidak dapat melunaskan kepedihan di hati ku.

Aku tekad...aku akan bersemuka dengan Sham. Aku mahu dia berterus terang dengan aku. Samada dia mahu mengambil Maya menjadi isteri kedua nya atau dia nak menceraikan aku, segalanya di tangan Sham. Aku pasrah. Aku sudah lali dengan kekecewaan, hati ku dah penuh dengan hirisan, kudis dan parut percintaan.

Bibik Tuimah serta pembantu Kak Shana, Seri sudah sibuk mengemas sementara Mak Dah memanaskan lauk untuk makan tengahari. Aku dan Kak Shana turut membantu apa yang patut. Sejurus kemudian keluarga Kak Sherry sampai. Lagi lah kecoh budak budak itu.

"Bila nak turun ke pantai?" jerit mereka. Mesti mak makin pening!

" Kejap lah sayang. Sekarang panas sangat. Nanti lepas makan, kita tengok TV kejap. Lepas itu baru kita pergi pantai, ok?" aku cuba memujuk.

" Alaaa...tak payahlah tengok TV. Kat rumah kita pun boleh tengok TV. Tapi kat sini saja ada pantai. Kita nak mandi laut, buat sand castle, nak kutip sea shell. " kata Dahlia dengan muncung sedepa

" Dahlia, kalau pergi pantai masa panas terik, nanti jadi gelap macam Bangla tau. Lia suka?" gertak Kak Sherry pada anak daranya yang baru 5 tahun itu. Dahlia menggeleng kepalanya.

" Uncle Aril pun belum sampai. Nanti dia merajuk kalau kita pergi pantai tak ajak dia" tambah aku. Sham masih belum kelihatan. Tiada SMS atau panggilan dari Sham untuk ku dan aku pun tidak mahu mengganggu nya. Masih belum puas bercengkarama dengan Maya agaknya. Terngiang ngiang di telinga ku senda gurau mereka semalam. Gasak kaulah Sham. Aku cuma pilihan mak, bukan pilihan dia. Aku tak berhak menafikan kehendak hati dan naluri Sham.

Hajjah Arfah sedang berbual dengan Abah di ruang tamu. Aku hidangkan air dan buah duku langsat yang di beli dalam perjalanan tadi.

" Jemput minum Makcik Arfah, Abah."

" Thanks Ili. " kata Abah sambil meneguk jus oren. Dua kali teguk, habis air dalam gelas. Dia menuang air dari jag. " Haus betul. Panas cuaca hari ni. Malam nanti mesti hujan"

" Sham tak sampai lagi?" tanya Hajah Arfah sambil mengangkat keningnya. Hajah Arfah ustazah yang mengajar Mak dan geng Mak Datinnya. Dia juga berasal dari Taiping macam Mama dan Mak, malah dia juga kenal keluarga nenek ku.

" Belum lagi Makcik. Agaknya dia berhenti rehat di mana mana. Kalau tak pun, mungkin jam teruk sebab ramai orang Singapore datang ke Johor hujung minggu." Jawab ku. Biarlah aku bohong sunat. Tak mungkin aku bocorkan rahsia pada keluarga Sham. Mereka sungguh baik terhadap ku. Bukan salah mereka dapat anak macam Sham.

" Mungkin ada kerja last minute kat tempat projek. Nanti sampailah kejap lagi" Kata Abah bila melihat kesuraman di wajah ku. Ya Abah, dia ada baeeekkk punyaaaa projek.
.........................................................................................

Aku leka melayan empat orang anak buah ku. Aku, Kak Shana dan Kak Sherry makan bersama mereka di wakaf yang terletak di halaman rumah. Angin laut yang berhembus membuka selera kami. Pagi tadi sebelum bertolak aku menolong Mak Dah menyediakan ayam masak kicap, udang masak lemak dan sambal tumis ikan bilis . Kata Kak Shana, menjadi kemestian Mak untuk memasak di rumah setiap kali nak datang walaupun terdapat banyak kedai makan di sini. Sebaik kami sampai, Mak Dah dan Bibik Tuimah masak sayur campur dan menggoreng keropok. Aku menumbuk sambal belacan ...halus betul sambal belacan ku kerana aku membayangkan muka Sham dan Maya dalam batu lesung....ggrrrr!

" Budak budak ni berselera makan kalau di PD. Di rumah bukan main susah lagi nak suruh makan" kata Kak Sherry sambil menyuap nasi ke mulutnya.

" Nasi di sini rasa sedaplah mama. Nasi di rumah tak sedap macam ni" kata Danial dan segera di sokong oleh budak yang tiga lagi. Aku tersengih. Masa kecil, aku pun begitu. Kalau di rumah susah nak makan. Tapi kalau berkelah di pantai semua aku balun.

" Kita pindah sini lah mummy. Dengan Auntie Ili dengan Uncle Aril sekali" kata Fatin. Aku menjadi sebak. Mengapa semua orang melihat aku dan Sham bahagia sedangkan dia mencintai yang lain? Lagi sedih bila aku kenangkan yang ini mungkin kali pertama dan terakhir aku bercuti di sini bersama mereka.

Bila cuaca redup sedikit, kami pun ke pantai. Takut kalau hujan petang nanti...mesti mengamuk budak budak itu. Aku memakai baju mandi tapi menyarungkan T shirt dan seluar bermuda di atasnya. Dari rumah , kami terpaksa turun kira kira 15 anak tangga untuk ke pantai. Pantai di situ tidak ramai pengunjung, tak macam Teluk Kemang dan Blue Lagoon. Pengunjung rata rata pemilik banglo persendirian atau banglo syarikat yang terletak berhampiran. Air laut nya masih bersih tapi pasir agak kasar. Ombak kecil berkejar kejaran ke pantai yang landai .

Aku bersama budak budak itu terus mencelup kaki ke laut. Sejuk! Seronok betul kami bermain air. Penat aku di lanyak budak budak itu, ada yang minta di dukung, ada yang naik atas belakang ku. Puas mandi laut, kami bermain pasir. Kak Shana dan Kak Sherry yang tadi cuma memerhati ala ala lifeguard, kini turut serta mengorek dan menampal.

" Fara buat castle untuk Auntie Ili dengan Uncle Aril " kata si comel itu sambil tangannya yang kecil meletak kulit kerang ke atas 'tembok' istananya. " Fara buat cantik cantik macam prince dengan princess punya rumah. Ada banyak bilik untuk baby baby. Nanti Fara nak bagi nama semua baby Auntie Ili"

Aku terpaksa senyum melihat keletah nya walaupun mata ku tiba tiba sarat dengan titisan jernih. Aku pantas menyeka airmata dengan jari ku.

" Kenapa Ili?" Kak Sherry yang duduk bertentangan dengan ku bertanya. Alamak...dia nampak ke?

" Mata Ili masuk pasir lah kak" jawab ku pantas tanpa memandang wajah nya. Aku mengerdipkan mata berulang kali. Dah kawin dengan pelakon tersohor, sikit sebanyak bakat nya terjangkit juga kat aku.

" Ok kids, lagi setengah jam lagi kita naik atas" jerit Kak Shana, di sambut dengan protes yang kuat dari semua.

" Tak nak laaaaa...." bertalu talu jeritan mereka. Sebiji macam aku masa kecil dulu.

" Kak, Ili naik dulu lah. Nanti berebut bilik air pula." Baik aku pergi sebelum Fara mula menamakan baby baby aku dengan Uncle Aril dia....tak sanggup aku dengar.
..................................................................................................................................................

Selesai mandi aku mengenakan seluar jeans paras lutut dan t shirt Guess hitam. Rumah agak sunyi, mungkin budak budak belum naik lagi. Kelibat Sham masih tak kelihatan. Di dapur Mak Dah dan Bibik Tuimah sibuk menyediakan makan malam. Makcik Arfah pula sibuk berceloteh dengan mereka. Aku mengambil pisau dan memotong ayam. Selain ayam, ada udang, ikan, hotdog dan daging untuk di panggang. Jagung, ubi kentang bakar dan salad menjadi menu sampingan. Mesti best!

" Mana Mak dan Abah?" tanya ku

" Derang ke nurseri membeli pokok bunga. Setiap kali datang sini , tak sah kalau tak beli pokok. Mirul dengan Lokman ikut sekali. Abah kau dah tak larat angkat pasu." Jawab Mak Dah

" Ili, Sham dah sampai. Ili tak pergi jengok dia? Dia komplen sakit kepala tadi" Makcik Arfah menyampuk.

" Sakit kepala sebab banyak buat overtime agak nya" perli ku. Mesti makcik ni tak paham. Aku menyambung kerja ku. Banyak nya makanan....macam satu kampung nak makan.

" Ili, boleh tolong ambil beras kat Mak Dah. Mak Dah nak masak nasi sikit. Mana tahu kot kot ada yang tak puas ratah lauk jer. Beras ada kat almari yang sebelah sinki" kata Mak Dah. Aku pergi mengambil beras di dry kitchen. Sedang aku menceduk beras ke rice cooker, pinggang aku di geletek.

" Oh mak engkau!" jerit ku. " Aduuhhh" Kepala ku terhantuk pada rak atas.

" Sorry, sorry sayang" kata Sham sambil mengusap kepala ku. " Sakit ke?"

" Tak..tak apa" kata ku sambil menepis tangannya. Aku tak memandang muka Sham. Wajah Maya yang pucat dengan bajunya yang tersilap butang kembali mengacau minda ku.

" Geramnya. Rasa nak gigit je..." usiknya nakal sambil menguis pipi ku. Bencinyaaa! Muka ku merona.

" Dahlah tu. Makcik Arfah tengah tunggu Ili ambil beras" Aku memberi alasan.

Sham sengaja menyekat laluan ku sambil tersenyum nakal. Tak puas menggatal dengan Maya Karan tu ke ?, gerutu ku dalam diam. Aku merempuh nya dengan kasar. Silap besar lah taktik aku, bila Sham menarik lembut rambut ku yang di ikat ponytail dan membisik ke telinga ku

" I miss you so much. " Lantunan jantung ku makin deras bila tangannya mengusap bahu ku. Tubuh ku hampir melekap padanya.

" Ye lah tu" jawab ku. Ada getar di suara ku. Tolooooonggg!!!! Begini mudah ker Sham menundukkan semua perempuan?

" Kenapa ni? You marah sebab I datang lambat ke? Janganlah camtu. You can't imagine the problems I am facing. Pening kepala I" Problem sebab nak pasang cawangan baru kah? Kesayuan melanda ku. Payah aku nak mengerti permainan ini.

" Sham, I kena masak nasi. Nanti tak makan pula semua orang. You pergi lah ke bawah. The kids tunggu you dari tadi" kata ku sambil berlalu pantas.
.........................................................................................

Abang Mirul, Abang Lokman dan Sham sibuk dengan tugas memanggang makanan. Bau barbeku mengecurkan airliur. Tambah pula kami semua memang lapar. Maklumlah udara laut yang sepoi dan aktiviti petang tadi membuat semua sungguh berselera. Suasana riuh rendah membuat aku terkenangkan malam hari raya bila seluruh keluarga berkumpul. Biarlah aku enjoy puas puas, entah bila lagi aku dapat berkumpul dengan mereka.

Dahlia, Fara dan Fatin bertelagah sama sendiri pasal bilik tidur. Semua nak tidur dengan aku kecuali Danial yang tak boleh berenggang dengan papa nya.

" Jangan gaduh, semua tidur dengan Auntie. Ok?" kata kata ku di sambut dengan sorakkan mereka.

" Habis tu Uncle nak tidur mana? Tak boleh, Uncle dah cop Auntie Ili dulu. " Aiikkk..ingat Sham tak dengar. Merah padam muka aku bila terbesit ketawa kakak kakak dan abang abang Sham.

" Alaaaaa......" macam koir pula suara budak bertiga itu. Masing masing menarik muka.

" Abah ingat nak renovate rumah ni lah. Kita tambah dua lagi bilik tidur, baru selesa. Cucu cucu atuk dah makin besar. Nanti Aril pula dapat anak. " Abah mencelah sambil mengerling ke arah ku. Mak tersenyum sambil mengangguk.

" Betul tu bang. Kena juga besarkan rumah ni. Sherry, lukislah pelan nya. Kita buat cepat cepat."

Bila habis tugasnya, Sham duduk di sebelah ku. " Suapkan I. Tangan I kotor lah". Nak bermanja lah tu. Macamlah tak ada tempat nak cuci tangan. Tapi aku terpaksa layan, karang Mak kata aku tak pandai layan suami.

" Uncle Aril dah besar, makanlah sendiri. Kita pun pandai makan sendiri" kata Danial yang berusia 3 tahun.

" Uncle Aril ni badan dia saja besar. Tapi dia baru 2 tahun. Itu sebab Auntie kena suap" kata ku, di sambut hilai tawa.

" Nakal tau auntie ni" cubitan Sham hinggap di pipi ku. Habis muka aku kena minyak dan arang. Ciss!

Selesai makan , abah dan Sham memasang set karaoke. Aku ke dapur membuat kopi dan teh. Kak Shana pula memotong buah mangga, betik dan honeydew untuk pencuci mulut. Bila aku keluar menatang dulang , Sham sedang menyanyikan lagu Marc Anthony " My Baby You". Lagu yang memang fevret aku. Pantas ku letak dulang di atas meja, takut terlepas dari tangan ku. Suara Sham lagi sedap dari dulu, sekarang lebih "jantan.". Terbuai buai aku mendengar. Romantis sangat lirik nya, dulu aku sering berangan lelaki yang ku cintai menyanyikan lagu ni untuk ku.

As I look into you eyes
I know the reasons why
My life's worth a thousand skies
You're the simplest love I've known
And the purest one I'll own
Know you'll never be alone

My baby you
Are the reason I could fly
And 'cause of you
I don't have to wonder why
Baby you

There's no more just getting by
You're the reason I feel so alive
Though these words I sing are true
They still fail to capture you
As mere words can only do
How do I explain that smile
And how it turns my world around
Keeping my feet on the ground

My baby you
Are the reason I could fly
And 'cause of you
I don't have to wonder why
Baby you
I will soothe you if you fall
I'll be right there if you call
You're my greatest love of all


Bila mata nya merenung ku, jantung terlupa berdetik. Cair aku! Untuk beberapa saat , otak aku mengatakan aku rela di madu... Hepp! Gila kau Ili. Nauzubillah.

Memandangkan budak budak dah mengantuk dan mak mereka tengah seronok berkaraoke, aku menidurkan mereka. Letak saja kepala ke bantal, masing masing belayar ke alam mimpi. Letih sangat bermain agaknya. Aku malas nak berkaraoke, mesti di suruh nyanyi lagu duet romantik tahap cipan dengan Sham...bluweeekkk! Terus aku capai sweater dan keluar melalui pintu belakang ke pantai.

Enak sungguh di belai angin malam yang menderu. Bulan bak seludang menyimbahkan cahaya samar samar di sebalik kepulan awan. Pukulan ombak ke pantai semakin deras dan kencang...petanda hujan akan turun. Namun hati ku yang kecelaruan rasa tenang melihat ombak berkejaran bersilih ganti. Aku memanjat batu yang agak besar dan duduk sambil memeluk lutut. Masa kecil aku suka duduk di pantai dan berangan ada seseorang di sebalik ufuk yang juga sedang memerhati laut seperti ku. Kononnya kami boleh berbual melalui ombak. Aku akan berkata sesuatu pada sang ombak dan di sampaikan padanya dan dia juga menyapa ku melalui ombak. Maklumlah masa itu aku belum belajar lagi proses ombak dalam sabjek sains di sekolah.

Tiba tiba aku terasa seperti ada orang memerhati ku. Rasa takut mula terbibit di dalam diriku. Kalau aku menjerit pasti tiada yang mendengar. Bunyi ranting di pijak menggegar gegendang telinga ku. Bulu roma ku berdiri. Aku pantas bangun dan turun sampai lutut ku tercalar. Ke mana aku nak lari? Kalau aku ke pantai belum tentu ada orang lain malam malam begini. Kalau naik ke rumah, aku perlu mendaki anak tangga. Derapan kaki semakin dekat. Ili...think fast!

"Maakkkkk...tolooonggg!" jerit ku bila sweater aku di tarik dari belakang. Tangan sasa memeluk tubuh ku. Ya Allah...selamatkanlah aku! Titisan hujan mula menitik.

" Ha ..ha ..ha" suaranya mengetawakan ku

Ciss! Sham rupanya. Nak terlucut jantung aku....aku tak tahu mana lebih mendebarkan, kena kejar dengan orang jahat atau kena peluk dengan Sham. Kepala ku di tarik ke dadanya. Degupan jantung nya juga sekencang ku. Ketawanya masih tak henti.

" Gila!! Tak ada kerja lain ke? ! " herdik ku sambil melepaskan diri .

"Ala... sekarang berani lah. Tadi panik jugak kan? " Sham tak nak mengalah. Aku mengesat mata ku dan menghela nafas. Rasa nak pengsan pun ada. Hujan semakin lebat. Kami berlari untuk berteduh di wakaf yang 30 meter dari situ. Kalau nak naik ke rumah pasti basah kuyup.

"Ili, sorry ya" kata Sham lembut. Dia menarik tangan ku untuk duduk di sebelah nya.

" Nasib baik I tak mati sakit jantung. You sengaja nak bunuh I ker?" tanya ku. Suara ku bergetar, debaran tadi belum reda. Sham mengusap rambut ku.

" Sorrylah. I risau masa tengok you tak ada kat rumah. Kenapa tak cakap you nak ke pantai? I ingat baby I dah kena kidnap." Aku cuma membatu.

"Bila I tengok you mengelamun sorang , entah jin apa yang masuk dalam badan I. Janganlah marah. You ok ker?" Sham tersengih.

Aku menjungkit bahu. Aku teringat pada " tugas" ku. Aku patut minta maaf kepada Sham. Aduhh...beratnya... Tapi ini peluang untuk aku mencapai penyelesaian. Kalau tidak aku akan sentiasa di hantui rasa bersalah.

" Actually, I ada dua perkara nak cakap kat you. " suara ku mendatar. Aku paksa diri untuk berlagak tenang walau hati ku luluh. Hujan makin lebat, nasib baik tak tempias. Malam makin dingin, aku menarik sweater dan membutangkannya.

" Apa dia? Ili, kalau sejuk duduk lah dekat sikit. Lenguh tangan I nak peluk you" Sham merenung sambil senyum kearah ku. Aku membalas senyumannya tapi cepat menundukkan mata. Aku terangkan bagaimana aku terjumpa Johan di Gleneagles. Ku ceritakan segalanya, apa yang Johan lakukan, kesilapan aku , sesalan aku.

" Sham , I am really sorry. I terburu buru salahkan you dulu. Sekarang baru I tahu you tak bersalah. I harap... kalau boleh.. you dapat maafkan I? " suara ku tersekat.

" Ili, I dah lama maafkan you. Don't worry lah sayang. Sebab tu ker I tengok you nampak lain macam saja sejak I sampai? " Sham mengelus jari jemari ku. Aku memandangnya dengan sayu. Macam mana aku nak mulakan bab yang satu lagi ni? Aku tarik nafas panjang.

" Sham..er.. I nak tanya sikit. Aaah.. I mean.. I nak cakap, kalau you rasa ada orang lain yang lebih baik untuk you.... Kalau you ada pilihan lain, you cakap saja dengan I , ok? I can accept it." Lega rasanya bila aku dah luahkan. Aku menutup mata ku menahan lelehan airmata.

" Apa you cakap ni? Kenapa tiba tiba you tanya camtu? Just because I lambat sampai tadi, you ingat I ada affair?" suara Sham meninggi. Biasalah , lelaki mana nak ngaku. Kalau boleh semua dia nak pulun. Tambah pula lelaki macam Sham, kawin empat pun mampu. Bak peribahasa alaf baru.. Yang di kendong tak nak cicir, tapi nak kejar yang lain sampai dapat.

" You ingat semua orang yang kerja kat Isfahan macam Encik Kamarul dengan si Maya tu? Yang satu miang keladi, sorang lagi tergedik gedik melayan suami orang. Pasal derang lah I lambat tadi. Pastu you pula sangka yang bukan bukan" muka Sham nampak tegang. Aku terkebil kebil. Apa sebenarnya berlaku? Atau Sham nak coverline?

" I tak tuduh apa apa. I just cakap jer. " kata ku perlahan antara dengar dan tidak. Aku tak berani nak angkat muka. Bila Sham marah pun nampak hensem sangat. Dahlah Tshirt putihnya agak basah kena hujan. Seksi giler. Ili...control yourself..jangan lupa objektif anda.

" Mesti ada sebab kenapa you tanya? Baik you cakap , jangan nak berdalih" Sham berdepan dengan ku dan matanya mencerun. Tak pernah aku lihat Sham sebegini marah.

" Err.. masa I pergi ambil cheque abah kat ofis you, I ternampak BMW you kat sana. Pastu masa I tunggu di luar ofis you I nampak Maya dengan ...." aku dah tak mampu nak sambung bila melihat muka Sham. Macam nak telan aku. Muka aku berbahang. Aku mengetap bibir.

" Apa you nampak? Cakaplah" desak Sham. Bila aku tunduk , dia menongkat dagu ku dengan kasar.

" Sakit.." bisik ku. Matilah aku! Sham betul betul macam nak bunuh aku kali ni. Sungguh klise bila petir menyabung dan guruh berdentum ketika itu. Macam babak drama TV.

" Sakit ya? You buat sakit hati I , you tak kisah. For your information,kereta BMW tu memang I kena tinggal kat ofis. Kereta tu company car. Nak pergi ke site yang berlopak lopak, berdebu , Datuk mengamuk kalau I bawa BMW . Tiap kali nak pergi site I bawa CRV. You tak percaya pergilah tengok kat depan. You boleh tengok sekali mileage dia berapa sebab I set kan kat JB supaya I senang nak buat claim nanti. "
Memang logik kata kata Sham. Aku termangu. Nak bernafas pun aku tak berani.

" I lambat sebab kes Maya dengan Encik Kamarul. Datuk Shukri tangkap dia orang tengah projek dalam ofis I semalam. Maya di suruh letak jawatan. Datuk nak kenakan tindakan pada Kamarul sekali tapi I suruh dia sabar dulu. Sekarang kita tengah pening sebab banyak financial data dalam tangan Kamarul. Silap langkah, dia boleh leak out information kepada competitors. Teruk kita nanti." Kata Sham sambil meruap wajah nya.

" Encik Kamarul dengan Maya? " ulang ku. Ya Allah...aku tak sangka langsung. Rupanya Encik Kamarul yang baik dan soft spoken yang aku dengar dalam bilik Sham semalam. Eeee...geli! Betullah kata orang air tenang jangan di sangka tak ada buaya, mungkin buaya tembaga pun ada. Kesian isteri dia Cikgu Marina tu.

" Kalau you tak percaya, telefonlah Cikgu Marina wife Kamarul. You ingat I yang dengan Maya kan? Ili ..Ili..di mata you I ni jahat sangat kah? You just cannot trust me kan? Dari dulu sampai sekarang, no matter what, you akan salahkan I. I player, I nak mainkan perasaan you, I...." kehampaan dalam suara Sham membuat aku memaut lengan nya.

" Sorry, Sham. I ..I .. Apa lagi I nak fikirkan? Sebab dia orang berdua dalam ofis you. I bersalah , I ngaku. I jumped to the wrong conclusion. I am so sorry. " aku merayu.

Sham tidak bersuara. Bila dia memalingkan muka nya dari ku, hati ku retak seribu. Airmata yang ku bendung dari tadi, mula mengalir. Kepiluan yang ku rasai semalam bila terserempak dengan Maya tak seteruk rasa sedih yang aku alami sekarang. Bila kita mengecewakan orang yang kita cintai, sakit nya rasa berganda. Malam semakin dingin. Cahaya bulan yang samar tadi sudah hilang terus menjadikan suasana gelap. Lampu di dalam rumah pun hampir semua ditutup. Cuma lampu di luar dan dapur yang masih terang.

Mata ku melirik ke arah Sham. Airmata nya bertakung. Ya Allah.. berdosanya aku. Apa aku nak buat ni? Aku bukan pandai memujuk, apatah lagi seorang lelaki.

" Sham, I'm sorry. I tahu you marah. Kalau you benci I pun I boleh terima. Tapi please say something." Kata ku sambil mengesat airmata ku yang tak henti mengalir. Sham masih membisu.

" I ni teruk kan? Sejak kita kawin you baik sangat kat I. I saja yang bodoh, tak tahu nak hargai. Semua orang kata I beruntung dapat suami macam you. Dalam hati I, I pun akui. Tapi I memang degil. I memang sayang kat you sejak dulu tapi I keras hati, I tak nak sesiapa tahu. I takut ... I takut di kecewakan." Aku menarik nafas panjang.

" Lagi? Sambunglah.." Sham bersuara.

" I rasa bersalah sebab ... sebab I ingat you kawin dengan I sebab terpaksa. Sebab tu I senang percaya kalau you ada girlfriend. Bukan sebab you jahat atau player. Tapi I betul betul sayang kat you Sham " Mata ku tak lari dari menatap wajahnya. Kalaulah dia tinggalkan aku, mesti aku sakit jiwa.

" Ili, I ni lelaki. Orang lelaki tak boleh di paksa lafazkan akad, tahu tak? Bukan ada orang acukan senapang kat kepala I suruh kawin dengan you. You tengok muka I masa hari kita kawin. I nampak sedih kah? Bukan macam you, sampai pengsan terus." Kata Sham. Nada nya masih marah tapi sekurangnya dia bercakap dengan aku. Aku mengusap rambutnya.

" I pengsan sebab terlampau happy" kata ku perlahan.Bohong sunatlah. Sham cuba menyembunyikan senyumannya

"Ye lah tu, Ili Nadirah. Kalau you nak I maafkan you, you kena minta maaf betul betul" Alamak , dah keluar dah tanduk Sham. Dia nak aku cium kaki dia ker? Takpelah aku sanggup. Aku mencapai tangannya dan mencium jari jemarinya

" I'm sorry sayang. Banyak sangat dosa I dekat you. " Airmata ku berderai lagi. Kalau Sham tak maafkan aku, tak dapatlah aku nak cium bau syurga.

" Sini pulak. 3 kali" Sham menunjukkan pipinya. Pertama kali bibir ku menyapa wajahnya, macam ada kejutan elektrik. Nasib baik aku tak kejung.

" Kenapa berhenti? Sebelah lagi. " Sham menadah pipi kirinya. Adeh...teruknya suami aku ni. Muka aku dah merah macam udang barbeku tadi. Tapi aku tak berani nak melawan.

" Ili..Ili.... I nak marah lama lama pun tak boleh. Sayaaaannnggg sangat kat dia" kata Sham sambil mencium dahi ku. Hidung ku di tariknya.

Sham mengesat sisa airmata di pipi ku. Aku merebahkan kepala ku ke dadanya yang bidang. Rambut ku di elus nya. Rasa tenang dan syahdu menyelubungi ku. Ruginya dua minggu aku jual mahal.

Kami berjalan berpegangan tangan balik ke rumah.

" Hisshhh...budak budak ni. Kacau jer" kata Sham melihat anak anak buah nya tidur di katil ku. Aku ketawa kecil. Sham mengambil bantal dan selimut untuk tidur di luar.

" Good night. Luv you. " kata ku perlahan

" Luv you too. " Sham menghadiahkan ciuman di pipiku. Tidurku dengan senyuman di bibir dan di ulit mimpi indah....bahagia nya hidup ini!

Kokokkan ayam mengejutkan aku dari tidur. Terkial kial aku sejenak. Dimana aku ni? Sudah lama tak pernah aku dengar bunyi ayam berkokok waktu Subuh. Ya Allah, aku belum solat lagi. Tidur mati aku malam tadi rupanya. Aku bergegas turun dari katil yang bergelimpangan dengan tubuh 3 orang budak kecil yang masih nyenyak. Lasak sungguh mereka, entah berapa kali aku kena tendang.

Usai solat Subuh aku terus ke dapur untuk membuat Nescafe, minuman wajib aku setiap pagi. Rumah masih sunyi sepi, semua penghuni pasti masih di ulit mimpi indah. Aku tersenyum sendirian sambil berangan. Bait bait lagu Ada Cinta ku nyanyikan perlahan...

Mengapa sukar ucapkan cinta
Padahal ia ada
Dalam hening malam....

"HOIII!" Sham menerjah.

" OPOCOT! Mak engkau!!" aku melatah. Sham ni.... Nasib baik tak melecur tangan aku. Gila ke haper?!

" Mak I tengah tidur lagi lah. Dia tak boleh tolong Ili...he ! he!" Sham ketawa nakal sambil tangannya melingkari pinggang ku

" You ni... buat terkejut jer. You want some coffee?" kata ku sambil cuba meleraikan diri. Namun pautan Sham makin kuat.

"Kejap lagi lah. I nak tunjuk you something. Jom" Sham menarik tanganku. Aku terpaksa berlari kecil mengikut jejaknya yang pantas. Sham membuka pintu kecil di sebelah ruang makan. Aku hairan, bilik apa pula ni? Aku cuma menurut langkah Sham mendaki anak tangga hingga sampai ke loteng. Sham terus membuka tingkap. Aku menarik nafas....terpaku aku melihat panorama yang terbentang dalam cahaya samar ketika mentari menginjak keluar dari tempat persembunyiannya. Selat Melaka yang kelabu kebiruan dan langit yang kelabu cair seakan bersatu. Suasana hening...cuma di hiasi kicauan unggas dan hembusan nafas aku dan Sham.

" Cantiknya" Cuma sepatah kata yang mampu ku tutur. Angin bayu pagi yang dingin membelai dan aku memaut tubuh menahan kesejukan.

" Cantik kan? Kalau orang lain suka tengok sunset, tapi I suka tengok matahari naik. Dari gelap jadi cerah. " Suara Sham lembut menyapa telingaku. " Sejuk ke , sayang?" Tanpa menunggu jawapan ku, Sham memeluk ku dari belakang. Muka aku terus berbahang. Tiba tiba Sham melutut di depan ku.

"Ili, will you marry me?"

Aiikkkk.... bukan ke kami dah kawin? Masih mamai ke Sham ni? Tapi romantic nyaaaa....

Aku ketawa kecil menutup kegugupan. " Kita dah kahwin lah"

" Tapi I tak pernah propose kat you. I nak tahu, kalau I ajak you kawin, you terima tak?" Mata Sham tak berkelip menatap wajah ku . Aduhaiii....Lemah lutut dan lidah kelu nak berkata. Detik detik berlalu tanpa ucapan dari bibirku.

" Lambat nya you nak jawab. Maknanya you memang terpaksa kawin dengan I kan?" Sham bersuara. Huk eleh.... nak uji orang lah tu.Takkan dia tak tahu isi hati aku.

" Senyap tu tanda setuju lah." Jawab ku sambil melarikan anak mata ku.

" Tak nak, tak aci. Nak dengar you cakap jugak. Kalau tak sudi , cakap jer lah." Sham mendesak. Entah kenapa , airmata ku mula bergenang.

" Yes " bisik ku. Hati ku rasa terharu bercampur gembira dan seribu satu perasaan yang tak dapat ku zahirkan. Sesungguhnya bila aku terima pinangan Auntie Siti dulu, aku tak pernah impikan yang satu hari nanti aku akan di lamar sebegini.Meskipun aku dan Sham berpakaian santai dan tidak ada candlelight dinner yang berlatar belakang alunan muzik romantis, tapi inilah saat yang paling bahagia dalam hidup ku. Tak akan ku lupa selama lama nya.

" Thanks sayang." kata Sham seraya berdiri. Jarinya mengesat airmata yang menitis tanpa aku sedari. " You nangis ni sebab sedih ke gembira?"

" Tanya pulak. Sedihlah...sebab I selalu impikan Prince William yang ajak I kawin. " aku bercanda. Satu kesilapan yang besar. Menyesal aku bila Sham menggeletek ku. Aku memang penggeli, mengekeh aku ketawa.

" Sham.. stop it!! Makk!.. Tolongggg! Sham...ampunnn! Pleeeeaaase" jerit aku di sulami hilai ketawa. Nak lari pun tak boleh. Loteng ni kecil saja, cuma 10 kaki persegi. Tangan Sham ku genggam.

" Sebab you sedih, I kena lah buat you ketawa." Sham melepaskan tangannya dari genggaman ku. Tak aci betul.... dia lagi kuat. Tercungap cungap aku di buatnya.

" I gembiralah... sumpah. Janganlah buat lagi, please. " rayu ku. Sekarang aku betul betul rasa nak nangis. Sham ketawa nakal. Seronok lah tu buli aku. Aku memuncungkan bibir ku. Sham menarik aku duduk bersebelahan nya. Kami bersandar di dinding menghadap tingkap. Pagi sudah makin cerah bila sinar matahari kelihatan meniti ufuk timur.

" Comelnya awek ni. Macam manalah I tak gila kat dia." Kata Sham sambil mengusap rambut aku yang kusut masai. Setelah lelah ku reda, aku mencubit lengannya.

" Jahat! Asyik nak buli orang. Macam manalah I boleh kawin dengan dia ni?" balas ku

" Silap tu. Kita baru nikah jer, belum kahwin lagi lah, cik adik" usik Sham. Kata kata nya membuat muka ku merona. Aku cepat menukar topik. Ada sesuatu yang aku ingin sangat rungkaikan selama ini.

" Sham, I nak tanya satu benda boleh tak? Kenapa you boleh setuju nak kawin dengan pilihan emak you? Takkan lah you tak ada pilihan? Kalau you petik jari jer , mesti ramai yang datang."

"Pertama kali I jatuh cinta , I di kecewakan . Masa tu, I separuh mati, sedih gila rasanya putus cinta. Sudahlah dia tuduh I buat benda yang I tak buat, dia larikan diri dan tak nak dengar penjelasan I. Hati batu sungguh. Anak siapalah tu?" Walaupun nada nya berjenaka, rasa sebak menggebu di hati ku. Aku mengetap bibir menahan bibit tangis yang menyucuk tubir mata.

" Sorry" bisik ku sambil mengelus jari Sham.

" Satu hari Mak cerita dia jumpa kawan lama dia, dan dia berkenan kat anak perempuan kawannya tu. I setuju saja sebab dah serik nak bercinta. Tapi I tak tahu yang Ili orangnya. Masa itu I memang nak tinggalkan Malaysia... too many painful memories. Jadi I buat deal dengan my parents. Kalau I dapat sambung belajar di US, I setuju kawin dengan pilihan Mak. Mungkin ada hikmah nya. Banyak yang I pelajari di US. I concentrate betul betul on my studies. Sebab results I bagus, I dapat offer bekerja dengan one of the top engineering companies. Pastu yang paling best, akhirnya dapat pula kawin dengan Ili" Sham tersenyum pada ku. Senyuman nya tak pernah gagal mencairkan hati ku. Aku membelai pipinya.

" You tak pernah jatuh cinta dengan orang lain?"

" Ada sekali" jawapan Sham membuat aku gusar. Muka ku berubah. Siapakah gadis itu? Mungkinkah girlfriendnya di US yang enggan memeluk Islam? Aku menahan nafas menunggu jawapannya.

" Dengan seorang perempuan yang pakai evening dress warna hitam dan shawl lilac yang I terlanggar masa annual dinner kat Istana Hotel. I terus jatuh cinta pandang pertama. Menyesal sungguh bila I tak sempat tanya nama dan phone number dia. Seronok giler bila I dapat tahu rupanya dia pengurus akaun Isfahan dari ABN Bank. Tapi dia dah ada boyfriend." Wajah ku yang mengandungi seribu persoalan membuatnya menyambung cerita bagaimana dia hilang ingatan ketika di timpa kemalangan. Semuanya seperti yang Faiz ceritakan pada ku dahulu. Memori Sham terjejas, sesiapa yang pernah menimbulkan kesedihan dan trauma dalam hidupnya telah terhapus dari fikiran buat seketika. Selepas mendapat rawatan dari doktor pakar di US barulah dia ingat kembali siapa aku sebenarnya.

" Masa the first time I balik, you masih lagi dengan Hadi. You tak pandang I sebelah mata pun. Puas I guna Shahrul untuk melobi tapi tak berhasil. Semuanya memang dah tersurat kan , Ili? Lepas I dah sembuh, I balik ke sini. Masa itulah mak bagi tahu yang bakal isteri I namanya Ili Nadirah. You can imagine how I felt. Happy gila dapat kawin dengan budak ni." Sham menarik hidung ku.

" Kenapa you tak berterus terang yang you akan kawin dengan I? Macam bodoh jer I jemput you to my wedding." Aku menjeling.

" Actually, the truth is I was afraid.... I takut you ubah fikiran kalau you tahu. I tak sanggup kehilangan you untuk kali kedua." Airmuka Sham dan renungan nya membuat ku sebak. Jika dulu ada perasaan curiga di lubuk hati ku, kini aku percaya keluhuran nya.

" Janganlah cakap camtu. I dah buat sembahyang istikharah dan I redha dengan jodoh. "

" AUNTIE ILI!!! Where are you?" Tiba tiba kedengaran laungan budak budak dari bawah. Alamak! Agaknya mereka takut bila bangun dan melihat yang aku tiada. Mesti Kak Shana dan Kak Sherry marahkan aku nanti.

" YA... ulpp" Tak sempat aku nak bersuara, Sham menekup mulut ku. Aku membuntangkan mata.

" Shhhh... biarkan budak budak tu. Nak dating sekejap pun susah." Sham melabuhkan kepalanya ke riba ku.

" Manjanya Uncle Sham ni. Kalah anak buah dia" kata ku sambil mengusap rambutnya yang lebat.

"I pula nak tanya you. You masih cintakan Hadi? Please tell me the truth". Mata Sham tertancap pada ku.

" Mulanya memang susah nak lupakan dia, I mengaku. He was a part of my life for more than 6 years. Tapi I redha bila dia jadi suami Dina. I selalu berdoa I dapat melupakannya. Alhamdulillah, doa I di makbulkan. Segala perasaan untuk Hadi terus hilang bila I kawin dengan you. Sumpah. "

" Are you happy with me? Macam mana kalau Hadi single dan nak you balik?"
Adehh... soalan cepumas lagi. Tapi aku harus jujur. Walaupun aku enggan mengakuinya bila mula berkahwin tetapi hati ku di hiasi dengan kuntuman cinta. Lagu cinta yang berkumandang di hati ini bersahutan dengan rentak nyanyian di hatinya. Cinta pertama ku sentiasa utuh. Tiada lelaki lain yang mungkin mengambil tempat Sham di hatiku . Kenapa aku harus menafikannya?

"I happy sangat dengan you. I tak kan berubah hati. Not for Hadi, or anyone else. I cakap ni ikhlas, bukan sebab takut kena geletek."

" Ok , I janji tak geletek dah. I buat benda lain pula. Nak?" Redup mata Sham menatap ku dan senyuman nakal di bibir nya membuat degupan jantungku berkeliaran tak mengikut tempo.

" Tak nak! Gatal!!" jerit ku sambil bangun. Kepala Sham hampir terhentak ke lantai. Aku berlari turun tangga di kejar Sham. Aku sempat membuka pintu yang di selak dari dalam sebelum Sham menarik baju ku dari belakang. Aku sempat berlari dua tiga langkah tapi kaki ku tersadung. Kami berdua jatuh ke lantai. Tubuh Sham yang sasa menghimpit ku. Aduh... nak pengsan rasanya bila nafasnya menyapa rambut dan leherku.

" SHAM!! Bangun..." rayu ku

" Sham! Ili! Kenapa ni? " kedengaran suara Mak.

Ya Allah Ya Tuhanku! Malu nya aku bila aku mengangkat muka dan melihat 10 pasang mata memandang kami dari meja makan......

.................................................................................................................

" UNCLE ! JANGAN KACAU AUNTIE ILI ! ....." jeritan Fara mengejutkan semua. Sham bangun dan menarik tangan aku sambil tersengih macam
kerang busuk, cuma dia tak busuklah. Muka aku merah padam. Gabra sungguh rasanya. Tak tahu mana aku nak letak muka. Kali terakhir aku rasa begini ialah masa aku di Tingkatan Dua. Aku dan Khalis, member ketat aku ketika itu di panggil ke depan dewan masa perhimpunan sekolah kerana melukis karikatur cikgu kami di papan hitam. Kami di kenakan denda mencuci tandas selama seminggu. Taubat! Aku tak buat nakal lagi selepas itu!

Fara berlari ke arah Sham dan terus mencekak pinggangnya macam Lady Boss. Amek ko..Sham!

" Cakap sorry kat Auntie Ili" perintahnya. Aku menahan ketawa melihat gelagatnya.

" Bukan salah uncle. Auntie lari pastu dia jatuh. Dia naughty, dalam rumah tak boleh lari lari kan? Fara marahlah dia" Kata Sham. Aku menjeling tajam. Apahal Sham ni? Dengan budak kecil pun nak gaduh. Cakap jerlah sorry...habis cerita.

" Fara, come back here and finish your breakfast. Aril, Ili, jom makan." Kak Shana mencelah. Agaknya dia kesian dengan aku yang terkulat kulat macam cacing kepanasan. Si kecil itu menarik tangan aku.

" Auntie Ili suapkan Fara?" Aku mengangguk sambil senyum kepada "peminat setia" aku ni. Aku mengambil tempat di sebelah Kak Shana dan menyuapkan Fara roti canai cicah gula yang masih berbaki dalam pinggannya.

" Auntie Ili, suapkan Uncle Sham?" Sham mengajuk si Fara. Mamat ni betul lah.... aku jolok mulut dia dengan garfu baru padan muka. Sham menarik kerusi dan duduk di sebelah ku.

" Aril, kenapa kamu ni? Mengada sangat. Tak habis habis nak kacau Ili. Teruk betul mak tengok" Mak menegur.

" Padan muka....kan dah kena" bisik aku. Sham tergelak kecil. Dia membuka bungkus nasi lemak sotong dan meletakkan separuh ke pinggan aku.

" Siapa suruh Mak pilih isteri untuk Aril yang cun melecun macam Ili? Macam ada magnet, nak melekat je" selamba Sham menjawab. Bluweeekkkk....nak termuntah aku dengar. Nasib baik aku tak mengandung. Mustahil aku mengandung pun...he! he!
Siootttt kau Sham, getus ku dalam hati. Aku menendang kaki nya di bawah meja. Dia membalas dengan memijak tapak kaki ku.

" Oww....sakitlah" aku mengaduh.

Mak cuma menggeleng kepala dan Abah tersenyum melihat kami. Mak dan Abah meneruskan perbualan dengan Makcik Arfah. Aku dapat menangkap sikit, mereka bercadang nak menunaikan umrah sebelum bulan puasa nanti. Wah.... bestnya kalau aku dapat ikut sekali! Aku teringat Mama dan Papa bercerita tentang pengalaman mereka ke sana 3 tahun lalu, masa aku masih belajar di Melbourne. Kata Mama , tiada tempat yang lebih menenangkan jiwa dari Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Tapi kalau Mak dan Abah pergi, terpaksalah aku dan Sham jaga rumah.
....................................................................................................................................
Selesai makan, aku dan Sham ke pantai bersama dengan anak anak buahnya. Seperti biasa aku mengenakan seluar bermuda dan T shirt di atas swimsuit. Kalau semalam aku teruk kena lanyak, hari ini giliran Sham pula. Seronok anak anak buah Sham membuli nya. Aku pun apa lagi....join sekali lah. Padan muka! Puas hati aku dapat torture Sham.

" Tak aci lah. Semua lawan Uncle sorang. Ili..jaga you! " gertak Sham. Pirrahhh...macam lah aku takut. Aku ada askar aku seramai 4 orang....kah kah kah!

Tak sampai sejam kami bermain air dan bergelumang dengan pasir, Kak Shana dan Kak Sherry mengajak budak budak naik. Baik pula mereka hari ini; tak merengek nak main lebih lama.Mungkin sudah letih agaknya. Aku pun mengikut jejak mereka.

" Kejap lah Ili. Biarlah dia orang mandi dan tukar baju dulu." kata Sham. Kami duduk di gigi air. Ombak kecil berlari larian mencecah jari kaki aku dan Sham. Angin sepoi yang nyaman menyapa tubuh kami. Matahari makin naik, aku agak sudah hampir pukul 10 pagi sekarang.

" Kita nak balik pukul berapa?" tanya ku sambil menguis pasir dengan jari . Sikit demi sikit tapak kaki ku terkambus. Sham tidak menjawab. Aku palingkan muka ke arahnya dan di balas dengan tenungan nya yang membuat aku terpana .

" Kenapa pandang camtu? " tanya ku separa berbisik. Bibir Sham mengukir senyuman. Jari nya melorek perkataan I LUV U di atas pasir. Aku membalas dengan tulisan yang sama. Tanpa berkata Sham mencapai tanganku dan kami berjalan menyusuri pantai. Romantiknya ... macam dalam babak drama cintan cintun. Cuma Sham lebih kacak dari segala hero yang ada. Aku mengulit anganan sambil kepala ku di sandarkan ke bahunya . Selepas beberapa langkah, dia tiba tiba mendukung ku dan terus menghumban ku ke dalam air. Mangkuk! Aku terkapai kapai walaupun air cuma paras pinggang ku saja.

" Sham.. nak bagi I lemas ke?" jerit ku. Nasib baik air tak masuk dalam hidung.

" Kalau lemas I boleh buat pernafasan mulut ke mulut. Tak de hal punya" Sham ketawa melihat aku terbatuk batuk sambil mengelap muka ku. Dia memaut pinggang ku dan menarik aku sampai aku hilang timbangan. Aku terpaksa memaut lehernya.. Ciss!

" Ha ha...rasakan. Sekarang dah tak ada bodyguard Ili yang empat orang tu."
Aku mencebur air ke mukanya sebelum berlari ke pantai. Sham mengejar aku dari belakang. Aku sempat berpusing dan menendang nya... Haiyaaak! Macam aksi Zhang Ziyi dalam House of Flying Daggers.

Tak sampai 10 meter aku terasa sesuatu menikam tapak kaki aku.

" Aduuuuhhh" Aku rebahkan diri ke pasir sambil menahan kesakitan. Darah merah mula mengalir dari kaki ku.

"Kenapa sayang?" Sham bila melihat aku terduduk sambil memegang tapak kaki. Aku menutup mata, aku memang takutkan darah...eeee!

" Ili terpijak kaca. I keluarkan. Jangan gerak, okay."
Pedihnya ...Aku mengetap bibir cuba menahan airmata. Dengan berhati hati Sham menarik keluar serpihan kaca yang hampir 2 cm panjang. Kaki ku berdenyut. Darah makin banyak mengalir.

" Itulah...tak baik tendang I. Kan dah kena" kata Sham sambil menekan tempat luka . Airmata yang aku tahan tadi terus bercucuran. Ada daulat kot suami aku ni.

" Sorry, I minta ampun. I main main jer." Aku menekup muka. Itulah bahananya buat sesuatu tanpa berfikir. Sham tu suami aku lah. Ingat boleh berkungfu sesuka hati ker, Ili Nadirah.

"Alaaaa...its okaylah. Kita pergi klinik ya. Takut kena jangkitan nanti. " Kata Sham dengan lembut sambil menyapu airmata ku. Aku teringat yang air laut merupakan antiseptic asli kerana kandungan garam dan mineralnya. Aku pun bangun sambil di papah Sham dan mencelup kaki ke air. Zuppp! Ngilunya naik sampai kepala. Airmata ku berjurai lagi. Malunya aku...

" Kesian nya sayang I ni. " Sham membelai rambut ku. Kepalaku di tarik ke dadanya. Tangannya memeluk ku erat.

" Jom kita naik." Kata ku terputus putus di sulami tangis. Mesti Sham ingat aku ni mengada ngada.

" You boleh jalan ker? Baik I dukung" Sham meletakkan tangan ku ke bahunya

" Tak per, I boleh jalan..its okay. " Pantas aku membantah sambil berjalan terhincut hincut. Silap haribulan, Sham humban aku dalam laut lagi. Bukan boleh percaya mamat ni. Kaki ku pun sudah kurang sakitnya.

" Budak ni degil tau. Nanti I suruh doktor jahit kaki you pastu jahit mulut you sekali" gertak Sham.

" Dahlah orang sakit , nak buli lagi. Tak payah jahit mulut I, I tak nak cakap dengan you dah" aku mendesis. Sham cuma tersengih sambil memegang kedua belah pipi ku.

" Tak nak cakap? Fine. You jangan cakap apa apa ok. Gerammmnya. Muaahhh" Kata Sham sebelum bibir nya menyapa bibirku.

Maakkkkkk! Tolooonnggg! Suami aku ni memang gilaaaaa! Sakit kaki aku terus hilang...perghhh! Tapi rasa nak pengsan pulak!
................................................................................................................

" Sayang, mana tie biru I?" tanya Sham semasa kami bersiap untuk ke pejabat. Aku mencari tie feveret Sham dan mengikatkannya ke leher Sham. Aku teringat masa pertama kali aku cuba mengikat necktie dulu, nasib baik Sham tak tercekik. Ikatan nya pula besar macam penumbuk sampai Sham gelak terguling guling. Manalah aku reti nak ikat tie orang lelaki? Ingat aku pernah kawin atau duduk serumah dengan boyfriend ker? getus ku. Aku membetulkan kolar kemeja putih berjalur biru yang di pakai Sham.

" Ili ingat tak hari apa hari ni?" Pertanyaan Sham membuat aku terkebil kebil. Hari apa pula? Yang pasti bukan hari jadi Sham atau aku, bukan hari jadi Mak atau Abah atau anniversary mereka. Bukan juga hari Valentine.

" Hari Rabu kan?" aku beri jawapan bodoh. Aku mencapai handbag Prada pemberian Sham. Beg yang berharga hampir sama dengan gaji aku di beli Sham di KLCC minggu lepas. Aku tak pernah meminta mahupun berkias yang aku suka sangat beg klasik Prada yang di buat dari canvas hitam. Mungkin Sham dapat mengagak sebab kepala aku selalu terteleng bila lalu depan kedai itu. Sungguh mengharukan, dapat beg tangan idaman sebab aku masak laksa Penang feveret Sham. Masa itu, aku dan Sham tidur di rumah Mama. Berbaloi lah aku ke pasar Taman Tun Dr Ismail awal pagi Sabtu membeli ikan parang dan bunga kantan. Dari A hingga Z semua aku buat sendiri, mengikut resepi nenek. Sham makan sampai 3 pinggan. Cewahhhh! Bangga nya aku.

" Memanglah hari Rabu, cik adik. I tanya kalau ada sesuatu yang special tentang hari ni? " tanya Sham sambil menguis rambut ku di dahi yang hampir menutupi mata. Aku dah lama tak gunting rambut sebab Sham suka dengan gaya rambut aku sekarang.

" Hari hensem Encik Shamsul Hazril Shamsudin?" aku bergurau. Mana tahu kot kot dapat handbag designer lagi....he! he!

" Bukan hari hari pun I hensem ke?"

"Perasan!" dengus ku sambil menjelir lidah.

Sham mengelus pipi ku. Aku mengenggam jari nya dan menariknya keluar dari bilik. Kalau lama lama nanti jadi cerita lain pula.

" Jom lah turun. Nanti lambat pula I sampai ofis. You boss , tak kisahlah"

Cuma kami berdua bersarapan. Mak dan Abah ke kelas Tai Chi. Abah sudah menjual companynya dan bersara terus dari dunia perniagaan jadi banyaklah masanya yang terluang. Dua kali seminggu dia ke kebunnya di Janda Baik. Mak pula kerap menghadiri kelas agama, di masjid atau surau berdekatan. Kalau tak , dia bertandang ke rumah Mama ku dan sahabat handai yang lain atau keluar shopping.

Aku menyapu kaya atas roti bakar untuk aku dan Sham sambil menyanyi kecil. Betul kata orang, bercinta selepas kahwin memang indah. Aku bersyukur sangat dengan kebahagiaan yang aku nikmati. Sham seorang yang romantic dan pandai mengambil hati. Aku akui yang kadangkala kedegilan aku susah nak di buang walaupun aku cuba mengubah sikap agar hatinya tak terguris. Tapi perangai nya yang suka mengusik dan menyakat makin menjadi jadi. Sifat malu aku masih menebal, Sham pula suka melihat muka aku merona bila di usik. Selamba saja dia mengejar dan memeluk aku depan keluarganya. Tak ada kesopanan dan kesusilaan langsung.....gerammm nya aku! Tapi hidup dengan Sham tak pernah boring. Ada saja modalnya nak buat aku ketawa. Jantung aku sentiasa bergetar kencang bila bersamanya. Saling merindui bila tak bersama, padahal aku di ofis aku dan dia di ofisnya yang terpisah cuma beberapa kilometre. Orang bercinta bagai nak rak lah katakan...he! he! Yang best nya tak ada apa yang menghalang, 100% ditanggung halal.

Kalau ada masa terluang, aku dan Sham mesti keluar bersama. Macam pasangan remaja pula rasanya, berjalan berpegang tangan di shopping mall, membeli belah, menonton wayang, main ice skating dan makan berdua. Masa zaman sekolah dulu aku tak ada boyfriend nak buat aktiviti ni semua, sekarang boleh balas dendam. Pertama kali keluar, kami berdua ke Midvalley, mengimbau kenangan lama di Starbucks dan Guess. Kata Sham, sejak aku tinggalkan dia, dia tak pernah menjejak kaki ke Midvalley sebab tempat itu membawa kenangan pedih. Sedihnya aku dengar....

Cuma satu saja yang belum aku kecapi. Aku kepingin hendak tinggal berdua dengan suami ku, di rumah kami sendiri. Tapi aku takut Mak dan Abah berkecil hati. Selalunya kami tinggal di rumah Mak dan Abah dari hari Isnin hingga Jumaat. Hari Sabtu dan Ahad pula ke rumah Mama dan Papa ku. Macam nomad rasanya , asyik ke hulu ke hilir. Mama dan Papa tak kisah kalau aku dan Sham tak balik ke rumah mereka tapi aku rindukan mereka. Tambah pula sekarang Kak Ngah berpantang di sana dengan babynya yang baru lahir, Zafran Haqim. Geram aku tengok bayi yang kiut miut itu. Lagi pun masa inilah aku dapat menunjuk skill memasak pada Sham. Sham pun memahami yang aku ni masih lagi ingin bermanja dengan Mama. Sayaaaannnggg Sham!

" Owww!" terletus dari bibir bila kaki aku di tendang Sham di bawah meja. Pingganku yang di isi roti bakar sudah kosong. Mug kopi masih di tanganku.

" Dah sampai mana ni? Naik ke ISS dengan angkasawan hensem idola awak tu?" Sham mengusik.

" A'ah. Sebelum you kacau tadi kita tengah tengok bintang bintang. " aku tersengih melihat mata nya mengecil. " Takdelah. I gurau jer. Bukan macam you, dalam tidur pun sebut nama Angelina Jolie. "

Sham tergelak . " I sebut Ili lah. Bukan Angelina Jolie. Tolong korek telinga tu". Kata Sham sambil memiat telinga ku. Ouchh! Sham ni ada ada jer. Aku menjeling jam tangan ku dan terus bergegas mengangkat pinggan dan cawan kotor ke dapur.

Seperti biasa Sham menghantar aku ke ofis. Aku membawa kereta sendiri cuma bila aku terpaksa kerja lambat atau ada meeting di luar. Kalau Sham balik lewat atau ada appointment di luar, aku naik LRT atau Pakcik menjemput aku . Sejak berkahwin , aku pastikan prestasi kerja aku tak tergugat. Aku masih bekerja lewat kalau perlu sebab kata kata Encik Reza masa aku di interview dulu masih terngiang ngiang di telinga. Lagipun, majikan seperti ABN Bank susah nak cari. Bonus tahunan aku lumayan juga sedangkan aku banyak mengambil cuti ketika accident dulu, dan juga cuti kahwin. Rakan sekerja juga makin akrab macam keluarga. Nasib baik Sham tak merungut macam Mak kalau aku balik lambat. Aku sungguh bertuah mempunyai suami yang memahami kehendak aku untuk berjaya dalam karier . Sebab itu aku juga tak pernah menyoal atau menarik muka masam kalau Sham balik lambat atau bila dia keluar dengan business partners dan client nya untuk dinner. Nak kata aku tak rungsing langsung... tipulah. Cemburu tanda sayang kan? Tapi aku yang selalu menolak undangan Sham untuk keluar bersama clients nya. Aku berpesan pada diri sendiri supaya tidak " menyibuk" dalam urusan kerja nya. Pasangan yang dah berkahwin pun mesti ada " ruang" sendiri.

" Cakaplah, hari ni hari apa? " desak ku. Jalanraya kurang sesak pagi ini. Selalunya kalau tak sesak, aku boleh sampai ofis dalam masa kurang dari setengah jam. Siaran radio Hot FM berkumandang dengan celoteh Fara Fauzana dan Faizal. Lagu Ku Mahu nyanyian Datuk Siti menjadi pilihan pemanggil.

" Tak nak. You fikir sendiri. I nak test you." balas Sham. Aku semakin musykil. Jenuh aku memikir namun tiada jawapan. Aku pun menukar topik.

" Sham, kalau I cakap something you jangan marah okay?" aku melirik ke arahnya.

" Depends on what you want to say. Kalau you nak kahwin lagi satu, mestilah I marah" jawab Sham selamba. Ketawa terletus dari bibir ku.

"Perempuan mana boleh kahwin dua? Kalau boleh pun I tak nak. Seorang pun I tak kuasa nak layan."

"Tak larat ya? Takper, kita prektis banyak banyak lagi , tingkatkan stamina. Adoii! Sakit lah you cubit" Sham menggosok pehanya sambil tersengih melihat muka aku yang merah. Tak senonoh betul! Suka sangat buat lawak 18 SX.

" Okay, okay. Sorry. Serius ni. Apa you nak cakap?" tanya Sham dengan tawa yang masih bersisa

"Er... you tak teringin kah duduk rumah kita sendiri? Maksud I, kalau your parents setuju lah. Bukan sebab I tak suka duduk rumah you sekarang tapi....." kata ku
perlahan. Aku risau juga kalau Sham ingat aku tak suka tinggal dengan ibubapanya. Sham terus memotong ayat ku yang tergantung.

"Ili, I pun memang nak tanya you benda yang sama. I dah lama nak kita duduk berdua kat rumah sendiri. Tapi I kesian kat you. Dahlah penat kerja kat ofis, balik kena buat kerja rumah pula. You sanggupkah?"

Aku tersenyum gembira. Yeayyyy! Tak sangka Sham pun berfikiran sama dengan aku. Sehati sejiwa lah, katakan.

" Mestilah I sanggup. Ramai isteri bekerja yang tinggal di rumah sendiri. I dah biasa buat kerja rumahlah. Tapi kalau I busy sangat kita boleh hantar baju ke kedai laundry. Kalau I tak larat masak, kita boleh beli atau makan kat luar. "

" OK... set. Bestnya...ada privacy. Habislah you" Sham ketawa nakal. Alamak!

" Urgghhh... tak jadi lah. Lupakanlah apa I cakap. "Aku muncungkan mulut.

" Ha ha! Takut? Sampai bila nak duduk bawah ketiak mak bapak kita kan? I kena belajar jadi suami yang bertanggungjawab. My parents will understand."

Kereta Sham pun sampai ke perkarangan KLCC sebelah Maxis Tower.

" Bye sayang. I'll pick you up at 6.30. Jangan lupa ya, tonite birthday party Auntie Jamilah." Aku salam dan cium tangan nya seperti biasa dan melambai hingga Sham hilang dari pandangan. Bibit rindu mula terbit....mengadanya aku!

" Ili, bulan depan Bank Negara datang untuk audit. Encik Reza suruh update semua customer files; yang web based dan hard copy. Dia akan buat random check sepanjang minggu ni. Kau tahu lah boss tu, kalau ada yang tak kena, siaplah." kata Salwani sebaik saja aku sampai. Perkataan Bank Negara menimbul sedikit cuak dalam benak hati walaupun setahu aku, Hadi cuma mengaudit bank tempatan sahaja.

" Berapa lama auditors ada sini nanti?" Inilah pertama kali Bank Negara buat audit sejak aku mula kerja disini.

" Selalunya dua minggu saja. Sebab bank ni bukan besar sangat. Haaa, lagi satu. Kau kena clearkan baki annual leave kau dari tahun lepas sebelum auditors datang."

" Berapa hari lagi aku ada?" Aku agak cuai dalam hal ini, tak pernah simpan rekod cuti. Lagipun aku dah banyak bercuti tahun lepas. Cuti sakit dan cuti kahwin saja dah cukup lama. Wani mengambil Personnel File dari cabinet di belakangnya.

" Enam hari lagi. HR punya regulation kena clear sebelum akhir Mac. Masa auditors datang nanti, boss tak bagi sesiapa ambil cuti. Eh..kau tak pergi honeymoon ? " kata Wani sambil menyelak dokumen dalam fail .

Aku menggeleng kepala. " Tak, Sham busy. Tunggulah dulu." Kami tak sempat lagi pergi honeymoon. Sebaik saja balik dari PD, Sham terus sibuk dengan projek terbaru di Port Klang dan kes Encik Kamarul. Akhirnya, Datuk Shukri dan pengarah pengarah lain bersetuju untuk memberi peluang kepadanya memandangkan dia sudah lama berkhidmat dengan Isfahan Engineering. Hai...tak sangka sungguh Encik Kamarul yang macam pijak semut tak mati boleh ada affair. Rupa rupanya dia memang dah lama " kenal" Maya dan bila Sham perlukan secretary , dia yang recommend Maya. Bila dah sebumbung senanglah nak memadu kasih. Kak Azah pun apa lagi...macam macam desas desus dan gossip yang di sampaikan ke seluruh pelusuk syarikat. Kalau Al Jazeera, Astro Awani dan CNN di gabungkan pun tak boleh kalahkan berita dari mulut Kak Azah. Nasib baik secretary baru Sham, Kak Adura tak macam itu. Kak Adura yang ada pertalian darah dengan Auntie Jamilah, isteri Datuk Shukri, agak pendiam orangnya.

Aku terus melangkah ke cubicle aku. Banyak kerja yang aku harus selesaikan. Nasib baik aku ni berdisiplin juga, fail pelanggan aku akan di kemaskini setiap bulan. Tapi aku perlu semak semula kalau ada apa apa yang tertinggal. Pastu mesti kena tolong staff yang lain, teamwork itu penting. Lelaki memang malas sikit nak buat filing. Shahrul selalu sumbat semua dokumen dalam lacinya yang dah macam tempat ternakan tikus mondok.

Hari ini berlalu dengan pantas. Shahrul mengajar aku tentang apa yang akan di semak oleh auditor nanti. Aku pula membantu nya mengemaskini fail fail nya. Selain itu kerja harian juga mesti di teruskan seperti biasa. Aku ada temujanji lunch dengan Puan Ainun, Financial Controller dari Tiara View Properties di Hotel Nikko. Nasib baik berdekatan, aku boleh jalan kaki ke sana. Selepas lunch aku kena brief Encik Reza tentang keperluan pembiayaan untuk projek baru mereka di Sg Penchala. Fuhh...pening juga kepala aku.

Aku sedang meregangkan badan dan baru menanggalkan sepatu tumit tinggi aku bila Gina menelefon.

" Ada bunga untuk Kak Ili. Cantik. Kalau tak nak , Gina ambil ya" girang bunyi suara Gina. Ada beberapa pelanggan yang baru ku kenali menghantar bunga untuk ku. Aku mengucapkan terimakasih tetapi memberitahu mereka dengan baik yang aku sudah bersuami. Aku tak pernah simpan bunga yang di terima dari lelaki lain walaupun Sham tak tahu.

" Siapa pula yang hantar ni?" Aku membelek jambangan ros putih dan pink . Cantik sangat. Kad yang terselit di buka.

" Happy 1st month anniversary. Thank you for being my wife"
Luv you forever
SHS

Terharunya aku. Kesian Sham , dapat isteri tak romantik. Hari ini 9 January, aku tak teringat langsung yang sudah sebulan aku dan Sham berkahwin. Kenangan majlis pernikahan aku yang amat " bersejarah" masih segar di ingatan. Biasalah, adat orang bercinta, terasa pantas sangat masa berlalu.. Aku segera menghantar SMS kepadanya.

"Thx 4 the flowers. Sori I lupa. Luv u. Muaahhhhh"

" Kak Ili nak tak bunga ni?" tanya Gina dengan penuh harapan. Jambangan ni antara yang paling cantik aku pernah dapat.

" Yang ini mestilah Kak Ili nak. Sham yang hantar" jawab ku sambil senyum riang.

" Ooohh.... patutlah Kak Ili nampak berseri seri. Abang Sham has good taste."

Aku baru meletakkan jambangan itu atas meja bila Shahrul memanggil ku. Apa pula dia nak? Aku tak boleh buat tak dengar sebab suara nya macam orang pakai loudspeaker. Kalau tak di jawab, makin berdentum nanti.

" Peminat mana pula hantar bunga tu?" tanya Shahrul sambil mengangkat kening.

"Peminat? Sham yang hantar lah." Kata ku ringkas. Shahrul tersengih.

" Ha ...ha ...ingat tak dulu kau tak nak terima bunga dari dia? Jual mahal konon. Tengok tengok jadi laki kau jugak." Berdekah dekah Shahrul ketawa.

" Hisshhh.. dah lah tu. Kau nak kena dengan boss ke? Ada apa kau panggil aku?
Takkan nak tanya pasal bunga saja" rengus ku. Buang masa aku lah dia ni. Shahrul terus menyengetkan laptop nya ke arah ku.

" Ili, kau dah tengok training schedule tahun ni yang baru keluar? Encik Reza baru hantar email. Kalau kau nak pergi mana mana kursus, bagi tahu aku. Nanti kita kena arrange supaya kita berdua tak pergi sekali. You are my backup and vice versa." Kata Shahrul. Matanya tekun mengamati attachment dalam email dari boss kami. Aku menjenguk skrin dari belakangnya. Sebenarnya kalau ikutkan hati , aku malas nak pergi berkursus, lebih lagi kalau di luar negara. Kenapa? Faham faham jerlah.

" Aku suggest kau pergi Cash Management Product Training dengan Forex and Derivatives Seminar. Both courses are very important kalau kau nak move up in this bank. Satu kat Singapore dan satu kat Hong Kong. Bila kau nak pergi , terpulanglah. Tapi lagi cepat kau pergi , lagi bagus."

Aku terdiam sebentar. Betul kata Shahrul, lambat laun aku kena pergi juga. Alaa...orang lain pun kahwin juga. Takkan tak boleh berpisah sekejap pun, aku "sound" diri sendiri.

" Aku rasa aku nak pergi Cash Management kat Singapore dulu lah. Clients kita banyak yang nak tahu pasal Cash Management. Cash product specialist pun tak ramai sekarang. Kalau aku dah expert, aku boleh buat presentation sendiri. Pasal derivatives tu, clients kita punya requirement tak begitu sophisticated dan tak perlukan itu semua" aku memberi pendapat. Shahrul mengangguk tanda setuju.

" Okay. Kalau kau pergi February atau Mac, aku tak ada apa apa hal. Aku plan nak cuti bulan April nanti. Nak pergi Phuket. " Seronoknya Shahrul ni, asyik pergi bercuti saja. Itulah kelebihan orang bujang, tak ada komitmen.

"Ili, jangan lupa. Besok kita pergi jumpa Integrated Technologies kat Klang. You kena bawa kereta. Road tax aku dah mati. Nak renew pun tak ada masa. " kata Shahrul sambil meneliti PDA nya.

" Teruk betul lah kau ni. Ok, tapi kau drive kereta aku ke Klang. Aku tak familiar dengan jalan kat sana"
..................................................

Selesai kerja dalam pukul 6.30, aku pun bergegas ke KLCC. Sham sudah pun menunggu aku di Dome sambil membaca suratkhabar.

" Hi sayang. You want a drink?" Aku menggeleng. Perut ku masih lagi kekenyangan dengan makan tengahari tadi. Malam nanti nak makan dinner kat hotel pula. Nasib baik berat badan aku tak naik sejak kahwin. Sham membayar bil dan kami turun bersama ke tempat parkir kereta di level P2.

" Sham, nanti I kena pergi training kat Singapore. Tak tentu bila lagi tapi most probably in March" cerita ku dalam perjalanan pulang.

" Ya ker? Ni yang buat I susah hati. Nak lepaskan wife I pergi luar negara seorang diri. Kalau I ikut boleh tak?" Sham menduga.

" Er.....boleh kot. Tapi nanti I bukan boleh jumpa you sangat pun. Training bank ni bukan macam holiday. Masa kat Amsterdam dulu, dari pagi sampai petang ada lectures dan presentation. Malam pula kena buat course work dengan group discussion. Tak ada masa nak enjoy. Anyway, yang I kena pergi kali ni tak lama. 3 hari saja. "

" Kalau tak nak I ikut cakap sajalah. Nanti you nak cari boyfriend kat sana kan?" dengus Sham . Hisshhh....minta pujuk lah tu.

"Elehh..merajuk pula. Hilang hensem. " aku mengusik sambil mencuit pipinya. Sham ketawa.

" Ili, kita tak pergi honeymoon lagi. Teruk kan I? Asyik busy saja sejak kahwin. Hujung bulan ni rasa nya I free. You boleh ambil cuti tak?" Wah..best ni. Aku pun memang kena habiskan cuti. Tak sabar rasanya, sure romantic gila...he! he! Gedik betul aku ni.

Aku mengangguk" Boss pun memang suruh I ambil cuti. Kita nak pergi mana?" tanya ku dengan teruja

" Kalau boleh I nak bawa you pergi Europe. But it is too cold, sekarang winter. Begitu juga US. Lagipun kalau nak pergi sana , kena cuti panjang. At least 2 weeks baru berbaloi."

" Kita pergi Melbourne nak? Sekarang summer kat Australia. I boleh tunjuk you tempat I tinggal, uni I. Lepas itu kita boleh melawat Kak Nadia di Sydney atau pergi Gold Coast." cadang ku.

" Boringlah. Buat sakit hati saja tengok tempat you bercinta dengan Hadi. " sanggah Sham. Alahai...tak sensitif sungguh aku ni. Aku mengetap bibir.

" Sorry, I tak ada niat langsung nak pergi sana sebab nak relive old memories. What is past is past. I dah lupa semua tu. Sorry kalau you tersinggung". Ada getaran dalam suara ku. Aku mengusap lengannya.

" He..he! I saja nak test you. I tahu , you sayang I seorang saja kan." Sham mencubit pipi ku.

" Kalau itu pun you tak tahu, tak guna you belajar bertahun tahun kat US. Tak pandai pandai lagi." perli aku.

Sampai di rumah Mak , kami segera menunaikan solat Maghrib. Kemudian aku membuka pintu almari untuk memilih baju. Koleksi pakaian aku makin bertambah sejak berkahwin. Kalau shopping bersama Sham , ada saja yang di belikannya untuk aku walaupun aku jenis yang tak pernah meminta. Kata Sham, memang tanggungjawab dia menyediakan semua keperluan aku. Paling aku suka ialah brand Esprit, MNG dan Zara. Kalau pakaian ofis pula, G2000 jadi sasaran aku. Selalunya aku tunggu musim sale untuk membeli pakaian. Aku memang suka shopping tapi taklah sampai tahap "gila". Mungkin sebab masa muda dulu aku terpaksa berjimat. Tapi bila dengan Sham, dia suka belikan baju A/X, DKNY, CK, Ralph Lauren. Maklumlah , dia di besarkan dalam kemewahan.

" Apa yang you mengelamun tu? Pergilah siap cepat. Atau you nak I tolong tukarkan baju you?" gertak Sham. Tersentak aku dari lamunan.

" Eeee..... tak payah! I kerat jari you karang!" jerit aku sambil mencapai baju warna biru firus dari penyangkut dan terus lari ke bilik air.
.......................................................................................
Baju rekaan Rizalman itu aku beli masa sale di Aseana minggu lepas atas desakan Sham. Dia yang beria ria menyuruh aku beli baju baru untuk majlis harijadi emak saudara kesayangannya.

" Kena pakai something formal ker?" tanya ku sambil membelek evening dress warna biru firus jenama Rizalman. Very nice but a bit too sexy for my taste, kata ku dalam hati. Potongan nya simple tapi agak low cut.

" Cantik baju ni. I like the colour. You should get it" kata Sham.

"Hah? Terbeliak mata Datuk Shukri dan Tuan Hj Ariff nanti. Malu lah I nak pakai baju macam ni." Bidas ku sambil mengecilkan mata.

" Baguslah kalau dia orang terbeliak. Hilang rasa mengantuk pakcik dua orang tu. He..he! I am just kidding . I pun tak nak orang lain meleleh air liur tengok my wife. You modify lah baju tu sikit." Nak tergelak aku dengar Sham guna perkataan modify. Ingat ini kereta ker?

Sales assistant di situ juga menggalakkan aku mencuba. " Cantik kalau adik pakai sebab adik tinggi lampai. Why don't you try it on? Its on offer , ada 30% discount" Aku membuat kiraan mental... lebih kurang RM700. Mahal tu , tapi berbaloi dengan kualitinya.

Ok jugak tapi kena pakai camisole atau tube di dalam, kata ku sendiri bila baju dari kain crepe silk itu tersarung di tubuh. Masuk bakul angkat sendiri pula aku ni...he!
...............................................................................

Kereta Sham meluru ke arah Hotel Shangrila. Mata Sham tak putus melirik ke arah ku. Aku pun apa kurang nya... macam gadis belasan tahun berjumpa dengan artis idola. Berkali kali aku kena pesan diri ku untuk tutup mulut yang ternganga. Hensem giler Sham memakai suit hitam di padankan dengan kemeja linen putih berkolar Mandarin.

"Mesti ramai yang nak berkenalan dengan you nanti. Siapalah awek cun ni?" kata Sham

"Mesti ramai yang nak ambil gambar dengan you, minta autograph you. Kalau Mawi datang pun orang tak pandang" balas ku. Ketawa kami bergema. Tapi dalam hati, terbesit juga rasa cuak. Mesti ada di kalangan tetamu yang ingin bermenantukan Sham dahulu. Tentu ada yang akan " mengadili" aku, sama ada layak atau tidak dengan Sham.

Sabah Room di Hotel Shangri La di hiasi dengan bunga bunga ros dan carnation warna pink. Belon berwarna pink, putih dan silver di gantung di merata sudut. Meja meja di hiasi lilin beraroma dan kelopak bunga mawar di taburkan di atas alas meja putih. Macam majlis perkahwinan, cuma tak ada pelamin. Kebanyakan tetamu telah sampai dan sudah mengambil tempat duduk di meja masing masing. Semuanya bergaya sakan , yang lelaki memakai suit dan yang perempuan pula berbaju evening dress atau baju tradisional. Tapi semuanya mengerlip. Very the bling bling. Sudahlah baju berlabuci , intan berlian yang menghiasi leher , telinga dan tangan mereka juga berkilauan. Patutlah tadi Mak suruh aku memakai gelang dan rantai berlian nya. Aku menolak , sebab kalau hilang matilah aku. Kerja sampai pencen pun tak cukup duit aku nak ganti. Cuma seutas rantai pearl dan sepasang subang aku kenakan juga supaya tak nampak " kosong" sangat.

" Ili, Aril. " panggil Kak Sherry dan Kak Shana sambil melambai kepada kami. Sham memegang tangan ku dan terus menghala ke arah meja mereka. Seperti biasa , Sham menarik kerusi untuk ku. Gentleman habislah suami aku ni. Aku diperkenalkan dengan tetamu lain di meja itu yang rata ratanya saudara dan sahabat karib. Mak dan Abah duduk di meja depan dengan kawan kawan se usia mereka. Sedang aku berbual bual dengan kakak kakak ipar ku, tiba tiba bahu ku di tepuk.

" Iliii..." suara yang pernah ku dengar menyapa telinga. Aku segera menoleh. Seorang gadis jelita berambut perang tersenyum girang memandang ku.

" Izriiiinnn! " Aku dan Izrin berpelukan. Sudah bertahun lamanya aku tak bertemu Izrin, sepupu Sham. Aku masih ingat dengan jelas majlis perpisahan di rumahnya sebelum dia berangkat ke UK.

"Lama tak jumpa. You look great. Bila you balik?" tanya ku. Izrin tak banyak berubah , cuma rambutnya di warnakan dan lebih stylo.

" I baru balik semalam. Holiday sekejap jer ni. My husband tak habis study lagi. Sorrylah I tak dapat datang masa your wedding. Gembira nya I bila my mother bagi tahu yang you dah jadi cousin I." Izrin ketawa riang.

" Siapa sangka kan?" aku tergelak kecil.

" Actually, I dah agak yang Abang Sham suka kat you masa party kat rumah I dulu." Kata Izrin

" Ili pun suka I masa tu tapi dia coverline. Cakap suka Prince William lah, Orlando Bloom lah...saja nak jual mahal " sampuk Sham sambil tangannya di letak di bahu ku.

"Pandai pandai jer" desis ku sambil mencubit pinggang Sham.

" You two look so sweet together. Nanti I catch up with you guys. I nak introduce you to my hubby , if I can find him. Dia tengah sibuk di interview oleh makcik pakcik aku semua. Ili, nanti kita keluar dengan Zara sebelum I balik okay? "pesan Izrin sebelum berlalu pergi.

Majlis pun bermula sejurus kemudian dan seluruh dewan di gelapkan sebelum birthday girl ( girl lagi ker?) sampai. Datin Jamilah sangka yang Datuk Shukri membawanya untuk makan malam berdua, tapi di kejutkan dengan nyanyian Happy Birthday dan kek 3 tingkat dengan 55 lilin sebaik saja masuk ke dewan. Terkejut sungguh wajahnya. Nasib baik tak kena heart attack. Tapi aku suka melihat mereka berdua, very loving couple walaupun usia dah hampir mencecah 60 tahun. Walaupun tidak mempunyai anak, mereka tetap bahagia dan setia bersama.

Selesai doa selamat, penyanyi jemputan Aishah memulakan persembahan sambil kami menjamu selera. Enak sungguh sajian ala barat, shrimp cocktail, sup sayur dan steak, di akhiri dengan kek harijadi dan kopi. Bestnya..lepas ni boleh balik tidur, macam ular sawa kekenyangan pula aku ni.

Alunan sebuah lagu Inggeris lama nyanyian Natalie Cole " Unforgettable" menyaksikan pasangan pasangan ' veteran' termasuk Mak dan Abah melangkah ke dance floor di depan pentas. Alamak...lagi mengantuk lah aku. Lagu itu memang sedap tapi tak boleh ke mainkan lagu rancak sikit?. Sham sibuk berbual dengan dua tiga rakan perniagaan Datuk Shukri yang datang ke meja kami. Aku leka melayan cerita Kak Shana dan Kak Sherry tentang saudara mara yang hadir. Auntie A dulu makwe Uncle B tapi kawin dengan Uncle C. Makcik X berkenan dengan anak Makcik W tapi anak Makcik W dah kahwin di UK tapi tak cakap kat parents dia. Aku tersenyum mendengar hikayat keluarga ini. Dari jauh aku nampak Izrin asyik menari bersama suami nya yang berwajah kacak persis pelakun Hindi , Hrithik Roshan tapi versi renek. Bangsa apalah agaknya suami Rin tu?

" Sham... darling! How are you? Lama kita tak jumpa" tiba tiba suara serak serak basah seorang perempuan berdesing di telinga ku. Aku menjeling ke arah Sham tapi cepat mengalihkan mata ku bila melihat gadis yang tidak ku kenali itu berbalas ciuman pipi dengan suami ku. Gadis berpakaian tube dress yang cukup sexy itu berwajah Arab. Berkulit putih kemerahan dan berhidung mancung. Sedaya upaya aku cuba berlagak "cool".

" Itu Soffira, anak director Isfahan, Syed Nazari. Dia tinggal di Dubai, sekali sekala saja balik ke Malaysia. Dia dah kawin dengan towkay minyak kat sana. " kata Kak Shana seolah olah cuba melegakan aku. Oh...mungkin dah terikut stail orang Arab yang suka berlaga pipi, aku bersangka baik.

" Sofi, let me introduce you to my wife. Ili, this is Sofi, an old family friend" kata Sham mendekati aku. Aku bangun dan bersalaman dengan Sofi yang memandang ku atas bawah, kiri kanan. Dia tidak pula mencium pipi ku. Adat Arab dia itu hanya di guna di antara perempuan dan lelaki saja agaknya.

" Oh hello. You are one lucky girl. Sham, you are handsomer than ever. Let's dance!" Tanpa menunggu jawapan , Sofi menarik lengan Sham ke arah dance floor. Sham memandang ku seolah meminta kebenaran. Aku senyum tawar dan mengangguk. Takkanlah aku nak halang dia menari dengan kawan lama nya. Baru kawin dah nak tunjuk queen control kata orang nanti. Nasib baik lagu slow tadi sudah di tukar ke lagu rancak. Tak ada peluanglah minah Arab celup tu nak peluk suami aku...ha! ha!

Kak Shana dan Kak Sherry di ajak menari oleh Abang Amirul dan Abang Lokman. Tetamu lain di meja aku sudah beransur pulang. Aku duduk melongo keseorangan. Hmmm... boringnya. Mata aku melingas sekeliling dan ekor mataku ternampak seorang lelaki muda memerhati aku. Sebentar kemudian, dia pun melangkah ke arah meja ku.

" Hi, I am Shafiq. " katanya sambil menghulur tangan kepada ku.

" I'm Ili." aku menyambut tangannya sambil tersenyum. Lega aku ...ada juga teman berbual untuk hilangkan boring. Rupa rupanya Shafiq dua pupu Sham. Cuma dia tinggal di Johor jadi kami tak pernah berjumpa. Bila dia mengajak aku menari , aku pun menurut.

Lagu Akon " Smack That" sedang di mainkan. Apa lagi, aku pun tunjuk skill lah...he! he! Skill konon! Aku memang suka menari walaupun tak pernah pergi clubbing. Biasalah , menari depan cermin memang hobi aku....he! he! Cuma sekarang bila dah kawin aku terpaksalah hentikan aktiviti itu. Takut Sham ingat bini dia kena rasuk.

Shafiq dengan aku berbual bual sambil berdansa. Dia baru 21 tahun dan belajar di Singapore. Sebaya dengan adik aku Irfan. Dia ingat aku pun sebaya atau lebih muda darinya. Patutlah dia mengushar aku tadi, nak cari geng seusia agaknya. Kembangnya aku!

Seronok dapat lepas geram di dance floor. Setelah 3 lagu baru aku perasan Sham sudah tidak kelihatan di dance floor. Mana dia pergi? Kena kidnap dengan si Sofi tu ker? ? Bibit bibit kecurigaan mula melanda. Bila lagu rancak bertukar perlahan, aku dan Shafiq bergerak dari dance floor.

" Ingatkan tak nak balik." Tiba tiba suara Sham menyapa ku. Aku melihat jam tangan ku. Ooops...dah pukul 11.30. Sebelum datang tadi, aku yang pesan supaya balik sebelum pukul 11 sebab besok kerja.

" Hi Abang Aril. How are you? Kak Ili is a great dancer. I really enjoyed myself. Thanks Kak." kata Shafiq sebelum berlalu. Mata Sham makin mencerun.

" I ingat you tengah menari dengan Sofi lagi. Sorry , I lupa nak tengok jam. Jom kita balik." Aku mencapai tangan Sham. Dia meleraikan tangannya dan meletakkan tangannya ke dalam poket jacket.

" Oh, dengan orang lain seronok menari sampai tak hengat dunia. Dengan husband you sendiri tak nak menari?" nada suara Sham membuat aku sentap.Mungkin sebab aku penat dan mengantuk, mungkin juga time ni aku nak "uzur". Tapi darah aku menyirap. Rasa macam nak maki hamun orang jer tiba tiba.

" Eh, apahal ni? I menari dengan cousin you. Takkan nak marah? You pun menari dengan orang lain kan?" suara aku meninggi. Ingat aku tak terasa bengkek tengok si Sofi mengelenyor dengan dia?

Sham mengetap bibir seraya menarik lengan aku ke dance floor. Terpisat pisat langkah ku mengikutnya . Nasib baik sandals bertumit tinggi ku tak terlucut. Lagu lama" Tonight I Celebrate My Love" nyanyian Roberta Flack dengan siapa entah menimbulkan mood yang romantic. Aku cuma berdiri tegak sambil memandang pasangan tua dan muda asyik masyuk berpelukan sambil bergerak mengikut alunan lagu. Sham meletakkan tangannya ke pinggang ku. Bila aku tidak memberi respon, dia menarik kepala ku seraya membisik bait bait lagu ke telinga ku. Tak aci.....! Aku bulatkan tekad, aku takkan cair dan menyerah kalah kali ini. Entah kenapa penyakit degil aku kembali menyerang.

" Kenapa ? Dah tak sayang I ?" tanya Sham bila aku terus membatu.

" I penatlah" jawab ku. I pun nak juga tunjuk ego; asyik kena mengalah saja. Tak pasal pasal kena marah. Nyampahhh!

" Let's go then" kata Sham ringkas sambil menghela nafasnya.
..............................................................................................................

Badan ku tak selesa, rasa macam nak demam. Tekak ku terasa pedih dan kering sampai nak menelan air liur pun payah. Aku mengalihkan tubuh di katil, mencari sudut yang tak sejuk. Tiba tiba aku perasan Sham tidak ada di sisi ku. Terkedu aku. Berbagai andaian mula bermain di minda, yang jelas sekali wajah Ya Habibi Soffira Al Gatali ada di dalam setiap scenario. Aku segera tempiskan segala imej. Senang betul syaitan mengganggu...nak sembahyang tahajjud dah tak boleh.

Aku mencari Panadol dalam laci tapi stok dah habis. Macam mana ni? Sham tak ada. Ke mana dia pergi? Bibit tangis mula mengetuk kelopak mata ku. Silap aku juga, aku yang membisu seribu bahasa dalam perjalanan balik dari hotel. Sampai di rumah aku terus menukar baju dan tidur tanpa sepatah kata. Kucupan good night di pipiku tidak aku balas seperti biasa. Tunjuk perasaan lah konon! Sekarang padan muka aku.

Dengan badan yang tak bermaya, aku melangkah ke bawah. Hasrat aku ingin mencari panadol untuk meredakan demam ku. Selalunya mudah bagi aku melawan demam kalau aku cepat makan ubat. Di manalah aku nak cari ubat di rumah ini? Takkan nak kejutkan Mak? Bibik dan Mak Dah pun mesti nyenyak melayan alam mimpi, tak sampai hati pula nak bangunkan derang yang penat kerja sehari suntuk. Kaki aku melangkah perlahan ke dapur dan membuka satu persatu laci. Kepala ku semakin berat tapi hasilnya nan ado. Airmata ku mula mengalir..... aku rindukan Mama dan rumah aku. Aku sandarkan kepala ku yang panas ke dinding dapur yang sejuk. Bunyi TV mencecah telinga ku. Siapa yang belum tidur lagi agaknya? Seluruh rumah gelap masa aku turun tadi. Deria pendengaran aku mengatakan bunyi TV dari bilik Sham di bawah, bilik bujangnya dulu. Dia tidur kat bawah ker? Paling menakutkan , adakah dia berseorangan? Astaghfirullah.... Hisshhhh! Ili, jangan curigakan suami sampai begitu.

Aku terpaksa tolak ego ku ke tepi. Kalau aku sakit, macam mana nak pergi Klang dengan Shahrul besok? Silap haribulan nak pergi ofis pun tak sanggup. Lampu bilik Sham masih bernyala dan pintu nya tak rapat. Aku mengesat airmata dan mengetuk pintunya perlahan. Sham menguakkan daun pintu sedikit.

" Siapa.... Ili? Apasal ni?" tanya Sham. Mungkin hanya imaginasi ku tapi aku nampak macam Sham menjegilkan mata seolah aku mengacau. TV menyiarkan perlawanan bolasepak... entah pasukan mana yang sedang bertanding. Mata ku mula kabur kembali dengan genangan airmata.

"Sor... sorry.. sorry kacau you. Ada panadol tak?" kata ku dengan sebak. Aku menutup mata dan bersandar di dinding tepi pintu. Sham memegang dahi ku yang berbahang. Kepala ku di belainya. Airmata yang aku bendung dari tadi terurai juga.

" Don't cry. Nak pergi doctor?" tanya Sham lembut. Aku menggeleng.

" Ili tidur sini. I ambilkan ubat." Sham memimpin aku ke katil bujangnya. Bantal yang di gunakan untuk bersandar di tepuk dan diletakkan kepala ku atasnya lalu mengucup dahi ku. Terharunya aku. Sebentar kemudian Sham masuk dengan segelas air suam dan ubat demam.

" Kenapa tak cakap Ili demam? Patutlah bad mood tadi. Kalau I tahu , kita singgah kat klinik sebelum balik." Kata Sham. Mata nya tertancap kepada skrin TV sambil memicit kepala ku dengan minyak cap kapak.

" Tadi tak demam, memang I bad mood. Sorry....." Kata ku perlahan sambil menarik selimut.

" I yang patut cakap sorry sebab marah you. Kesian... sampai demam baby I ni"

" I demam bukan sebab kena marah tapi sebab jeles tengok you dengan Sofi." Sham tergelak mendengar pengakuan ku.

" Oh..mengaku juga ya. Kenapa you nak jeles? Sofi tu dah kawin. You jauh lagi cantik dari dia. Sebab tu I geram jer tengok you menari lama lama dengan Shafiq" Sham mencubit pipi ku. Bibir ku mengukir senyuman.

" Entah apa apa lah you ni. Kan Shafiq tu muda lagi dari I. Dia baya adik I si Irfan tu." Ubat tadi membuat demam ku berkurangan. Lega rasanya. Aku bangun dan duduk bersila di sisi Sham. Chelsea, team feveret Sham seri dengan Arsenal 2-2 dengan 5 minit lagi masa perlawanan.

" Tak kisah, I jeles kat semua lelaki yang dah akil baligh" kata Sham sambil melabuhkan kepala nya ke riba ku. Ketawa terletus dari mulut ku. Gila lah Sham ni! Aku mencubit pipinya yang berlesung pipit.

" Thanks sebab ambilkan I ubat. You baik sangat sangat. I love you sooo much" kata ku.

" Kalau I bagi injection mesti lagi cepat sihat" Sham tersenyum nakal. Aku blur sekejap, sebelum menangkap maksudnya.

" Sorry... tak boleh. Hutang yer , doktor. Good night."

Seperti biasa, meja di House of Sundanese penuh pada waktu lunch. Nasib baik aku buat reservation. Hari ini temujanji aku bersama Izrin dan Zara untuk sesi jejak kasih dan menganyam ketupat..he! he!. Tapi kelibat mereka berdua belum lagi kelihatan. Setelah penat membelek menu, jari aku ligat menekan butang di handphone , game Snake menjadi pilihan ku untuk merehatkan minda sambil menunggu. Lepas 10 minit berlalu , tibalah kedua mereka.

Izrin dengan baby T putih dan seluar bawah lutut dengan menggalas backpack LV, terus melambai pelayan untuk memesan makanan. Dari jauh rupanya tak ubah macam pelancong matsalih.

" Panas gila weather kat sini. " katanya sambil mengipas mukanya dengan menu. " One iced lemon tea please. You all order lah apa apa yang sedap. I dah lama tak makan kat sini. "

" Okay, cumi cumi bakar, Ikan nila goreng, sayur lodeh. Apa lagi?" tanya Zara. Zara nampak ceria, berbeza dengan kali terakhir aku berjumpa dengan nya 3 minggu lalu. Masa itu aku dengan Sham main ice skating di Sunway Pyramid dan kami bertandang ke rumahnya untuk bertanya khabar. Waktu itu, dia masih murung kerana keguguran yang di alaminya tapi kini nampak semangatnya sudah kembali.

" I nak tauhu pok . Cukuplah tu dulu ya. Nanti banyak sangat tak habis pula. Kena tinggal some space for dessert " sampuk aku. Pelayan itu mengangguk lalu meninggalkan kami.

" So what's up Rin? Ceritalah kat kita orang, siapa nama your hubby? Macam mana you berdua jumpa?" tanya ku pada Izrin. Aku tak sempat berjumpa dengan nya sebelum pulang dari birthday party Auntie Jamilah sebab tengah bengang dengan Sham.

Dengan wajah berseri seri Izrin mengimbas kembali pertemuan pertamanya dengan Asif Kameel, pemuda keturunan Pakistan yang sudah lama bermastautin di bumi England. Mereka mengambil kelas yang sama di London Polytechnic walaupun Izrin lebih senior darinya. Perkenalan yang bermula tiga tahun dulu mendapat tentangan hebat dari ibubapanya yang ingin menjodohkan dia dengan pilihan keluarga.

" You tahulah, bangsa dia orang tu. Dah bertahun duduk kat England pun masih amalkan arranged marriage. Sekarang mana ada orang yang kahwin dengan pilihan keluarga....ooopsss! Sorry Ili" Terletus ketawa dari Zara dan Izrin. Aku cuma tersengih..nak buat macam mana. Dah memang terkena batang hidung ku.

" Sekarang parents dia dah boleh terima you ke?" tanya Zara. Muka Izrin berubah. Dengan keluhan dia menyambung cerita

" Tak juga. Susah nak ubah cara fikiran parents dia. Masa kami kawin di masjid kat London, parents aku dan abang aku saja yang datang. Sejak aku kahwin 3 bulan lalu baru sekali aku berjumpa dengan keluarga mertua aku. Entahlah , aku dah puas berusaha nak berbaik dengan mereka tapi tak ada hasil. Cuma aku bersyukur adik beradiknya dapat terima aku."

"Apa kata parents kau?" tanya Zara

" Parents aku sedih lah. Sudahlah aku kawin dengan bangsa asing, keluarga dia tak restu pula. Kawan kawan aku pun hairan, macamlah tak ada lelaki Melayu. Tapi dah takdir, aku jatuh cinta dengan Asif. Aku cuma mampu berdoa perkahwinan aku kekal dan bahagia. " Kata Izrin dengan hambar.

Aku menggengam tangan Izrin. " Kitorang pun doakan kau. Kau kena kuat. Insyaallah satu hari nanti parents Asif akan lembut hati."

" Pandai Ili bagi nasihat kan? Rin, kau dengar tak cerita dia? Mati mati dia tak nak tahu siapa bakal suami dia. Pastu terus pengsan masa akad nikah...ha! ha!" Gelak tawa Zara dan Izrin berhamburan. Pelanggan di sekeliling memandang ke arah kami. Muka aku merah menahan malu

" Sshhh... korang ni. Gelak tak hengat. Malu lah sikit." desis ku sambil mencubit lengan Zara.

Makanan kami pun sampai. Bau lauk pauk mengecurkan air liur. Tanpa lengah, kami pun mengadap rezeki. Berselera sungguh si Izrin.

" Sedapnya. Dah lama aku tak makan makanan Melayu macam ni" katanya sambil menceduk kuah lodeh ke atas nasi.

" Habis tu , kau makan apa? Capati dengan kari?" tanya ku hairan

"Woi, laki aku bukan mamak lah. Asif tu dah lidah matsalih. Dia duduk di sana sejak usia 3 tahun. Parents dia pun dah tak makan capati" bidas Izrin

" Oh...jadi kau makan steak dengan fish and chips jerlah. Nasib baiklah aku kawin dengan orang Jawa...he! he! Cuma aku tak pandai masak macam ni. Lainlah Ili, dia terer masak" sampuk Zara.

" Untung Sham kan. Akhirnya dapat juga kawin dengan kau. Eh.. sambunglah cerita kau pengsan masa nikah dulu. Mak aku pun ada cerita sikit sebelum ni" tanya Izrin sambil menahan ketawa. Adeh.... satu dunia dah tahu ke?

" Aku penatlah masa tu. Aku baru balik dari Amsterdam, dengan jetlag lagi. Hampir 24 jam aku tak tidur tau. Korang ni teruk lah" rengus ku.

" Tapi Ili happy kan sekarang? Aku boleh nampaklah, you dengan Abang Sham memang sepadan. Macam pasangan baru jatuh cinta..he! he!" Kata kata Izrin membuat muka ku memerah. Alahai, ketara sangat ke aku ni angau? Tiba tiba Zara berbisik pada ku

" Ili, kau perasan tak perempuan yang pakai baju merah kat meja kat corner sebelah tingkap tu? Itu bukan ker ex girlfriend Sham yang bergaduh dengan engkau dulu? "

Aku menoleh dengan perlahan .... alamak! Mata Lisa memandang aku dengan tajam. Takkan lah dia masih dendam dengan aku. Dia masih jelita dan sexy seperti dulu cuma nampak cengkung sedikit.

" Ha'ah. Itu memang Lisa. Buat tak nampak sajalah. " kata ku ringkas. Aku takkan biarkan Lisa merosakkan mood aku.

" Oh.. dia tu. Abang Sham baik dengan dia macam kawan biasa saja, dia yang lebih lebih. Aku ingat lagi. Perasan gila minah tu. " kata Izrin dengan cebikan.

Rasanya sekejap sungguh pertemuan kami bertiga. Banyak betul yang kami bualkan; cerita tentang kawan kawan lama, tentang rumahtangga kami, pekerjaan kami. Maklumlah dah bertahun kami tak jumpa Izrin dan entah bila pula kami dapat bertemu lagi. Tak sedar sudah hampir dua jam berlalu. Aku dan Zara harus kembali ke pejabat. Nasib baik Encik Reza cuti hari ini, kalau aku lambat sedikit tak jadi hal.
Besok Izrin nak ke Langkawi bersama suaminya selama 3 malam. Lepas itu ke Kota Baharu dan Trengganu. Seronoknya Cuti Cuti Malaysia bersama suami tercinta.

" Bila korang nak datang ke London? Ajaklah hubby korang datang. Rumah aku kat Bayswater dekat dengan tube station. Senang nak shopping, nak pergi sightseeing." Pelawa Izrin masa kami selesai makan dan mula bergerak untuk pulang.

" Tengoklah Rin. Kalau Fitri ada kursus kat UK, bolehlah aku pergi. Kalau nak pergi holiday kena save duit dulu. Bukannya murah nak pergi sana" jawab Zara

"Bukan aku tak teringin nak pergi, adik aku Irfan tengah study kat sana. Boleh jumpa dengan Abang Nabil juga. Tapi Sham dan aku busy sangatlah sekarang. Honeymoon pun tak sempat lagi" sambung ku .

" Ya ker? Kesiannya... teruklah cousin aku tu, workaholic ! Eh, kau okay ke duduk di rumah mertua? Macam mana Auntie Siti dengan Uncle Din?" tanya Izrin.

" Dia orang memang baik. Aku di layan macam mem, sampai kadang kadang aku naik rimas. Nak masak sendiri tak boleh, basuh baju pun tak payah. Nak tolong kemas rumah pun pembantu tak bagi. Agak nya mereka takut , aku kan kasar sikit. Nanti habis pecah barang crystal dan porselin mak Datin..he! he! " balas ku dengan ketawa kecil. Kami bertiga turun escalator yang di penuhi pekerja pejabat yang baru selesai makan tengahari.

" Alaa...kau kawin dengan anak orang kaya. Macam itulah lifestyle dia orang. Eh, kau dengan Sham tak nak duduk rumah sendiri kah?" tanya Zara. Zara dan Fitri sudah membeli rumah berhampiran dengan rumah ibubapanya di Subang Jaya. Hujung bulan ini mereka akan pindah.

" Aku dah bincang dengan Sham. Dia pun setuju. Tapi belum ada masa nak cari rumah." Jelas ku. Bukan saja Sham yang sibuk, tapi aku pun sama. Semalam, aku sampai ke rumah lepas pukul 8 kerana hujan lebat. Kami tak sempat pulang ke ofis selepas temujanji dengan pelanggan di Klang kerana jam teruk. Selepas menghantar Shahrul ke rumahnya di Kota Damansara aku pun bergegas pulang, takut kena sound dengan Mak. Nasib baik Mak dan Abah ke masjid memenuhi undangan jiran yang buat tahlil.

Sampai ke Ground floor, kami bertiga berpisah. Izrin ke Isetan untuk membeli pakaian untuk ke Langkawi sementara Zara turun ke tempat parkir dan aku balik ke ofis di Menara Maxis. Bilakah kami akan berjumpa Izrin lagi? Walaupun aku bahagia dengan alam perkahwinan, sekali sekala terbesit rasa rindu pada zaman remaja yang ku lalui bersama dengan teman teman ku.
...............................................................................

Habis waktu kerja, aku bergegas ke KLCC. Mama memesan blueberry tart kerana Pakcik Anuar dan Makcik Suraya akan ke rumah untuk makan malam. Yeayyy! Dah lama aku tak jumpa mereka. Selepas ke supermarket Cold Storage menunaikan permintaan mama, aku ke Isetan. Aku kusyuk memilih pakaian bayi di Isetan. Setiap minggu ada saja buah tangan untuk hero Kak Ngah bila aku dan Sham balik bermalam di rumah Mama dan Papa. Leka aku membelek satu persatu baju dan seluar jenama Miki untuk si kecil .

" Hai...dah cari baju baby nampak? Patutlah kawin pun tergesa gesa" berdesing suara menjamah gegendang telinga ku. Aku menoleh dengan pantas " Oh no...my worst nightmare!" Dalam ramai ramai warga kota Kuala Lumpur, tak sangka aku akan bersemuka dengan musuh No 1 aku. Dari waktu lunch tadi aku rasa tak sedap hati bila melihatnya di restoran. Tak kan dia jadi stalker aku? Rambutnya yang tadi di ikat , sekarang di biarkan beralun. Baru keluar dari salun rambut agaknya.

" Assalamualaikum" aku memberi salam dengan senyuman plastik terpatri di wajahku. Lisa yang bergaya seksi dengan mini dress merah menyala itu menipiskan bibirnya. Dah kena botox ker, sampai tak boleh nak senyum, detik hati ku.

" So how is my ex ? Kesian kau, dapat bekas bekas aku. Itu pun sebab mak dia yang paksa dia kawin dengan kau. Kalau tidak jangan haraplah Sham nakkan kau. Kalau setakat ringan ringan masa kolej tu bolehlah." Katanya dengan mata yang mencerun. Walaupun kata katanya kesat tapi ini bukan Ili yang dulu lah, makcik.

" Eh...tadi kau sindir kata aku terpaksa kawin sebab mengandung. Pastu kau kata mak Sham paksa dia kawin dengan aku. Mana satu yang betul ni? Err, siapa nama kau.... kesiaaaann. Dah tak betul sebab tak dapat kawin dengan Sham, agaknya." Kata ku dengan nada lembut sambil tersengih. Tak ku sangka, di tengah orangramai yang membeli belah, dia menghayun tangannya...GILA! Tapi nasib baik seseorang menghalang dengan pantas. Kalau tidak berbelanglah muka aku. Silap haribulan bersepai gigi kau, Ili. Siapa suruh bertegang urat dengan minah gila ni. Tak sangka dia masih berdendam selepas sekian lama. Sudah dua kali berkahwin pun tak boleh lupakan Sham. Agaknya Sham akan menjadi dambaan Lisa sampai bila bila... fuuuhhh! Apalah ubat guna guna yang Sham pakai agaknya...

" Lisa...what's wrong with you? Tak malukah?" sembur lelaki yang menghalang Lisa dari menyajikan aku sup tangan. Beberapa orang staf Isetan mendekati kami setelah menyaksikan cerekarama dengan mulut terlopong. Pelanggan pula berpura pura memilih barangan sambil pasang telinga. Malunya aku! Matilah kalau ada orang yang kenal aku....Nauzubillah. Aku pun sengaja cari pasal...pantang tok nenek aku kalau di cabar. Sepatutnya aku cabut saja bila minah ni mendekati aku.

" Eh... ni Comel kan? Apa nama betul kau? Haa..Ili. How are you?" kata lelaki itu. Lelaki yang bergaya segak dengan suit biru tua itu kenal aku? Alamak, ini sudah macam mengibarkan kain merah di depan lembu. Panggil aku comel pula tu... larrriiiiiikkkkkk!

Dalam perjalanan pulang aku mengimbas kembali peristiwa tadi. Yang jelasnya, Lisa masih menyimpan perasaan kepada Sham dan tetap membenci aku. Memang psycho perempuan tu.... menakutkan! Siapa pula lelaki tadi? Yang aku tahu cuma ada seorang yang memanggil aku Comel iaitu Harris kawan lama aku yang berkerja di Starbucks masa zaman sekolah dulu. Tapi lelaki tadi nampak jauh beza dari Harris yang aku kenal. Harris kurus melidi dan sentiasa berpakaian ala hiphop. Tapi itu 6 tahun lalu. Mungkin dia sudah menjadi seorang tokoh korporat sekarang. Aku mengimbas kembali kali terakhir aku bertemu dengannya di Starbucks Midvalley. Mana boleh ku lupa hari itu sebab waktu itulah aku dan Sham mula berkenalan dengan lebih dekat. Aku tersenyum sendirian bila kenangan lalu mula menjentik hati. Memori Lisa akan ku humban jauh... tak berbaloi langsung nak serabutkan kepala ku dengan benda dangkal.

Sampai saja di rumah, aku terus mencari anak buah aku Zafran. Mama, Papa dan Kak Ngah sudah faham benar dengan perangai aku.

" Ili, pergilah mandi dulu. Tengok tu, Zafran dah bersin dah. " tegur Mama sambil mengambil bungkusan Cold Storage dari ku.

" Alaa..Mama ni. Ili tak busuklah. Sebelum balik tadi, Ili singgah Isetan dan try perfume...he! he!" kata ku sambil mendukung dan mengagah Zafran. Matanya di bulatkan dan air liurnya meleleh. Eeeiiiyaakkk... aku mengelap mukanya dengan tuala kecil. Kesian Zafran, tak ada hadiah untuknya hari ni. Semua Lisa punya pasal!

" Sham tak balik sekali?" tanya Papa. Aku membawa kereta sendiri hari ini sebab Sham terus ke tapak projek di Port Klang pagi tadi.

" Dia balik lewat hari ini. Katanya nak jumpa dengan kawan minum teh tarik. Mungkin lepas maghrib baru balik." Kata Sham dia nak jumpa dengan Faiz di Lotus Jalan Ampang. Kesian Sham, sejak kahwin ni sibuk betul, sampai tak ada masa untuk kawan kawan nya. Aku rasa bersalah kerana mencuri banyak waktu nya. Biasalah orang baru kawin...macam belangkas.

Setelah puas bermain dengan Zafran, aku ke dapur menolong Mama dan bibik . Masakan stail kampung jadi menu malam itu. Mama menumis rencah untuk sambal tumis ikan bilis. Aku menumbuk sambal belacan dan menggoreng ikan masin. Selesai tugas ku, aku pun naik ke atas untuk mandi.

Pakcik Anuar dan Makcik Suraya sedang berbual bual dengan Mama dan Papa bila aku turun. Aku menerpa dan bersalaman dengan mereka. Makcik Suraya memeluk ku erat.

" Nampak berseri seri anak dara ni. How's married life, sayang?"

" Tak kanlah Ili anak dara lagi , Su. Awak ni .." sampuk Pakcik Anuar. Muka aku merona... apalah pakcik aku ni. Mama dan Papa turut senyum.

" Jomlah kita makan dulu. Nanti sejuk pula lauk pauk" ajak Mama.

" Tak nak tunggu Sham?" tanya Papa. Aku menggeleng

" Tak perlah. Dia baru SMS kata dia stuck in traffic. Dia suruh kita makan dulu"

Aku terus ke dapur dan mengambil bekas berisi nasi dan Bibik mengangkat jag air. Aroma lauk pauk sungguh menyelerakan walaupun aku bukannya lapar sangat.

" Ili tak makan sekali?" pelawa Makcik Su

" Its okay. Ili tunggu Sham. Ili kenyang lagi, baru makan kuih talam"

" Orang suruh dia rasa, dia bantai makan tiga potong" kata Mama sambil ketawa. Memang kalau aku balik, Mama mesti buat kuih talam atau seri muka, dua kuih fevret aku. Walaupun boleh beli, tapi yang Mama buat paling sedap.

Sudah hampir pukul 9 bila Sham sampai. Kami semua sedang menikmati pastries dan kuih talam serta kopi di ruang tamu. Aku bergegas membuka pintu bila mendengar suara Sham memberi salam.

" Waalaikumsalam. Jam teruk ker? Kesiannya you " kata ku bila menatap wajah Sham yang keletihan. Aku mengambil beg laptop nya. Sham tersenyum sambil menghidu bau lauk yang aku panaskan.

" Let me guess? Mesti ada lauk feveret I kan?"

" A'ah..lauk lemak udang. Takkan you tak tahu, Mama mesti masak lauk lemak kalau you datang. Huh... anak emas!" aku pura pura mencebik.

" Jeles lah tu. Siapa suruh you naughty sangat? Tengok lah , Mama you pun lagi sayang I dari you" gurau Sham sambil mencubit pipi ku. Bila aku cuba menampar bahunya, dia mengelak dan bergegas ke depan untuk berjumpa tetamu.

" Apa khabar Sham? Banyak kerja kah?" tanya Pakcik Anuar

" Banyak jugaklah Pakcik. Engineer kita ada dua orang baru berhenti sebab dapat offer pergi ke Middle East. Gaji di sana banyak, berkali ganda dari sini. Pakcik dengan Makcik sihat?"

" Alhamdulilah. Sham dengan Ili bila nak datang ke rumah?" tanya Makcik Su

" Insyaallah, Sham dengan Ili memang nak pergi. Tengoklah , dua tiga hari ni. Sham pun rasa bersalah sebab tak sempat lagi jumpa saudara mara Mama dan Papa. Asyik busy memanjang."

" Sham, pergilah makan. Ili, dah hidangkan untuk Sham?" Mama bersuara.

" Sudah. Tuan Shamsul , jemput makan"kata ku seraya membuat gaya waitress mempelawa pelanggan masuk ke restoran. Sham menjeling sambil menahan ketawa.

" Tengok tu.... budak ni.." Mama menggeleng kepala melihat telatah ku. Aku tahu yang mama selalu risau aku berkelakuan tak senonoh di rumah Mak dan Abah. Tapi dia tak tahu, Sham tu lagi teruk dari aku. Kalau bab menyakat ni... dia lah juara.

Sham terus menceduk lauk lemak ke pinggan nya bersama sambal belacan dan ulam. Tak sabar sabar nak menjamah makanan kegemaran nya.

" Kejap lah. Kotor lengan baju you nanti. Pakai baju branded tapi ada bau belacan" aku mengomel sambil membuka cuff links dan menyinsing lengan kemeja Sham.

" Thanks sayang. Kalau tolong suapkan lagi best, tangan I pun tak bau belacan." Usiknya. Aku menjeling sambil mengambil tempat duduk di hadapan nya.

" Manjanya... nanti I letakkan Milo you dalam botol susu Zafran, nak?" perli ku sambil menuangkan air ke gelas Sham dan aku sendiri.

" Lepas itu you dodoikan I , mandikan I ...." gelak Sham.

" DIAMLAH...tak senonoh. I sumbat sambal belacan kat mulut you nanti." kata ku sambil menjeling ke arah ruang tamu. Malunya kalau orang dengar. Tak padan dengan letih, nak jugak mengusik.

" Ili... apahal bising tu? Dah kawin pun nak bertekak depan rezeki lagi" Mama menegur. Aku muncungkan mulut.

"Tengok tu. You punya pasal I kena marah. Jaga..." bisik ku memberi amaran kepada Sham. Sham gelak dalam diam sampai bahunya terhinggut hinggut. Hampehhh!

Berselera sungguh Sham, sampai dua pinggan nasi di habiskan. Selesai makan , aku mengangkat pinggan mangkuk ke dapur dan membuat Milo untuk Sham. Sham tak minum kopi waktu malam sebab nanti susah nak tidur katanya. Alamatnya aku pun tak boleh tidur sebab dia nak aku layan dia berborak.

Kak Ngah membawa Zafran ke bawah sebentar untuk berjumpa Pakcik dan Makcik. Dia tidak menangis walaupun di dukung dan di agah semua orang.

" Muka dia macam Kak Ngah " aku memberi komen. Makcik Su mengangguk tanda setuju sambil membelai rambut Zafran yang lebat. Hati ku terasa hiba bila teringatkan yang Makcik dan Pakcik hingga kini tiada cahaya mata.

" Ili dengan Sham bila pula nak timang anak?" tanya Makcik.

"Bila ada rezeki." Jawab Sham sementara aku tersenyum sipu.

" Jaga Sham pun macam jaga baby gak. Punyalah manja" usik ku.

"Oh.. kutuk kita ya. Kalau Pakcik dengan Makcik nak tahu, Ili ni lagi teruk. Kaki kena kaca dia nangis, demam sikit pun menangis macam baby." balas Sham. Aku menjegil biji mata dan mengetap bibir... teruk betul! Itu pun nak cerita. Nasib baik dia duduk jauh dari aku, kalau tak siap lah kena belasah.

" Ili memang macam tu. Tak boleh tahan sakit sikit." Mama menokok. Adehhh..... malu nya aku!

Selepas tetamu beransur pulang, aku membasuh pinggan mangkuk di dapur. Kesian Bibik yang tak berapa sihat, sekarang dia cepat letih memandangkan umurnya pun makin meningkat. Inilah tahun terakhir dia akan bekerja dengan kami. Wang tabungan nya sudah mencukupi untuk membina rumah untuk keluarganya dan menunaikan fardhu haji. Tercapailah segala hajatnya setelah bertahun tahun mencari rezeki di negara orang.

" Sayang, let me help" kata Sham yang menjelma di sisi ku tanpa ku sedari. Dia memakai baju Melayu dan kain pelikat, seperti kebiasaannya bila bersolat. Rambutnya masih sedikit lembab dengan wuduk. Sejuk mata ku memandangnya.

" Eh... tak payahlah. You pergilah tidur . Kesian, you dah letih." aku menegah. Tangan ku pantas membilas pinggan yang bersabun.

" Kalau I tolong you lagi cepat habis kerja,kan? I susah nak tidur kalau tak ada bantal peluk" jawab Sham sambil tersenyum. Aku membalas senyuman nya. Untungnya dapat suami macam Sham, sudah lah hensem, rajin pula tu.

"By the way , how was your lunch with Rin and Zara? Apa cerita Rin?" Sham mengambil kain dan mengelap pinggan yang sudah ku bilas. Ringan tulang cik abang aku ni.

Aku menceritakan sedikit sebanyak kisah pertemuan kami bertiga tadi. Tapi aku tinggalkan part yang kami ternampak Lisa. Aku tak mahu mengungkit lagi peristiwa tadi....ngeri siott!

" Sham, you nak makan apa besok? "

" Hmmm.... I teringin nak makan ikan pari bakar cicah air asam. Tapi you tak payah susah susah lah Ili. Kita makan di luar saja" kata Sham sambil memintal hujung rambutku dengan jarinya.

" Apa yang susahnya? Esok pagi I pergi pasar beli ikan, pastu bakar dan buat air asam. Senang jer, no problem. "

" Baiknya isteri I ni. So sweet. Untungnya dapat kawin dengan dia"

Tiba tiba mood nakal menguasai ku. " He .. he. Memang untung. Ni dia Revenge of Ili sebab cerita pasal I menangis tadi..... Amek !" Aku merenjiskan air sabun di tangan ke muka Sham. Cepat saja Sham menangkap jari ku dan merangkul tubuh ku.

" Ooo...revenge ya? Lain kali I buka cerita pasal the first time kita tuuuuttt . Baru padan muka" kata Sham sambil mengenyitkan matanya. Muka Sham cuma beberapa inci dari muka ku.

" You berani?? I lari dari rumah nanti " aku menjerit kecil sambil cuba melepaskan diri. " Lepaslah, malu kalau orang nampak"

" Ili yang naughty, mestilah kena punish. Nak kena cium atau nak kena geletek?" katanya sambil mengeratkan pelukan nya.

" Teruklah you. Bila nak habis buat kerja kalau macam ni?" aku menggumam. Sham mencubit pipi ku sebelum meleraikan pelukan nya. Dia menolong aku membasuh bekas bekas lauk dan gelas minuman. Selesai saja mengemas dapur, aku terus menguap.

" Jom tidur" aku meraih lengan Sham.

" Amboi, tak sabar sabar lagi . I penatlah malam ni, sayang" jawab Sham sambil ketawa kecil. Cisss! Kenakan aku ya?

Pappp! Aku menampar bahu Sham. Ketika itu Mama masuk ke dapur, memegang flask air. Alamak , habislah aku.

" ILI! Tak baik buat Sham macam tu" kata Mama dengan tegas. Mata Mama mencerun pada ku.

" Itulah Mama, Ili ni suka buli Sham." Aiikk...mengadu pulak? Mana aku pernah mengadu kat Mak bila dia sakat aku. Aku mengetap bibir tanda geram.

" Kenapa Mama turun? Mama nak minum ?" cepat aku mencelah sebelum Mama leterkan aku sebab membuli menantu kesayangan dia.

" A'ah..nak isi air dalam flask. Ili dengan Sham pergi tidur. Dah lewat ni" kata Mama

..................................................................................................................................
Aku memeluk lutut sambil memerhati bintang bintang di langit dari window seat. Entah kenapa aku terasa susah nak lelapkan mata. Mungkin aku dah jadi macam Sham, tak boleh minum kopi waktu malam. Bila aku keluar dari bilik air, Sham sudah lelap. Kesian Sham, tanggungjawabnya berat. Banyak urusan kerja dan keputusan di lepaskan pada Sham walaupun Sham pengarah Isfahan yang termuda. Namun Sham tak pernah komplen, semuanya di anggap satu cabaran.

Fikiran aku menerawang kepada insiden dengan Lisa dan Harris tadi. Hairan juga aku, macam mana Harris boleh berkahwin dengan Lisa yang sombong gedik itu. Dan bagaimana Lisa juga boleh tertarik dengan Harris. Tapi Harris sekarang bukan Harris yang ku kenali dulu. Yang pasti Lisa tak pernah melupakan Sham dan aku tahu dia ingin memiliki Sham semula. Kalau tidak, takkanlah dia masih bencikan aku. Mungkinkah Sham akan menjadi suami Lisa kalau Mak tidak pernah kenal Mama?

Sebenarnya semuanya bermula bila Mama kahwin dengan Papa. Kalau tidak, mungkin Mak tak akan berjumpa semula dengan Mama, kawan sekampungnya. Dan kalau Hadi tidak berkahwin dengan Dina , apakah aku kini masih bersamanya? Tapi suratan takdir menentukan yang jodoh aku dengan Sham. Segala yang berlaku adalah perancanganNya dan tiada kuasa yang boleh menidakkan segala yang di tentukanNya. Begitu juga dengan masa depan ku, aku hanya manusia kerdil yang perlu pasrah dengan ketentuan qada' dan qadar.

Aku terkejut bila belakang ku di sentuh.
" Sayang.. kenapa termenung ni?" Sham meletakkan kepalanya di bahuku. Aku berganjak sedikit untuk membenarkan dia duduk di sisi ku.

" Tak tidur lagi? Ingat you dah lena tadi?" aku memandang wajahnya. Matanya redup membalas renungan ku.

" Susah nak tidur kalau you tak ada kat sebelah. Apasal Ili tak tidur lagi, ada problem ker?" tanya Sham dengan lembut sambil mengusap rambut ku. Aku menggeleng.

" Tak adalah. Sebab minum kopi. Itu yang susah nak tidur " aku mengelak. Malas aku nak ungkit kembali peristiwa yang berlaku siang tadi.

" Kalau tak boleh tidur, sayang tolong picit badan I boleh tak? Lenguhlah" Sham menggeliatkan tubuhnya.

" Apa upahnya? Ingat jari kita ni pakai bateri ker? Letih tau"

" Oh, nak upah ya? Upah nya.. upahnya.... nah!" Sham terus mencium pipiku, hidungku dan dahi ku sambil jarinya menggeletek pinggang ku. Terkekeh aku ketawa sambil cuba menepis tangannya. Jahat betul Sham ni.

" Sham..please stop it! Bising lah. Nanti Zafran terjaga" kata ku. Bilik Kak Ngah dan Zafran di sebelah bilik kami. Kesian Kak Ngah, sudahlah kena bangun untuk menyusu, pastu tak boleh tidur sebab kita orang bising.

" Ili lah mengada...nak sangat upah. Amek kau" Sham gelak nakal sambil menarik aku ke katil.

Sham meniarap supaya aku dapat memicit bahunya. Aku bukan pandai sangat bab bab memicit dan mengurut ni, hentam sajalah. Jangan tersilap urat dahlah.

" Sedaplah Ili urut. Ni yang buat I makin sayang. By the way, I dah minta cuti minggu depan. Kita pergi honeymoon ya?" kata Sham.

" Takutlah. Nanti kalau you buli I , tak ada siapa nak tolong." Padahal dalam hati...Best gila, tak sabarnya aku!

"Takut ke syok? Malu malu pulak! I yang takut. You ni boleh tahan ganas " Sham ketawa bila aku memukulnya dengan bantal.

" You pergilah sorang. I tak nak ikut." bentak aku , pura pura merajuk konon. Aku menarik bantal aku ke hujung katil, jauh dari Sham. Kelopak mata aku makin berat. Jam di sebelah katil menunjukkan pukul 12.10. Aku menyembam muka ke bantal.

"OK. Jangan menyesal... Bali cantik and so romantic. Siapalah perempuan bertuah yang dapat mengorat I nanti? I dapat suite di Ritz Carlton , ada private swimming pool lagi. Bestnya kalau ada awek cun macam Luna Maya. That's what you call heaven on earth." Sham sengaja nak sakitkan hati aku. Tahulah aku ni tak cantik macam Luna Maya. Bencinya !!! Aku cuma membisu, tak daya aku nak balas.

" Ili... Ili..merajuk ker?" kedengaran suara Sham sayup. Mata aku sudah tak mampu ku celikkan. Bila Sham mengusap belakang ku, tidur terus menyelubungi dan membawa ku ke alam mimpi.


Aku hairan dan sedih melihat tingkah laku Sham dua tiga hari kebelakangan ini. Dia berubah 360 darjah. Seboleh bolehnya Sham ingin menjauhkan diri dari aku. Kalau aku dalam bilik, dia tengok TV di luar atau berbual dengan parentsnya. Kalau aku cuba join, dia masuk ke bilik atau keluar mengambil angin di verandah . Seolah jijik sangat dengan aku. Muka nya sentiasa tegang dan nada suara nya membuat aku dapat meneka yang perasaan amarah bergelendang di hati nya. Sudah berkali aku cuba mencungkil puncanya tapi usaha aku sia sia. Semakin aku tanya, semakin terkatup bibirnya. Selama hampir dua bulan perkahwinan kami, tak pernah begitu "terhijab" dirinya dari ku. Tiada lagi gurau senda, kata kata romantis , pelukan mesra dan ciuman yang singgah di pipi ku. Aku kebingungan ... apa salah ku? Tak ada hujan, tak ada ribut, tiba tiba Sham berubah sikap. Bukan sekali dua aku menitiskan airmata di dalam kegelapan malam. Siapa yang tak sedih jika orang tercinta menghilang....hanya jasadnya bersama ku tapi dia bukan lagi Sham yang ku kenal. Angin apalah yang menyerangnya kali ini?

Aku pun apa lagi, dah orang tak sudi. Takkan nak jadi hidung tak mancung, pipi tersorong sorong. Setiap pagi aku membawa kereta sendiri ke ofis dengan alasan aku banyak meeting dengan pelanggan di luar sebelum mengambil cuti. Sepatutnya lusa aku dengan Sham pergi berbulan madu di Bali tapi kalau tengok keadaan sekarang lagi baik aku masuk kandang singa. Aku tetap akan bercuti; aku bercadang nak balik ke Taiping menjenguk nenek dan saudara mara di sana.

" Aril, dah makan ke belum? " tanya Mak bila Sham terus menaiki tangga ke bilik sebaik saja sampai ke rumah. Mata aku , Mak dan Abah yang sedang menikmati makan malam tertumpu ke arahnya.

" Sudah Mak. Aril nak ke bilik air. Sakit perut" jawab nya pendek. Tak pandang langsung kat aku. Aku pasti Mak dan Abah boleh mengagak ada sesuatu yang tak kena dengan perhubungan kami. Sudah lenyap keriuhan usikan Sham bila bersama aku. Tapi aku tidak pernah membuka mulut ataupun menunjukkan kesedihan depan mereka. Biarlah mereka berteka teki sendiri.

" Nanti Aril turun kejap. Mak dengan Abah nak cakap dengan Aril" kata Abah dengan nada lembut tapi tegas. Sham yang sudah menaiki anak tangga menoleh dan memandang aku dengan tajam. Walaupun bibirnya tak bersuara tapi tuduhan yang di lemparkan melalui roman wajahnya menyiatkan hati ku. Aku pantas menundukkan muka. Pinggan makan Corelle berbunga biru menjadi tatapan ku. Macamlah aku mencucuk Mak dan Abah tentang kelakuannya terhadap ku. Hello... aku tahulah nak menjaga maruah suami aku. Sesiapa pun tak tahu tentang masaalah aku sekarang, baik Mama atau Zara sekalipun. Tak mungkin aku membuka aib Sham... walaupun aku terpaksa menggalas beban ini sendiri. Tersentap terus selera makan ku padahal masakan sambal tumis sotong, ayam masak halia dan sayur campur yang Mak Dah masak memang enak. Rasa sebak mula melanda.

" Mak dengan Abah nak bincang pasal nak jual rumah ni" tambah Mak bila melihat tenungan Sham yang macam singa lapar itu.

" Oh... okay. Kejap lagi Sham turun". Sebentar lagi aku terdengar dentuman pintu bilik yang membuat Mak dan Abah mengerling satu sama lain.

Aku turut terkejut dengan kata kata Mak. Tak sangka dia dan Abah nak menjual rumah yang sudah mereka diami lebih 20 tahun ini. Mungkin juga mereka mula rasa rumah ini terlalu besar. Kak Shana dan Kak Sherry pun sering menasihati mereka untuk berpindah ke rumah yang lebih kecil supaya lebih mudah nak menguruskannya, lebih lagi kalau Mak Dah atau Bibik Tuimah hendak berhenti nanti. Lagipun sejak Abah bersara, jarang di adakan majlis keramaian untuk pekerja syarikat nya. Kalau tidak, menurut kakak ipar aku, sebulan sekali mesti di adakan jamuan atau kenduri. Abah melayan pekerja nya macam keluarga sendiri. Sampai sekarang pun ada di antara mereka yang berkunjung untuk bertanya khabar.

Selesai makan malam, kelibat Sham masih tak kelihatan. Mungkin dia tak nak duduk semeja dengan aku agaknya. Aku menolong Mak Dah dan Bibik Tuimah mengemas dan kemudian naik ke bilik. Sebu rasa hati aku bila terpaksa berkongsi katil dan bilik tapi tak bertegur sapa. Macam zaman belajar kalau dapat roommate yang tak sekepala. Hai.... apa dah jadi! Aku mengeluh panjang. Sham yang berselisih dengan aku di tangga tiba tiba menegur.

" Kenapa ni?" Terkejut aku bukan main...... sampai tersilap langkah. Nasib baik aku cepat memegang railing tangga yang di buat dari kayu jati, terlambat sikit mesti dah benjol dahi aku. Kalau dulu mesti cepat saja Sham menangkap aku. Sekarang kalau aku jatuh tergolek pun dia buat tak peduli agaknya.

" Tak ada..tak ada apa apa" kata ku sambil menggeleng. " Good night " Aku tak tahu apa lagi nak cakap. Pantas aku berlalu tanpa memandang wajahnya.
................................................................................................................................................

" Ili.. Ili, bangun kejap. I nak cakap sikit" suara Sham menerjah lamunan aku. Lampu bilik yang aku tutup tadi di nyalakannya. Aku cepat mengesat kesan airmata di pipi ku. Nasib baik aku tidur meniarap, tangisan aku diserap bantal. Aku terkebil kebil memandang Sham. Sham melemparkan 3 keping gambar di depan ku. Belum sempat aku melihat gambar tersebut, bertubi tubi soalan singgah di telinga ku.

" Siapa jantan ni? Kau buat apa dengan dia? Kau nak aku jadi dayus? Kau nak aku jadi ahli neraka?" suaranya keras dan bergetar seolah menahan marah yang teramat.

Pertama kali Sham ber " aku " " kau" sejak aku mengenali nya..... benci betul dengan aku agaknya. Pedihnya telinga aku mendengar kata kata nya. Aku mengetap bibir agar airmata ku tak tumpah. Dia berdiri berpeluk tubuh di depan katil sambil memandang ku macam nak telan. Aku meneliti gambar yang di ambil dari jarak jauh itu. Bermacam persoalan bermain di fikiran ku, tapi jawapan nya hanya satu. Dengan tenang aku menentang tenungan Sham walaupun hati aku bergelodak kencang.

" Ini Harris, kawan lama I. Dia tolong I hantar Wani balik ke apartmentnya bila Wani pengsan tiga hari lepas. Terpulang pada you, you nak percaya atau tidak." Kata ku sambil bangun dan menuju ke almari pakaian ku. Otak ku tepu, aku bergerak bagai robot yang tidak beremosi. Segala tenaga dalaman ku di kerah agar aku tak menitiskan airmata. Aku mengambil beberapa helai pakaian dan meletakkannya dalam tote bag Le Sportsac aku.

" Ili.. mana kau nak pergi? I haven't finished talking to you" . Sham memegang beg aku dengan kuat.

" I have nothing to say. " Aku mencapai beg tangan ku dan mengeluarkan name card holder. Akhirnya aku jumpa kad yang tertera dengan nama

Harris Harun
Vice President, Marketing
Excelsior Safety Equipment Sdn Bhd

Aku mencampakkan kad itu ke meja sisi katil. " You can call him and ask him what happened. Pastu call Wani jugak kalau tak puas hati. Er.. jangan lupa tanya siapa wife Harris."

Seraya itu aku merentap beg aku dari tangan Sham dan merempuh tubuhnya yang cuba menghalang aku. Masih berpakaian T shirt dan sweatpants yang aku guna untuk tidur, aku terus berlari turun. Dengan perasaan amarah yang membara aku menekan minyak kereta Proton Wira ku dan memecut keluar dari perkarangan rumah mereka.

Setelah berbatu aku meninggalkan No 35, Jalan Setiakasih 5, barulah aku membenarkan airmata ku mengalir.

*********************************************************

" Wani.. kenapa ni? " Aku menjerit bila Wani tiba tiba terjelepuk jatuh di depan stesyen LRT Masjid Jamek. Aku meribakan kepalanya dan menepuk pipinya perlahan . Alamak! Apa dah jadi dengan kawan aku ni? Tadi dia yang beria ria ajak aku ke Jalan Tuanku Abdul Rahman , nak makan beriyani kat Restoran Insaf. Takkan kenyang sangat sampai boleh pengsan?

" Wani... Wani!" aku makin cemas. Pekerja Putra LRT meluru mendekati kami untuk memberi bantuan. Penumpang LRT mula mengerumuni melihat keadaan Wani. Aku kebingungan... apa penyakit yang menyerang Wani? Nasib baik mata nya mula mengerdip. Alhamdulillah....lega nya aku!

" Are you okay?" tanya ku perlahan sambil membantu nya duduk di bangku berdekatan.

" Saudari perlukan bantuan untuk ke klinik?" tanya staf Putra yang bernama Khalid, seperti yang tertera di kemeja putih nya.

" Tak.. tak payah. Saya ok..Cuma pening" jawab Wani sambil memegang kepalanya. Matanya di alihkan kepada ku yang sedang mengipasnya dengan suratkhabar yang aku bawa dari ofis dengan tujuan nak baca dalam LRT.

" Wani, aku rasa baik kita pergi klinik. Kau jarang sakit, pastu tiba tiba pengsan. " cadang ku. Tiba tiba ada tangan menyentuk bahu ku. Secepat kilat aku menoleh.... eh, pakcik ni lagi. Mata aku melingas sekeliling, kalau Lisa ada bersamanya. Phewww...lega rasanya bila kelibat nya tak kelihatan.

" Betul tu. Comel.. eh, Ili jom kita bawa kawan awak ke klinik. Kereta saya ada di parking lot depan OCBC. By the way, saya Harris." kata Harris yang memakai kemeja kuning cair dan seluar khaki.

Wani mengangguk dan memberi senyuman kecil" Saya Salwani. Encik Harris, saya ok. Cuma kalau boleh, saya nak balik rumah" kata nya lemah. Aku mengangguk.

" Encik Harris, tak payah susah susah. I 'll get a taxi and send her back" kata ku sambil bangun dan memegang bahu Wani yang masih mengurut dahinya.

" Tengah hari macam ni susah nak dapat taxi. Panas pula tu kat luar, nanti pengsan lagi Cik Salwani. Its not a problem. Awak tinggal di mana?" tanya Harris. Aku tak sedap hati walaupun aku tahu dia ikhlas. Kalaulah Lisa tahu, habislah aku.

" Desa Pandan. Tak out of the way kah, Encik Harris?" tanya Wani. Kalau dia dah setuju, susah lah aku nak menolak.

Harris banyak bercerita dalam perjalanan ke rumah Wani. Semasa bekerja di Starbucks , dia juga mengambil diploma in Marketing di UITM. Mungkin sudah rezekinya , ada pelanggan nya yang mendapat kontrak Petronas untuk membekalkan bahan kimia, menawarkan kerja sebagai pegawai pemasaran. Harris mula bekerja dengan Excelsior Equipment dan mula menapak sehingga menjadi ketua bahagian sekarang. Excelsior makin membangun dan membuat keuntungan besar. Berkat kerajinan dan personality nya yang memikat pelanggan,Encik Harris kita pun sudah kaya raya. Kalau tidak , tak mungkin Lisa jatuh hati dengannya, getus ku dalam hati.

Sampai di kondo Menara Pandan, kami berdua turun bersama Wani. Takut juga kalau apa apa berlaku kepadanya dalam lif ke apartmen nya di tingkat 4.Wani tinggal bersama adik nya dan seorang lagi housemate. Kedua nya tidak ada di rumah masa kami sampai.

" Wani, kau nak aku temankan kau sampai derang balik?" tanya ku setelah membawakan ubat untuknya.

" Tak payahlah Ili. Kalau ada apa apa, aku call jiran aku, Kak Shila. Anyway, kau banyak kerja kat ofis tu. Thanks for your help, Harris." Kata Wani sambil bersalaman dengan Harris.

Harris kemudian menghantar aku ke ofis sebelum ke Petronas Twin Tower untuk temujanji. Kali ini giliran aku pula bercerita tentang kisah hidup aku dari waktu aku ke Australia hingga sekarang. Harris ketawa terbahak bahak mendengar kisah aku di kahwinkan dengan pilihan ibubapa.

" Ili, aku nak tanya sikit... kenapa Lisa tu benci sangat dekat kau?" tiba tiba tersembul soalan cepumas dari mulut Harris.

" Kau tanyalah dia, dia kan bini kau" jawab ku

" Aku dah tanya dia masa hari Jumaat lepas dia nak backhand kau. Tapi aku nak dengar cerita kau pula" Dahi aku berkerut mendengar jawapan Harris. Tak mungkin dia tak percayakan isterinya sendiri.

" Bila kau berkahwin dengan Lisa? Macam mana korang jumpa?" aku menukar topik. Harris menceritakan bagaimana dia berjumpa dengan Lisa selepas baru putus tunang. Ketika itu Lisa pun baru bercerai. Kira dua dua on the reboundlah. Masing masing mengambil keputusan berkahwin selepas berkenalan lebih kurang tiga bulan. Lagi pun Lisa seorang yang cantik dan pandai menggoda, mana mana lelaki pun akan rasa bertuah memiliki nya.

" You must be happy. I tengok you sekarang dah berisi, mesti senang hati" kata ku sambil tersenyum.

Harris membalas senyuman ku. " Entahlah Ili. Susah nak cakap. Every marriage has its ups and downs. Tapi kau tak jawab lagi soalan aku. Kenapa Lisa benci sangat dengan kau? Mesti kes berebut boyfriend kan?" Alamak...apa yang Lisa cerita kat dia?

" He he!...alaaa... cerita lama." Aku ketawa kecil. Memang kelakar kalau di ingatkan kembali. Tak sangka aku yang minah sewel itu masih berdendam.

" Satu benda yang aku tahu pasal Lisa, dia tak nak kalah. Aku tahu aku tak sepatutnya cakap buruk pasal bini aku sendiri, tapi itulah satu sifat buruk dia yang aku tak tahan" dengus Harris. Aku cuma mendiamkan diri walaupun terdetik tanda amaran dalam kepala ku.
*********************************************************

Kini aku sedar, aku tak sepatutnya memperkotak katik " kesungguhan" dan "kebolehan" Lisa. Memang aku tak ada bukti, tapi siapa lagi yang menghantar gambar aku dan Harris ketika keluar dari apartment Wani kepada Sham? Setahu aku tiada siapa yang dengkikan aku. Mak Datin Mak Datin dan makcik makcik yang ingin bermenantukan Sham dulu pun, tak ada yang busuk hati sampai sanggup merosakkan perkahwinan kami dan melihat kami bercerai berai. Ya Allah.... aku berdoa , sekiranya jodoh aku dengan Sham cuma sampai di sini, berilah aku kekuatan untuk menempuhi hari hari yang mendatang. Air mata aku bercucuran sampai aku terpaksa memberhentikan kereta di tepi jalan hingga tangisan ku reda.

Tapi yang paling menyedihkan aku bukannya perbuatan Lisa, tapi tanggapan Sham terhadap aku. Jalang sangat ke aku ni? Sampai dia boleh menuduh aku tanpa usul periksa. Selama hampir dua bulan aku berkahwin dengan nya, adakah aku ni menunjukkan ciri ciri perempuan murahan yang sanggup berduaan dengan lelaki lain. Apakah dia menyangka aku buat projek di apartment masa waktu lunch pejabat? Tergamak dia menghukum aku. Hampa sungguh hati ini bila suami yang aku cintai dan aku sangka mencintai aku , menuduh aku mendayuskan nya.

Selama hampir 15 minit kereta aku tersidai di tepi jalan berhadapan Ampang Park. Begitu jauh aku memandu tanpa haluan. Kenderaan masih banyak menyusuri jalanraya walaupun sudah pukul 11 malam. Apa langkah aku seterusnya? Mata ku mengantuk dan badan ku tak bermaya. Kalau balik ke rumah Mama mesti ada sesi soal jawab yang memedihkan. Aku nak ke rumah Zara yang di Subang Jaya tapi aku tak larat memandu begitu jauh. Nak ke hotel? Apa pula lah label yang di berikan kepada aku nanti? Tidaaakkk!

Aku mencapai henfon. Ada 3 missed call dari Sham dan juga 3 mesej. Aku delete kan semuanya tanpa membaca. Kalau aku boleh delete Sham dari muka bumi lagi bagus. Kemana aku nak pergi sekarang? Tiba tiba aku teringatkan Wani. Aku mendial nombor nya. Nasib baik dia belum tidur.

" Wani, aku nak minta tolong. Boleh aku tumpang tidur di rumah kau malam ni?"

" Ha? Kau nak tumpang rumah aku? Kenapa?" terkejut Wani.

" Panjang ceritanya. Nanti aku cerita. Boleh ke tak? Aku tidur kat luar pun takper"

" Boleh... no problem. Kau datang sekarang?"

" Aku sampai dalam 15 minit. Aku kat Ampang Park sekarang" Alhamdulillah. Lega rasanya. Ada juga kawan yang sanggup membantu ku di saat aku betul betul memerlukan.

...........................................................................................................................................................

Aku terjaga pada pukul 6 pagi seperti biasa. Mulanya aku terkebil kebil melihat katil yang asing dan tubuh seorang perempuan di sebelah ku. Baru aku teringat , aku di bilik Wani. Semalaman tidur aku tak nyenyak, bersilih ganti aku di lewati mimpi yang pahit. Aku bingkas bangun untuk bersolat Subuh.

" Ili, kau cuti kan hari ni?" tanya Wani sambil menghirup kopi panas yang ku buat. Adik Wani dan rakan serumahnya belum bangun lagi. Aku tak jumpa pun mereka semalam, keduanya sudah tidur masa aku sampai. Aku menceritakan pada Wani yang aku takut tinggal seorang di rumah sebab Sham terpaksa pergi ke Johor dan mertua aku pula ada di Janda Baik . Aku tak pasti sama ada Wani percaya cerita aku tapi aku rasa lega bila dia tak tanya panjang lebar. Kalau tidak pasti berjurai lagi airmata ku.

" A'ah.... aku ingat nak pergi Taiping tengok nenek aku tapi dia pula pergi Alor Star dengan pakcik aku" Nasib baik aku menelefon nenek semalam. Kalau tak, aku bercadang nak bertolak ke Taiping pagi ni.

" Eh.. bukan ker esok kau nak pergi Bali?" pertanyaan Wani bagai torehan pisau di dada ku. Aku menarik nafas panjang.

" Tak jadi. Tiba tiba bos Sham suruh dia ke Johor" kata ku dengan wajah kelat

" Ohh... patutlah muka kau monyok semacam jer. Kau nak pergi course Cash management kat Singapore tak? Course yang start esok ada dua lagi tempat kosong. Kalau kau nak , aku boleh arrange kan."

" Encik Reza bagi ker?" tanya aku musykil. Selalunya bos aku tak suka benda last minute macam ni. Tapi alangkah best nya kalau aku boleh pergi. Aku ingin pergi jauh dari Sham, dari keluarganya dan keluargaku. Semoga boleh aku redakan sikit kemelut di jiwa ini.

" Should be no problem. Engkau memang cuti pun kan? Maknanya kau memang tak ada kat ofis. Tapi nanti aku check dengan training dulu. Pastu aku kena book flight engkau." Kata Wani sambil mengangkat mug nya ke dapur. Wani dan teman serumahnya memang tak bersarapan, masak pun jarang. Selalunya mereka makan di luar. Kehidupan gadis kota yang bekerjaya memang begitu.

" Aku nak ke ofis sekarang. Kalau lambat nanti jam teruk kat Kg Pandan" Wani seolah memberi kiasan yang aku pun harus pergi. Entah entah housemate nya tak suka orang menumpang.

" Aku pun nak balik ke rumah mak aku. Kalau nak ke Singapore aku kena ambil passport dan pack baju aku. " kata ku sambil mengambil tote bag dan beg tangan aku lalu menurutinya keluar.
....................................................................................................................

Dengan longlai aku melangkah masuk ke rumah Mama. Bukan saja tak cukup tidur, tapi perut aku berkeroncong. Harap harap ada lagi baki sarapan untuk aku. Aku terus memberi salam dan melolosi pintu yang tak tertutup rapat.

" ILI ...sayang! Mana Ili pergi semalam? Kami semua risau" teresak esak suara Mak. Terkejut aku melihatnya di sini. Dia terus menerpa dan memeluk ku erat. Aku cuma mampu membalas pelukan nya. Airmata ku sudah kering...sekering hati aku.

Mama memerhati ku dengan simpati. Aku tak tahu versi apa yang Sham ceritakan pada Mak , dan apa yang Mak ceritakan pada Mama.

" Sudahlah tu Kak Siti. Ini semua salah faham saja. Nanti baik baliklah dia orang" kata Mama perlahan. Ya lah tu... kalau Mama tahu apa yang Sham kata pada aku pasti dia juga terguris. Dengan menuduh aku membuat hubungan dengan lelaki lain, Sham ibaratkan Mama seorang ibu yang membesarkan anak perempuan yang tak tahu halal dan haram.

" Ili...Sham menyesal sangat sangat. Dia tahu Ili tak bersalah. Ini semua perbuatan Lisa, dari dulu Mak benci perempuan jahanam itu" sambung Mak sambil mengusap rambut aku.

" Ili laparlah. Mak, Ili nak makan dulu boleh?" kata ku sambil meleraikan pelukan nya. Kedua mereka mengikut aku ke meja makan. Tak puas hati agaknya dengan reaksi aku yang selamba. Apa lagi yang mereka nak? Nak tengok aku menangis terguling guling ?

" Ili tidur mana semalam?" tanya Mama sambil memerhati aku menikmati nasi goreng dengan penuh selera.

" Kat rumah Wani. Sorry kalau semua orang risau pasal Ili."

" Lepas ni, Ili balik ke rumah Mak, ya sayang? Sham sedih sangat, dia tak dapat tidur semalam. Pagi tadi dia tak sihat, dia rindu sangat kat Ili" Aku tersentak mendengar kata Mak. Hellooo? Are you crazy? Mamat tu yang tak tegur aku selama tiga hari, pastu tuduh aku buat hal dengan laki orang, aku patut rasa bersalah sebab dia tak sihat? Kalau nak ikutkan hati, mahu saja aku menjerit.

" Ili kena pergi kursus di Singapore. Flight Ili petang ni. Lepas ni Ili kena pergi ofis kejap nak ambil tiket" kata ku dengan suara bergetar. Aku berdoa agar Wani dapat menempah tiket dengan segera.

" Eh..bukan kah Ili dengan Sham nak ke Bali besok?" kata Mama. Arrgggghhhh... tension! Tak hingin aku pergi mana mana dengan Sham, tahu tak? Jeritan aku cuma di pendam dalam hati. Mulut aku tetap terkunci.

" Berapa hari Ili di Singapore?" tanya Mama lagi.

" Tiga hari saja" jawab ku. Kalau boleh aku nak migrate ke sana terus. Tapi Singapore dekat sangat, kalau dapat pergi Antartica lagi bagus.

" Sham tahu kah yang Ili nak pergi Singapore?" Mak pula bersuara. Aku rasa macam kena soal siasat dengan Special Branch, lepas seorang, seorang lagi menyoal ku.

" Nanti Ili bagi tahu. Ili pun baru tahu pagi tadi. Last minute boss Ili suruh pergi. Ili kena pack sekarang, takut tak sempat" aku menipu. Aku terus mengangkat pinggan ke dapur dan kemudian naik ke bilik.

Hati aku bagai di siat melihat gambar kahwin aku di meja sisi. Terus aku menelangkupnya, tak sanggup aku melihat gambar aku tersenyum sipu di samping Sham. Aku mula menyusun baju yang akan ku bawa nanti. Baju aku tak banyak di rumah ini, cuma baju bersantai saja. Tak pelah , kalau tak cukup aku boleh shopping kat Singapore. Aku ke bilik air mengambil toiletries bila terdengar ketukan di pintu bilik. Hati ku berdebar, takkan Sham datang?

" Ili.. boleh mama masuk?" Aku menghela nafas. Lega aku mendengar suara Mama.

" Masuklah" laung ku dari bilik air. Aku ingin ceritakan satu persatu apa yang Sham lakukan. Biar mama tahu perangai sebenar menantu kesayangan nya itu.

KELAPAP... KELEPUP! Tercicir semua botol yang aku pegang bila melihat Sham berdiri di hadapan pintu. CISSS! Sejak bila Mama pandai trick aku? Amarah mula meluap dalam diri ku.

Sham menelan air liur. Wajahnya kelihatan lesu dengan lingkaran hitam di sekeliling matanya macam beruang panda. Tapi beruang panda comel, Sham nampak macam setan di mataku ketika itu. Aku beristighfar.... aku harus tangani masaalah ini dengan tenang dan matang.

" Ili.. I am so sorry. I terlepas cakap semalam. Pleaaaase.. maafkan I" katanya dengan sebak

Aku mendiamkan diri dan mengutip botol botol yang terjatuh. Sham mencangkung di sebelah dan menghulur botol toner Clinique kepada ku. Aku mengambilnya tanpa memandang wajah Sham. Bila dia cuba memegang tangan ku , aku menepis kasar.

" Sayang... please. Janganlah macam ni. You tak tahu, I was so worried last night. I didn’t know where you went, what happened to you. You tak jawab my phone calls....."

" Just shut up okay!" herdik aku dalam hati. Banyak lah kau punya risau. Airmata ku mula bertakung.
" Kenapa you tiba tiba concern sangat pasal I? Tiga hari you tak tegur I, I cakap pun you buat tak layan. Tergamak you anggap I perempuan jalang . Teruk sangat ke I ni? Selama you kenal I, pernah kah terlintas di kepala you yang I sanggup tidur dengan lelaki lain? Do I look like the type?" Airmata yang aku cuba tahan, akhirnya berderai membasahi pipi ku. Aku menangis tersedu sedu. Bila jari Sham mendekati pipi ku, aku pantas mengelap airmata dengan lengan baju ku. Aku tak rela dia menyentuh ku.

" I am so sorry Ili. You isteri yang baik, you are perfect. I tahu, I am so lucky. Tapi I jeles, I yang cemburu buta. Bila I tengok gambar tu, I macam kena rasuk syaitan. Maafkan I, please. You nak I buat apa? I sanggup buat apa saja. Janji you maafkan I" Mata Sham mula bergenang tapi aku menoleh. Aku tak boleh biarkan rasa kasihan pada nya membuat aku terjerat.

Aku bangun dan terus mengemas pakaian ku. Aku mengetap bibir sambil memikirkan langkah aku seterusnya. Otak ku tepu , antara dengar dan tidak penerangan Sham bagaimana dia menerima gambar aku dan Harris yang di courier ke ofis nya. Kemudian Lisa menelefonnya mengatakan aku menggoda suaminya..... bla, bla, bla...

" Sayang, I tak percayakan Lisa. Tapi bila I tengok gambar tu... I'm sorry I tak tanya you dulu. Sekarang baru I tahu, Lisa memang berdendam dengan you" suara Sham terputus putus menahan sebak.

" Sham, please don't say anything more. Aku tak sanggup dengar lagi. If you really loved me, you would believe in me. You ingat I tergamak nak menduakan suami I? Takkan you tak tahu macam mana I cintakan you. Seorang suami sepatutnya melindungi isteri tapi .. tapi.." aku tak boleh menyambung ayat ku. Pilunya perasaan ku. Kau lebih percaya minah psycho tu dari aku...sambung ku dalam hati.

" Ili.. please... I tahu I salah. I manusia biasa yang selalu buat silap. Macam you pun pernah tuduh I ada affair dengan Maya. Takkan you tak boleh maafkan I. I love you so much Ili. Kalau you tak nak percaya I , baik I mati" Bila dia menyebut tentang Maya, aku terkedu. Aku pernah membuat kesilapan yang sama. Tapi waktu itu kami baru berkahwin, aku belum mengenali hati budinya.

Sham duduk di birai katil dan menekup mukanya. Melihat bahunya yang terhinggut, aku tahu dia menangis tapi aku terlalu kecewa untuk memaafkannya, apatah lagi memujuknya. Ketika itu henfon aku berbunyi. Dari nombor ofis yang tertera di skrin, mungkin Wani yang call. Aku menarik nafas panjang untuk mententeramkan diri sebelum menjawab.

Wani memberitahu yang flight aku ke Singapore pada pukul 4 petang. Jam loceng aku menunjukkan pukul 11.20 pagi. Aku harus ke ofis untuk mengambil tiket dan mengisi borang untuk daily allowance.

" Sham, I kena pergi ofis sekarang. My flight to Singapore pukul 4. Banyak benda yang I kena buat."

Sham berdiri dan meraup wajahnya. Matanya yang merah dan masih bertakung merenung wajah ku.

" I hantar you "

Aku menggeleng pantas. " Tak payahlah. I need to be alone. You jangan contact I masa I di Singapore. Bagilah I masa nak lupakan semua ini"

" You nak lupakan I ke?" rayu Sham sambil menyeka airmata lelaki nya

Dengan angkuhnya, aku membalas dengan menjungkit bahu sebelum keluar dari bilik.
" Hello, Mama" aku menelefon Mama untuk memberitahu bila flight aku sampai ke KL.

" Ili... kenapa susah sangat nak call Ili? Mama dah banyak kali call henfon Ili. Takkan Ili tak ada roaming?" nada suara Mama marah bercampur risau.

" Henfon Ili tercicir. Nasib baik tadi jumpa balik." Sorry mama , aku terpaksa menipu. Sebaik saja aku check in , aku menghantar SMS kepada Mama memberitahu nombor bilik ku di Conrad International Hotel, tempat aku tinggal dan juga tempat kursus di adakan. Awal awal lagi aku dah beritahu Wani untuk menghubungi hotel jika ada apa apa hal mustahak berkaitan dengan kerja. Kemudian aku off kan henfon. Takut di hubungi oleh orang yang tak reti bahasa a.k.a. Sham.

" Apa khabar Ili di sana? Semua okay?" Kemarahan Mama sudah reda.

" Okay, best sangat. Hotel ni cantik. Apa pasal Mama cuba call Ili? Mama nak Ili belikan apa apa ker?" Sebenarnya, aku tak ada masa untuk shopping, jadual ku amat padat dengan kelas dan course work. Aku tak sempat pun ke Orchard Road, syurga membeli belah Singapura. Tapi lepas habis sesi penutupan pada pukul 4 nanti, aku dan peserta perempuan yang lain nak ke Suntec City yang berdekatan. Kalau tak sempat shopping , cuci mata pun jadilah.

" Tak payah susah susah, barang kat sana mahal. Mama call sebab Sham risau, dia tak dapat contact Ili." Hmmmm.... aku dah agak. Orang dah kata jangan call, masih degil jugak. Menyampah!

" Kenapa nak risau? Dia tahu kan Ili ni perempuan jahat. Mama cakap kat dia , sini ada 12 lelaki. Semua Ili dah ngorat" getus ku.

" Ili...kenapa celupar sangat? Sudah sudah lah tu. Kan Sham dah minta maaf? Mama tahu apa dia cakap kat Ili dan Mama pun rasa sedih. Tapi dia tak sengaja ....darah muda....blah blah.... jangan ambil hati....kena tolak ansur.... blah blah.... " Pot pet pot pet bebelan Mama. Darah muda konon, dah nak masuk 28 tahun muda apa lagi? Kalau 18 , boleh lah aku faham. Tapi aku dah agak, Mama mesti nak menangkan Sham juga. Geram betul aku. Aku menukar topik. Kalau di biarkan, sampai besok pun tak habis Mama leterkan aku.

" Mama, Ili sampai KLIA pukul 9 malam. Nanti Ili naik teksi balik rumah Mama , ok?" kata ku dengan manja. Harap harap Mama setuju dengan cadangan aku. Aku tak nak balik rumah Mak, hati aku masih bengkak. Tuduhan Sham masih segar di ingatan aku. Setiap kali aku teringat kata kata nya yang begitu menghiris dan riak mukanya, mata ku akan bergenang. Sampai bila bila pun aku tak boleh lupakan.

"Tak payah naik teksi, Mak dah suruh Pakcik jemput Ili. Bahaya naik teksi sorang malam malam." Nada Mama yang tegas membuat aku takut nak membantah. Adehhh... takpelah, nanti aku pandai pandailah buat helah suruh Pakcik hantar aku ke rumah Mama.

" OK Mama. See you tonight. Assalamualaikum" kata ku sebelum menutup semula henfon. Harap harap Mama tak halau aku ke rumah Mak kalau aku balik rumah dia malam ni. Tapi kalau aku ke rumah Mama pun mesti dia beritahu Sham. Aku tak dapat mengelak.....arrrggghhhh! Macam mana pun aku kena checkmate gak.

Aku bergegas turun ke coffee house untuk sarapan sebelum kursus aku bermula tepat 9 pagi. Kursus aku kali ini di sertai 21 orang dari Malaysia, Singapore , Indonesia dan Thailand. Semua kepala best dan gila gila... tak kering gusi masa kelas. Walaupun course work banyak tapi aku tetap enjoy jugalah. Kawan aku semasa di Amsterdam, Syed Asrul , Swee Fun dan Amin pun ada sama kali ini. Macam reunion pula bagi kami berempat. Bermacam cerita yang kami kongsi, paling teruk kena usik semestinya lah aku ; apa lagi.. pasal perkahwinan aku lah. Aku terpaksa ketawa walaupun hati aku menangis. Tak sangka , begini awal perkahwinan aku di landa badai. Kalau dulu aku pernah dua kali menderita sebab putus cinta, tapi apa yang aku alami kini berganda pedihnya. Walaupun aku penat memerah otak pada siang hari, tetapi bila malam tiba, tidur susah menyapa. Mata ku berat tapi fikiran ku berserabut. Wajah Sham yang bengis menengking ku bersilih ganti dengan wajahnya menangis meminta maaf. Setiap malam disini, aku di temani airmata. Kemarahan dan kepedihan yang aku rasai disusuli dengan rasa rindu yang teramat dalam padanya. Lemah nya aku ni.... buat malu kaum perempuan jer.
..............................................................................................................

" Pakcik, kita nak pergi mana ni?" tanya aku dengan cuak. Dari Jalan Damansara, Pakcik membelok ke Jalan Bukit Kiara.

" Kak Siti suruh Pakcik jemput dia di rumah kawan dia di Mont Kiara, lepaih ambik Ili" jawab Pakcik dalam loghat Utara nya.

" Rumah kawan dia yang mana satu?" aku kaget. Setahu aku Mont Kiara di diami ramai expatriate Jepun dan Korea. Aku pernah ke rumah kawan ku yang belajar sekali di Melbourne, Jocelyn, di Mont Kiara Pelangi. Tempat nya memang cantik tapi tak ramai orang Melayu tinggal di situ.

" Entahlah, Pakcik pun tak kenai. Kalau hantaq Kak Siti pi sana, Pakcik tunggu di carpark saja" Aku malas nak bertanya lebih lanjut. Badan aku dah penat sebab shopping sakan selama dua jam tadi. Kebetulan banyak juga kedai mengadakan sale. Macam macam jugalah aku beli, dari pakaian ke kasut dan accessories. Juga tak lupa baju baby untuk Zafran. Gila betul aku tengok pilihan di sana. Walaupun mahal tapi sebab tak ada di KL, aku rembat juga. Tapi sekali pun aku tak guna supplementary card yang Sham bagi ..... biar aku pokai, aku tak nak lagi terima apa apa dari dia. Silap haribulan, dia kata aku pisau cukur pula. Aku dah serik.

Kereta Mercedes bapa mertua aku membelok kiri bila sampai ke sign board yang tertulis Mont Kiara Palma. Di lobby kondominium Mak terpacak menunggu. Nampak gayanya tak ada peluang lah bagi aku nak mengelak Sham hari ni. Mesti aku disuruh balik ke rumahnya. Otak aku ligat berfikir skrip yang aku nak lakunkan nanti. Mak terus menerpa ke kereta sebaik saja Pakcik berhenti. Aku mencium tangannya sebaik saja pintu di buka.

" Ili, jom ikut Mak naik atas kejap. Kawan Mak tu nak sangat jumpa dengan Ili. Dia terkilan sebab tak dapat datang masa Ili dengan Aril kawin dulu. " kata Mak sambil memaut bahu ku. Aku tak ada pilihan melainkan mengikutnya. Dengan jeans hitam dan T shirt hoodie warna pink serta wajah tak bermekap mesti kawan Mak kata aku tak ada rupa menantu Mak Datin. Aku segera mengoles Lipglass MAC yang aku beli di airport Changi tadi ke bibir ku.

Mak menekan butang bernombor 12. Perfumenya harum semerbak mengisi ruang lif.

" Ili sihat? Macam mana kursus? Seronok kat Singapore?" Mak memulakan perbualan.

" Ili sihat. Best sangat kat Singapore. Rasa macam tak nak balik"jawab ku dengan nada riang. Senyuman gembira aku lemparkan pada Mak. Laser betul aku sejak kebelakangan ni.

" Mak pun dah lama tak pergi Singapore. Nanti kita pergi ramai ramai nak? Tinggal kat Sentosa Island. Ajak Mama dan Papa, Kak Shana, Kak Sherry semua. Mesti seronok"

Aku cuma mengangguk dengan senyuman tawar. Memori di PD dulu menerpa kembali. Aku teringat kala Sham dan aku menyambut terbitnya mentari pagi di ufuk timur dan segala senda gurauan nya. Sebal hati ini mengenangkan saat saat manis dulu.

" Jom Ili" ajak Mak bila sampai ke apartmen bernombor 16 A-12-1. Pintu kayu yang bercat putih di kuaknya.

" SURPRIIIISE!!" jeritan dari kaum keluarga menyambut ku. Terkejut aku! Aku terpinga pinga, hari ini bukan hari jadi aku. Apa surprise nya? Rumah siapa kah ini? Mana tuan rumah , kawan Mak? Fara, Fatin, Dahlia dan Daniel berlari kearah ku dan berebut rebut memeluk ku. Nasib baik aku tak jatuh. Dari sudut sofa 3 seater warna putih gading, Sham menatap ku dengan senyuman. Sham nampak kurus sedikit, tengah menderita lah konon. Padan muka! Aku pantas melarikan pandangan.

" Apartment ni untuk korang berdua. Abah dan lama beli kondo ni tapi di sewakan. Sekarang dah kosong, bolehlah Aril dan Ili tinggal di sini" kata kata Abah meleraikan kebingungan yang berlegar di wajah ku. Buat satu dua saat aku gembira bukan kepalang, tapi kegembiraan itu di tenggelami api kemarahan. Oooo.... pandai nya mereka nak perangkap aku. Sengaja nak suruh aku tinggal berduaan dengan Sham di rumah ini. Jangan ingat aku begitu mudah " di beli".

Aku menelan air liur . Tak patut pula kalau aku tunjuk perasaan tidak puas hati waktu ini. Mak dan Abah terlalu baik pada ku. Cuma anak mereka yang buat aku menderita. Aku mengetap bibir. Mama menjegil pada ku dari sisi menantu kesayangan nya.

" Terimakasih. Cantik tempat ni" kata ku perlahan. Memang cantik, saiz nya pun tak terlalu besar dan tak terlalu kecil . Kemasan berwarna putih bercampur earth tones meluaskan lagi ruang tamu dan ruang makan. Keharuman jambangan bunga bunga segar di meja console dan meja makan menusuk hidung. Langsir kain tipis beralun lembut di tiup angin malam.

" Nanti Ili pilih sendiri perabot lain ya? Ini Kak Shana dan Kak Sherry yang tolong Aril pilihkan. Kita beli yang basic saja. Kalau Ili tak suka, boleh tukar." kata Kak Shana

" Jom, Auntie Ili. Kita tengok bilik pula" kata Fatin sambil menarik tangan ku. Ada 3 bilik tidur semuanya . He ...he.. ini sudah bagus. Aku bercadang nak tidur dalam bilik yang paling jauh dari bilik Sham. Master bedroom cantik di rias dengan skim warna biru cair dan putih...tampak sungguh nyaman. Tilam dan bantal yang empuk menggamit tubuh aku yang keletihan dan mata yang mula mengantuk . Kedua bilik tidur lain juga di hias cantik tapi lebih simple dengan warna tema putih dan peach. Semuanya cukup sempurna di mata ku..... Alangkah indahnya kalau aku dan Sham memulakan alam perkahwinan kami di sini dulu. Tanpa ada bekas luka yang kini berparut di hati aku.

Aku duduk di meja makan bersama Kak Shana dan Kak Sherry dan menceduk macaroni goreng hasil tangan Mama ke pinggan. Lapar bukan main, sejak pukul 6 tadi aku tak makan.

" Cantiklah Kak Shana dan Kak Sherry decorate apartment ni. Macam dalam magazine Homes & Living. Thank you" Aku memuji citarasa kakak kakak ipar ku

" Aril yang bagitau favourite colour Ili dan taste Ili macam mana. Ili tak suka sarat sangat atau design bunga bunga kan?" kata Kak Sherry. Aku mengangguk. Sham mengerling kepada ku. Dia , Abah dan Papa serta abang abang ipar ku kusyuk menonton perlawanan tenis di TV.

" Eh, terlupa pula. Ili ada belikan cokelat untuk budak budak" kata ku bila Sham mendekati meja makan dan mengambil tempat duduk di sebelah ku. Aku terus bangun dan menyelongkar beg yang aku letak kan di dapur tadi. Budak berempat itu bersorak gembira melihat bungkusan Milky Way dan M& Ms yang aku keluarkan. Padahal bukannya tak pernah dapat.

" Eh... jangan makan kat sini. Nanti kotor rumah baru Uncle dengan Auntie. Bawa balik rumah je" tegur Mak pada cucu cucunya.

" Tak nak tidur sini dengan Auntie ke?" tanya aku pada mereka. He ...he! Aku mula merancang strategi supaya tak payah tinggal berduaan dengan Sham. Aku takut tak sampai satu hari aku dah cair dengan pujuk rayunya.

" Tak boleh lah Auntie. Esok ada sekolah. " kata Fatin dengan muka sedih. Alamak... terlupa pula. Bila aku tengok Sham menahan gelak, rasa geram mula meruap. Dia sudah terlebih arif dengan tindak tanduk ku. Ok.... takper, aku ada cara lain.

" A'ah..dah pukul 11.30. Jomlah kita balik. Besok budak budak ada sekolah. Kesian Ili , mesti letih" sampuk Mak. Semua beransur ke pintu, Fara pun tak merungut untuk duduk lebih lama.... agaknya dah kena rasuah kot.

Mama menghampiri aku lalu berbisik. " Ili, jangan buat perangai. Besok jangan lupa buat sarapan untuk Sham. Jaga rumah elok elok. Dengar cakap Sham. " Alaa.... macam lah aku nak dera menantu feveret dia. Niat itu memang ada , tapi aku masih siuman.
Aku bersalaman dengan semua dan terus mengangkat beg ke bilik tidur yang paling hujung sementara Sham masih berbual di pintu. Pintu bilik ku kunci dari dalam .... Ha! Ha! Puas hati aku.
..............................................................................................................